Chapter 16

197 9 0
                                    

"Tunggu! Kalian ini sedang membicarakan apa?" Aku akhirnya menyuara setelah bergulat dengan pemikiranku sendiri. Keduanya bungkam. Maupun Lauren dan Justin tak menjawab, saling bertatapan hingga akhirnya Lauren mendesah pasrah, menggeram kesal. Bukannya menjelaskan, ia malah berlalu meninggalkan aku dan Justin serta Angel yang juga kebingungan dengan semua ini.

"Ayo pergi dari sini"

Tanpa komando Justin menarikku, aku bergugup berbicara dengan Angel untuk menjaga dirinya begitupun Angel yang berterimakasih padaku. Aku yang masih diseret olehnya hanya bisa bergumam tak jelas yang tak ia dengarkan. Brengsek.

"Justin! Stop!" Aku mengibaskan tanganku kasar. Berhenti dan sadar bahwa keadaan disekitaran sini begitu sunyi. 'Damn! Kami sudah berada dikoridor kampus yang jarang dilalui mahasiswa'

Aku memperhatikan lengan tanganku, memerah. "Sakit!" Mengaduh padanya. Justin yang hanya memandangi memasang muka geli yang tampak ketara.

"Kau lucu saat merajuk. Ayo pulang" saat ia mencoba menyeretku lagi, aku menghindar. Kali ini berhasil.

"Tidak. Kau lupa? Aku ada kelas. Dan karenamu bukuku tertinggal dikantin"

Ia tertawa geli, membiarkanku meninggalkannya berjalan kembali kearah kantin untuk mengambil bukuku.

..

Seusai kelas, aku melanjutkan pekerjaan dihari pertamaku. Dimana sang manager memberiku totebag nama yang kupasang disamping seragamku. Aroma semerbak baju baru yang kugunakan tercium, wangi. Seiring senyuman mengambang dibibir. Aku cukup senang. Disininya aku saat ini membuat Abah tidak perlu lagi menanggung kehidupanku di LA. Dikota penuh makna untukku.

Pelayanan super padat mulai datang meskipun hari semakin larut, ditengah mempersiapkan nampan untuk kubawa kesetiap pelanggan sesuai aturan, aku mendapati sosok Justin dengan wanita di hadapannya. Yang wanita mempunggungiku sehingga tak begitu terlihat wajahnya. Aku mengusap kedua mataku dan mengira tebakanku salah, tetapi dia memang Justin. Senyuman sinis ia tunjukan pada sang wanita misterius itu. Si wanita melambaikan tangan dimana Jessica, seorang karyawan disini menghampirinya. Jessica mengangguk menulis pesanan mereka. Justin berbicara sekejap pada Jessi juga wanita itu sebelum akhirnya Jessi kembali kedalam dapur. Aku terus mengamati sebelum akhirnya seseorang menepuk bahuku yang membuatku terjingkut kaget.

"Roy! Kau mengagetkanku"

Ia cengengesan tak jelas, "masih banyak yang harus kau antar. Kembalilah"

Jawabku hanya bergumam. Rasanya kakiku pegal harus berbolak balik dapur-meja pelanggan secara bergantian. Pangkal kakiku kram dan membutuhkan sebuah pijatan. Ditengah lamunan, aku membawa nampan berisi makanan dengan hati, aku harus menyelesaikan tugas dan pulang. Itulah rencanaku. Dimeja 53, aku mengantar makanan yang kutahu untuk Justin. Sangat mendongak, aku begitu terkejut dengan yang kulihat. Lauren, gadis yang selama ini membully-ku berkencan dengan Justin?

"Yn?" Lauren mengernyitkan keningnya. Aku berpura acuh. Rasanya sakit, disudut mataku, aku melihat Justin yang menatapku dalam. Sama terkejutnya dengan Lauren. Entah karena mereka tidak menyangka aku disini atau aku barusaja menangkap keduanya basah basah tengah melakukan kencan. Intinya aku kecewa, aku sangat kecewa.

Aku terpaksa tersenyum. Disepanjang meletakkan makanan diatas meja mereka, Justin tak berbicara namun matanya menatapku. Begitupun Lauren. Selesai,aku langsung melarikan diri dan lenganku ditahan oleh Lauren. "Kau mau kemana? Bergabunglah. Aku tahu ada sesuatu yang Justin mungkin ingin sampaikan" aku melihat Lauren yang meminta kepastian pada Justin. Dia masih bungkam, aku yang geram menarik diri. "Tidak terimakasih. Pekerjaanku masih banyak, kau punya hari esok untuk membullyku"

Didapur aku terus berusaha menyingkirkan pandangan dari Laurena dan Justin yang masih dimeja. Lauren tampak mengintrogasi Justin, hingga sosokku muncul dihadapan mereka saat meletakkan makanan, Lauren melirik, seolah aku yang tengah mereka bacaan. Justin tak menatap apapun. Bahkan Lauren, ia berfokus pada kaleng Coke yang kuserahkan tadi. Aku berpaling ketika mataku dan Lauren bertabrakan. Sangat berbeda, dikampus , Lauren menatap seolah ingin memakanku dan kini matanya berbicara dengan jalan yang berbeda. Miris dan penuh belas kasih. 'Ada apa sebenarnya? ' apa lauren merasa tak enak hati harus berkencan dengan Justin dihadapanku? Apa urusannya! Aku bahkan bukan siapa siapa Justin. Aku hanya gadis yang pernah ia sentuh secara bajingan.'brengsek, aku tertipu.'

Diapartement, Grace sudah terlebih dahulu pulang daripadaku. Aku mau tak mau harus berhadapan dengannya yang terlalu berpenasaran dengan kehidupanku yang rumit. Terlebih ponselku bergetar ketika aku tengah menceritakan pekerjaan yang kukerjakan. Saat menatap layarnya, tertulis Chris. Aku menghela nafas sebelum akhirnya beralasan pada Grace untuk masuk kedalam kamar. Dikamar, aku mengangkat telfon Chris.

"Ada apa?" Ucapku ketus.

"Kau diapartement? Boleh aku kesana?"

"Tidak. Aku lelah. Tinggalkan aku sendiri, ok?"

"Tap-"aku keburu mematikan telfonnya. Terlalu muak mendengar suaranya terlebih mengetahui bahwa yang pria meniduriku juga sama sama menipuku. Chris tidak pernah mencintaiku dan Justin sama bajingannya dengan dia.

Ah! Aku merebahkan tubuh diatas ranjang, pikiranku melayang mengingat betapa bahagianya aku saat bersekolah dulu. Sepulang sekolah, aku selalu mencari tempat makan bersama temanku, mengobrol untuk berjam jam lamanya. Sangat menikmati hidup, tetapi itu dulu. Cafe menjadi hidupku sehari-hari, kini, saat lelahnya tubuh, aku masih harus memasak didalam dapur untuk memanjakan perutku. Sebelum itu terjadi, aku membersihkan diri dibawah pancuran air Shower yang mengingatkanku pada Justin.'dammit!'

"Wow! Jadi Chris menelfonmu? Beraninya dia"

Aku yang mengunyah makanan hanya mengangguk memandangi Grace yang seperti akan keluar lagi makan ini. "Kau mau kemana? Memakai make-up seperti itu?"

Ia nyengir, "aku ada urusan. Katanya sepupuku mencariku. Jadi aku pikir aku akan pulang pagi untuk menginap dirumah tante. Kau tak apa kan?"

Aku mengangguk, meskipun sejujurnya seorang diri membuatku takut. tak sampai selesai makan, Grace sudah berpamitan pergi. Aku hanya melambai tanpa mengantarnya, rasanya perutku masih ingin menyerna sesuatu. Tak lama setelah sosoknya menghilang, aku mendengar suara pintunya kembali terbuka. 'Dia melupakan sesuatu'sudah menjadi rutinitas Grace yang gampang melupakan sesuatu.

"Ad-" ucapaanku terpotong. Aku menganga tak jelas karena tebakanku salah. Bukannya Grace, aku dihadapkan dengan pria itu lagi. Justin. Ia menatapku dalam. "Yn.."

Aku mengalihkan pandangan. 'Sial! Seharusnya aku mengunci pintunya seusai Grace pergi! Sial sial sial!'umpatku dalam hati.

"apa aku mengganggu?"

"Menurutmu?" Ujarku sedikit sarkastik.

"Ya, tapi sungguh aku tidak peduli"

Aku mendengus sinis. Bangkit dari kursi untuk meletakkan bekas piringku diwastafel. Menyalakan krannya, aku mencuci piringnya sedikit diperlambat. "Kau memang tidak peduli. Tidak peduli betapa bajingannya engkau. Setelah bersama Lauren, kini kau-"

Benda kenyal dingin itu menempel dibibirku, membalik tubuhku cepat hingga tak mengisakkan jarak diantara kami. Jantungku berdebar, tanganku yang masih dipenuhi busa sabun itu malah membalas pelukan hangatnya. Justin mengulum bibirku, mengunyahnya seolah aku makanan yang perlu ia makan. Aku terengah, Justin makin mempererat pelukannya. Kudengar percikan air sudah tak kudengar, aku dinaikkan keatas wastafel. Tangannya menyentuh lekuk tubuhku. Perlahan, berhenti dibelahan dadaku. Nafasku tersendat diantara ciuman kami. 'Justin..'

"Justin.." ucapku disela ciuman. Dia hanya bergumam. "Cukup.." aku menarik diri. Keningnya masih menempel dikeningku. Matanya menatapku, memelas. Dan aku luluh. Kembalinya Justin menciumiku, menuruni lekuk leher hingga desahan kecil keluar. Aku tak tahan, ia begitu menggaihrahkan.

"Bahagiakan aku Sayang.." ia berbisik tepat ditelingaku, mengigit kecil daun telinga, menggoda. "..sama seperti saat pertama.." ia masih berdesis menuruni kedua belahan dadaku. Rasanya aneh, kumis tipisnya menggelitik dipermukaan tubuhku. Aku semakin mabuk dibuatnya. Melayang tak tentu arah.

Rose For Rose ( Bieber Love Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang