Chapter 18

189 12 0
                                    

Saat pertanyaanku hanya dijawab dengan senyuman, rasanya kakiku menginjak-injak tanah dengan kesal, marah? Tentu. Aku butuh jawabannya. Ia berlalu meninggalkanku, aku segera membayar kearah kasir. Dimana Justin menyusulku.

"Ini saja?" Sang pegawai toko bertanya. Aku mengangguk, mengeluarkan beberapa lembar dolar, Justin tiba saja menahanku, ia mengeluarkan miliknya yang ia letakkan diatas meja. "Sudah lama tak berjumpa Justin" si penjaga bunga bertanya lagi, sedikit bersahabat dengannya. Kuperhatikan Justin tersenyum. bisa kusimpulkan bahwa sudah beberapa lama ini Justin tidak membeli bunga mawar lagi.

"Ya, yang kubelikan sudah tak lagi menginginkannya" jawabnya santai. Si pegawai jadi salah tingkah. Itu aneh, menurutku. 'Kuakui tatapan Justin membuat siapapun meleleh, tidak terkecuali si wanita bunga ini'   "sudah?" Matanya menabrak mataku. Aku mengangguk menerima sekantung plastik berisi pupuk yang kubeli hari ini. Justin menuntunku kembali kedalam mobilnya.

Diperjalanan, aku sempat berpikir dan mencerna ucapan Justin tadi. 'yang kubelikan sudah tidak menginginkannya lagi?' Apa itu artinya si gadis menolak Justin? Atau Justin putus dengannya? Atau bagaimana? Ah! Rasanya otakku penuh dengan pertanyaan yang sama setiap saat. Dan jujur, aku masih penasaran dengan sosok yang dirumah sakit. Haruskah aku menanyakannya sekarang?

"Yn.. kau mendengarkanku?" Justin. Aku baru tersadar, benar-benar tidak mendengarkannya.

"Tidak. Ulangi please?"

Ia tertawa lirih, "tidak perlu. Aku hanya menawarimu untuk main keapartemenku. Tetapi aku pikir, kau sedang banyak masalah. Jadi, lupakan"

'Waiitttt! Apartement Justin?'

"Aku mau." Jawabku cepat. "Maksudku-aku mau, ya. Aku aku" menampakkan deretan gigiku yang putih padanya, begitu excited dan kupikir baik untuk mengetahui Justin lebih dalam.

"Baiklah" Justin membanting kemudi, kurasa Jalannya berlawanan dengan Apartemenku. Aku memperhatikan sekitar dan tidak ada yang menarik ketimbang memandangi pria yang tengah disampingku saat ini. Begitu sempurna, bak malaikat yang tuhan berikan. 'God..'  tak sadar, mobilnya sudah terhenti. Tepat diarea parkir yang lumayan sepi. Aku melepaskan safety belt-ku sebelum akhirnya menyusul Justin yang sudah mendahuluiku. Menaiki lift hingga ke lantai 5, aku memperhatikan seksama dan apartement disini lebih baik dan tentunya lebih nyaman dari milikku. Diluar pintunya, tersedia karpet merah dengan berbagai Huruf, ada yang berbentuk A, H, juga J. Aku menemukan satu, kupikir inilah apartement Justin. Namun ternyata kami melewatinya, lebih dua ruang sesudahnya dengan karpet merah berbentuk huruf R Justin berhenti. Tebakanku salah mengenai huruf itu yang seharusnya menjadi inisial bagi para pemiliknya.

Justin Pov

Aku tak yakin dengan yang kupikirkan, ini gila. Membiarkan Yn tahu bahwa apartement ini adalah milik Rose. Tetapi jika menyimpannya terlalu lama, Yn akan semakin tersakiti. God, aku pikir ini yang terbaik. Masih menggenggam kuncinya, kami tepat berada di depan apartement Rose. Dimana dua ruang sebelumnya adalah apartementku yang sesungguhnya. Sudah lama aku tidak membukanya, disinilah tempat Rose selalu bersembunyi jika kami bertengkar. Disini pula awal cinta kami dimulai. Yn yang berdiri dibelakangku menunggu, tanganku hingga gemetar untuk membuka pintunya. Aku teringat pada ucapan Lauren, bahwa aku-..

"Yn?"

Kami bersama menoleh, mataku menangkap sosok bajingan itu dibelakangku.'brengsek! Aku lupa jika Chris juga tinggal disini-dulu.'

"Chris?" Si Yn menyaut, bisa kurasakan betapa pedihnya ia saat Chris mengatakan semuanya. Tentang dirinya yang tak pernah Chris cintai. Dimana aku menemukan raut kebencian Yn yang sudah menatapku lagi, mengalihkan pandangan. Aku memilih terdiam, begitupun Chris yang tidak menyapaku. Drama ini masih berlanjut. Semuanya sudah menjelaskan yang sebenarnya, terkecuali aku. Dan hari ini aku akan menjelaskan semuanya.

"Justin, bisakah kau cepat membuka pintu itu? Aku tak ingin melihatnya lagi" diujung matanya kutemukan sebutir airmata yang hampir terjatuh. Semakin membuatku ragu untuk mengatakannya, bagaimana jika ini semakin membuatnya sakit? "Justin... please.." kali ini ia memohon, dan sebutir kemudian sudah terjatuh. Rasanya menusuk jantungku. Segera kutempelkan bibirku padanya, tak peduli kami berciuman dihadapan Chris. Melihatnya serapuh ini mengalahkan apapun untukku. Tak sadar aku telah jatuh cinta padanya. Dia merenggutku, mengalungkan tangannya dileherku untuk memperdalam ciuman kami. Kuangkat pinggangnya untuk menyatarakan tinggi kami setelah akhirnya aku menarik diri menyudahinya, Chris menunduk penuh penyesalan. Bukannya membawa Yn masuk dan menjelaskan semuanya, aku menariknya menjauh dari apartement. Bukan saat yang tepat.

Didalam lift, Yn mengetuk-ketuk kakinya, gelisah. Setelah ciuman kami dihadapan Chris, Yn tak sekalipun berbicara. Hanya sekali, menanyakan mengapa kami tidak masuk dalam apartement. Aku memilih bungkam karena aku sendiri tak tahu alasan yang tepat untuk itu. Kuputar kemudi mobilnya kembali pada ruas jalan besar menuju apartementnya. Tak sampai beberapa menit, aku berhasil sampai. Untuk alasan tak jelas, aku selalu mengantar Yn hingga depan pintu yang masih tertutup, ia mengigit bibir.

"Apa?" Aku.

Ia tersenyum, kuakui senyuman itu lebih indah ketimbang milik Rose. Memicu gairahku untuk menciumnya lagi. Dan berhasil, bibirku mendarat lagi, kali ini lebih ganas dan liar ketimbang sebelumnya. Kugigit bibirnya untuk mencari jalan masuk agar lidahku bermain dengan miliknya, ia mengerang membuat tubuh ini semakin terpicu menjelajahi lekukan tubuhnya. Meremas kedua boobsnya secara brutal. Shit! Ini kelewat nikmat. Hingga suara pintu membuat kami menarik diri segera. Disana, teman satu apartement Yn berdiri. Yn tampak gugup seraya mengancing kembali kemejanya yang kubuka.

"G-g-grace?"

'Grace.'

"Siapa? Pacar baru?" Ia menunjuk padaku. Yn yang mengerti memperkenalkanku pada si Grace. Ia masih gugup, dan menangkap pandangan Grace yang tidak menyukaiku.

"Kalau begitu aku pamit pulang, masih banyak yang harus kukerjakan" aku memperhatikan Yn, ia membalas tatapanku. Tak sengaja aku melihat salah kancing kemejanya masih terbuka sehingga aku mendekat tepat ditelinganya, "kancingmu masih terbuka" godaku berbisik. Kudapati pipinya memerah yang membuat bibirku terangkat dan bergegas meninggalkan Yn dan temannya yang tidak menyukaiku.

Didalam mobil, aku kembali teringat janjiku pada Lauren untuk mengatakan yang sejujurnya. Sialan karena Aaron mengetahui Rose dirumah sakit, awalnya aku curiga mereka akan melakukan hal yang tak diinginkan dengan Rose. Tak disangka, dimalam aku melakukan dinner  bersama Lauren, aku menemukan Yn yang bekerja disana. Entah sejak kapan. Banyak hal yang tak kuketahui soal Rose. Dari mulai pertemanannya dengan Lauren, hingga hubungannya dengan Chris. Rasanya sakit setelah menunggunya bertahun tahun, kali ini aku baru mendengarkan Lauren. Menancap gas, aku mengemudikan mobilku diatas kecepatan rata-rata. Hatiku hancur, aku tidak sebodoh itu untuk mempercayai Lauren. Tetapi semua bukti itu memang mengarah pada Rose. Kupikir dia gadis baik, tetapi apa?

'Dia perebut Chris dariku'
'Drama queen'
'Tidak, Rose bukan gadis baik. Kami bersahabat, awalnya aku sangat menyayanginya, tetapi setelah aku tahu Chris yang saat itu bersamaku menjadi miliknya itu sangat tak adil.'
'alasanku tidak menyukaimu sejak awal, aku hanya ingin memisahkanmu pada Rose .bukan karena aku menyukaimu seperti yang Rose katakan'

Perkataan itu berputar diotakku, sepanjang hari. Bahkan bersama Yn. Ada perasaan kecewa mendalam pada gadis ku yang tengah berbaring dirumah sakit. Aku bahkan tak tega membiarkannya kedinginan disana, namun, Kali ini entah mengapa batinku berkata bahwaLauren mengatakannya dengan tulus. Semua perkataannya bukan tanpa bukti. Aku melihat semuanya, foto mereka saat bersama. Bahkan bersama Chris. Aku tidak menyangka bahwa Rose membohongiku terlalu banyak. 'Rose... kembalilah! ' satu satunya alasan Lauren berbuat buruk pada Yn adalah karena Lauren berpikir bahwa Yn adalah Rose, gadis yang ia benci selama ini. Bodohnya aku selama bersama Rose, aku tidak pernah mengerti alasan utama mengapa Lauren selalu mengganggunya. Terkadang sikap Lauren memang keterlaluan, namun mendengar semua cerita itu membuatku sadar bahwa disini Lauren-lah yang terluka lebih dalam ketimbang Rose. 'oh Rose.. katakan padaku, apalagi yang kau sembunyikan sayang..'

Rose For Rose ( Bieber Love Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang