Chapter 19

182 11 0
                                    

Di rumah sakit, baru membuka pintu ruang Rose dan setangkai bunga mawar yang baru kubeli itu masih tergenggam rapi, aku mendapati Dad tengah berdiri disamping ranjang Rose. Aku yakin ia mencariku, sejak awal Dad memang tidak menyetujui hubunganku dengan Rose. Hingga kami menikah dan sampai sekarang, Rose memang tak pernah ia anggap.

"Dad?" Panggilku. Ia menoleh, dengan pakaian formal dan dasi yang masih melekat dikerah bajunya, aku memahami betul betapa ia sudah bekerja keras menggantiku yang seenak diri mengurus kantor. "Sudah beberapa hari kau tak mengantor. Lupa kewajibanmu sebagai lelaki?" Ia berdecak, sangat kupahami kekesalannya padaku.

"Dengar Justin" menempuk bahunya, Dad berhadapan denganku, "kau boleh bersedih soal Rose. Kau boleh soal itu nak. Tapi kau harus ingat, tugas lelaki untuk mencari uang. Dan kau harus melakukannya, karena apa? Alat medis Rose juga memerlukan biaya besar. Bangun Justin. Biarkan Rose berjuang untukmu disana, dan kau berjuang untuknya disini"

Dammit.airmataku turun. Ini awal ucapan Dad yang terlalu menyentuh hatiku. Bahkan melebihi ucapan Mom yang selalu membuatku menangis jika terus membicarakan Rose. Aku tahu Rose salah, tapi rasanya aku masih merindukannya, aku masih ingin melihat senyuman itu, aku masih ingin bersamanya, aku masih bisa memaafkannya. 'Fuck!Rose'

"Aku tahu perasaanmu nak, kau perlu perubahan. Ingat itu" dad menambahkan, ketika berlalu, ia mengambil bunga yang kugenggam bersamanya. Aku terjatuh dikursi dekat ranjang Rose. Rasanya sedih, kecewa,sakit, dan menderita. Mencampur beradu satu didiriku. Aku tak sadar menangis sejadinya, menggenggam tangan gadisku yang semakin mendingin, diiringi dengan suara medisnya. Aku sangat merindukan suaranya, tawanya, nada manjanya padaku, teriakannya, aku merindukan itu semua.

Kudengar ponselku berdering, melihat layarnya nama Yn-lah yang tengah menelfonku. Aku terlebih dahulu menetralkan suaraku serta isakan yang tersisa sebelum akhirnya mengangkat telfon darinya.

"hai, kau sedang apa?" Suaranya disana, begitu lembut. Hampir mirip pada Rose, meski kuakui miliknya lebih memikat hatiku.

"Aku sedang memikirkanmu. Kau sendiri?"

Ia terkekeh, membuat sudut bibirku terangkat. Bangkit dari kursi, aku keluar dari ruangan Rose. Berfokus pada Yn yang masih menelfonku. "Kau disana? Apa kau mendengarkanku?"

"Apa? Bisa kau ulangi kata-katamu? Aku tidak mendengarnya"

Yn berdecak disana. "Tak perlu. Tidak penting" suaranya yang memanjakan membuat jerryku menegang. Sialan! Aku membutuhkan dia sekarang. Bahkan sesulit keadaan apapun, suaranya, dirinya yang memulihkanku, jauh lebih baik. Dan itu baik. "Saat mendengarmu marah seperti ini, aku jadi merindukanmu Yn" ucapku sedikit menggoda. Kuyakin rona pipi merahnya sudah terbentuk disana. Dan ia dapat melihat wajah seringaianku. Selalu.

"Kau benar-benar brengsek, setelah berkencan dengan Lauren, kau menggodaku?"begitu jelas dalam suaranya Yn menahan tawa dan aku masih tidak memungkiri bahwa dirinya masih menganggap aku memiliki hubungan dengan Lauren yang membuatnya iri hati. Sampai sekarang aku tidak tahu caranya mengatakan yang sejujurnya padanya.

"Aku memang brengsek. Bisa kau bahagiakan aku malam ini?"

"Tidak. Bye" dan ia menutup telfon diakhiri dengan suara tawanya yang tak tertahankan. Seperti mendapat sengatan, aku langsung menuju apartementnya dengan mobil sportku yang melaju diatas rata-rata. Tak sadar hanya butuh beberapa menit hingga aku berhasil tersampai disana. Dengan langkah berburu, aku mengingat suaranya yang semakin menggoda Jerry yang tak tertahan dengan semua ini. Terdukung dengan cuaca malam dingin karena hujan melanda. Aku membutuhkan tubuh mungilnya yang hangat. 'Dammit!'

Diseberang lift, aku langsung menelusuri hingga menemukan ruangannya. Mengetuk pintunya dengan sabar hingga kuketahui kenopnya sudah berputar. Bukannya Yn, aku disambut oleh temannya, Gracia?

"Mau apa kemari? Dia tak ada" nadanya sinis. Seolah aku sudah berbuat salah dengannya. Aku yang geram karena nafsuku tertahan olehnya, balik menatapnya tajam.

"Dengar, jika saja kau bukan wanita, aku sudah menghajarmu disini. Aku tahu dia ada didalam. Bisakah kau minggir atau aku akan memaksa masuk" ancaku. Dan tawanya terdengar ironis. Brengsek.

"Pukul saja, bukankah bukan masalahmu jika aku itu wanita atau bukan? Toh kau sering melakukannya bukan?" Alisnya terangkat. Benar!dia mengenalku. Pasti. dan aku mengingat kejadian itu, ya! Tepat saat aku bersama Rose, tak jelas, aku dalam posisi mabuk, melayangkan tangan dihadapan seorang gadis yang menyakiti Rose. Bukan maksudku, namun ucapannya membuat emosiku memuncak dan tidak bisa terkontrol. Gadis itu terhampar kelantai disertai teriakan gadis yang lain.

"Siapa kau?"

Bibirnya terangkat miring, sang gadis dihadapanku memutar matanya padaku. "Kau brengsek. Salahmu membela gadis sialan itu. Si Rose yang tak punya malu, merebut Aaron dari Lauren. Dan kini, kau bertemu dengan Yn? Kau kira itu Rose? Heh?"

'Tunggu-tunggu? Dia kenal Rose? berarti ini bukan hanya soal Club. Lebih dari itu. Tapi, siapa dia? Bahkan wajahnya tampak asing.'

"Kau kenal Lauren? Dan Rose?"

"Tentu. Kau saja yang tak memperhatikan. Kau bodoh, jangan pernah bermimpi bila kau bisa menyakiti temanku hanya karena dia mirip dengan Rose. Tidak. Aku akan membuatnya menjauh darimu"

Aneh memang. Ucapannya yang seolah membenci Rose, dan kini ia berteman dengan Yn yang berparas seperti Rose? Oh yang benar saja! Mengapa? Dan bukannya ia mengenal Lauren? apakah Yn tahu jika si Gracia ini teman dari Lauren?

"Tunggu- aku tid-"

"Kau memang tak mengerti, yang terpenting adalah jauhi dia. Kau mengerti?" Ancamnya balik mengentrupsiku. Saat bibirku hendak terbuka ingin mengatakan sesuatu, Yn muncul dibelakang Gracia

"Grace? Siapa diluar?"

'Ok, namanya Grace. Bukan gracia.'

Si Grace menoleh, membiarkan sosokku terlihat olehnya. Yn tersenyum membuat hatiku kembali tenang. "Justin?" Panggilnya dengan nada tegang,terkejut,juga senang.

"Hai, aku mengganggu?" Kini aku menatapnya, si Grace menatapku sarkastik sebelum akhirnya meninggalkan kami. Ia menggeleng bersemangat, sepertinya Yn sudah terpengaruh dengan godaanku didalam telfon. "Jadi, aku boleh menginap malam ini?"

"Hmm..." kepalanya celingukan keluar pintu sebelum menyeretku masuk. Menguncinya rapat. Si Grace membanting pintunya terlalu kuat membuat tubuh Yn terloncat. "Ada apa dengannya?" Pertanyaannya seperti mengaju padaku. Aku mengindikkan bahu. Kudengar ia menggumam kata aneh disana. Mungkin ini pertama kalinya teman satu atapnya itu bersikap kasar, atau alasan lain yang tak kumengerti.

Kudorong tubuhnya masuk kedalam kamar. Sialnya karena aku menjadi sangat brengsek jika bersamanya. Hasrat itu semakin kuat ketika hanya ada diriku dan dirinya. Hanya dengan bertatapan beberapa detik, aku terhipnotis dan membuat bibir kami saling bersautan kemudian. Tak melepaskannya, aku menarik pinggangnya hingga kedua kakinya mengait pada lingkaran pinggangku, tangannya meremas rambutku yang sudah berantakan dibuatnya. Tangannya terhempas ketika aku berhasil menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang, kuambangi lagi dirinya, menyatukan bibir kami untuk malam ini, tanganku sudha menuruni bajunya hingga melewati kepala, begitupun denganku. Berhenti sejenak, masih mengambanginya, keningku dan Yn bersentuhan. Jari-jari bermain diatas dada bidangku.

"Apa yang kau bicarakan dengan Grace tadi?" Nadanya manja, yang membuatku tak tega untuk menjelaskan sekarang. Aku tak ingin ia terluka.

"Tidak ada. Bahagiakan aku Yn, aku janji kau juga akan bahagia bersamaku malam ini"

Ia mengigit bibirnya, "baiklah, bertahan Jus-" tangannya tiba saja meremas milikku, aku terkaget buat main, Semakin liar, dan kudapati wajahnya penuh kemenangan disana "tin" lanjut ucapannya yang terpotong karena perlakuannya barusan. Aku membalas senyuman nakalnya malam ini.

Rose For Rose ( Bieber Love Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang