4. [Laknatnya Penyebar Spoiler]

110 12 8
                                    

Dan ketika Pak Andalas melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang kelas, matanya menyipit seperti menyadari kejanggalan. Laras maupun Petra yang masih duduk bersama kini memejamkan kedua matanya berdoa agar guru laki-laki itu lupa akan kejadian terakhir.

"Petra." Panggilan itu membuat jantung Petra berhenti berdetak sejenak. Jelas, cewek itu terguncang.

Sebelum Pak Andalas melanjutkan ocehannya, Petra berdiri membereskan buku fisikanya. "Ma-maaf Pak, bukannya saya bermaksud untuk melangg--"

"Saya tidak perlu penjelasan kamu." Pak Andalas kini menatap Arsen yang ada di ujung dan mengisyaratkan cowok itu untuk pindah ke tempat Laras.

Otomatis, Laras hanya bisa menghela napas dan berjalan gontai menuju bangku belakang. Sedangkan Petra kembali duduk dengan wajah ditekuk karena kesal. Wajahnya semakin dia kerutkan ketika suara Arsen menjatuhkan dirinya di sebelah Petra terdengar cukup keras di telinga.

"Nah, saya harap nilai Arsen bisa perlahan naik dengan adanya Petra di sampingnya." Perkataan Pak Andalas ini berhasil mengundang ledekan sekelas yang berakhir riuh.

"Ciee, Arsen udah enggak jomblo."

"Iya deh, Sen."

"Ehem, keselek duren"

"Awas ada yang panas entar."

"Arsen jomblo enam belas tahun, sekali dapet langsung kelas tinggi cuy."

Wajah Petra memanas. Cewek itu benci jadi pusat perhatian, apalagi menjadi pusat perhatian dalam hal yang memalukan seperti ini. Baginya, diberi tanggung jawab seperti ini saja sudah memberatkan, apalagi harus diledek satu kelas masalah menjijikkan macam begini. Cobaan macam apa lagi yang menimpanya Ya Tuhan?

"Ayo kita lanjutkan materi yang sebelumnya," kata Pak Andalas sambil membuka buku materi ajarnya.

Tangan Petra terulur ke dalam tasnya. Menyelinap di antara susunan buku-buku yang rapi berdiri, dan mulai mencari sesuatu. Kemudian Petra menepuk jidatnya sambil menghela napas. Buku Catatannya kan, ia pinjamkan pada si tengil di sebelahnya ini?

Petra menadahkan telapak tangannya tepat di atas lengan Arsen, membuat cowok di sebelahnya itu menoleh. Arsen hanya mendengus, mengerti isyarat Petra, kemudian mengembalikan buku tulis berwarna biru muda itu pada si empunya.

"Udah lo pelajarin kan?"

"Hmm." Hanya gumaman itu yang keluar dari bibir Arsen.

"Udah kan?" tekannya lagi mencoba meminta kepastian.

Alih-alih menjawab, bahkan balas menatap Petra pun Arsen juga enggan. Cowok itu hanya mengeluarkan gumaman tidak jelas, yang membuat darah Petra mendidih.

"Lo nyebelin tau nggak?" desis Petra dengan wajah yang kelewat merah.

"Ada masalah Petra?" Suara Pak Andalas menohoknya. Membuat bibirnya mengatup rekat. Petra menggeleng pelan.

"Enggak ada apa-apa Pak."

Selepasnya berbicara seperti itu, Pak Andalas hanya mengangguk dan kembali meneruskan pelajarannya.

ParadigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang