8. [Masih Mencari Stabilitas]

72 11 5
                                    

Tiga puluh menit sebelum bel masuk pelajaran berbunyi, suasana kelas dua belas ipa C telah ramai oleh banyaknya siswa yang saling menyalin tugas matematika. Sedangkan Petra masih sibuk dengan buku bank soal bahasa inggris yang baru dibelinya minggu lalu. Sebenarnya percakapan orangtuanya masih berputar-putar di kepalanya, sehingga ia kurang fokus dan harus mengulang beberapa kali dalam membaca paragraf yang ada.

"Kamu nggak serius kan mau jual mobil untuk biaya kuliah Petra?"

"Jual mobil untuk biaya kuliah Petra."

"Jual mobil."

"Biaya kuliah."

Astaga. Cewek berkacamata itu menggelengkan kepalanya beberapa kali mencoba mengusir suara-suara itu dari pikirannya. Ia menarik napas panjang lalu mengencangkan genggaman tangannya yang sedang memegang pulpen. Ia bertekad untuk ke sekian juta kalinya untuk tetap fokus.

"Pagi." Kursi di sebelahnya terdengar digeser ke belakang disusul dengan suara tas yang ditaruh di atas kursi.

"Pagi," balas Petra masih berkutat dengan soal yang ada di hadapannya. Beberapa saat kemudian perempuan itu tersadar akan sesuatu yang janggal. Buru-buru ia menoleh dan mendapati Arsen duduk di sebelahnya.

Menyadari Petra yang menatapnya, Arsen ikut menoleh sehingga keduanya saling tatap. "Kenapa kok kaget?"

Petra menggeleng. "Ngapain duduk di sini?"

Mendengar itu Arsen tidak kalah kaget. "Lho ini kan selasa, lo lupa?"

Tentu saja Petra ingat, selasa dan kamis adalah hari dimana ia harus menarik napas lebih dalam karena pelajaran fisika yang ada. Namun tetap saja pagi ini, cewek itu keheranan.

Arsen mengeluarkan buku tulis bersampul biru muda dari dalam tasnya dan menyerahkannya kembali kepada Petra. "Gue kembaliin."

Setengah tidak percaya Petra menerima buku miliknya. "Udah lo baca?"

Arsen mengangguk pelan sembari melirik ke arah Petra. "Tulisan lo bagus."

Bingung menanggapi ucapan Arsen, Petra akhirnya memilih untuk tidak mengucapkan sepatah kata pun. Perempuan itu hanya membetulkan letak kacamatanya, tersenyum kecil dan mengangkat bahunya. Cewek itu akhirnya kembali berkutat dengan soal bahasa inggrisnya.

"Ngg ..." suara Arsen berhasil membuat Petra berhenti membaca teks narasi panjang berbahasa inggris dan menoleh. "Soal kemarin ...."

Mendengar kata kemarin, Petra hampir tersedak dan batuk-batuk mengingat apa yang ia lakukan kemarin di depan Arsen. Menangis. Perempuan itu takut-takut menatap Arsen. "Ke-kenapa?"

Menangkap gerak-gerik Petra, Arsen terkekeh. "Gue nggak akan bilang siapa-siapa kok. Maaf gue nggak bermaksud buat ikut campur."

Petra berdehem pelan. "Iya nggak apa-apa."

"Iya."

Suasana bertambah canggung setelah keduanya menatap satu sama lain tanpa ada yang menginisiasi obrolan kembali. Merasa tidak enak dengan suasana yang ada Petra mengembuskan napasnya, ia berseru, "Mau ngerjain soal fisika bareng?"

Cewek itu lalu merutuki mulutnya sendiri akan kesalahannya. Di telinganya sendiri bahkan ucapan tersebut terdengar seperti modus belaka yang sering dilontarkan cewek-cewek genit kepada cowok ganteng yang ditemui. Petra menyesal. Sedangkan Arsen tanpa berpikir panjang lagi mengangguk pelan.

Tunggu, batin Petra.

Petra tidak mengerti lagi dengan apa yang ada di kepala Arsen hingga cowok itu dengan entengnya mengangguk ketika diajak mengerjakan soal bersama. Maksud Petra, ini mengerjakan bersama lho, bersama. Bahkan beberapa hari lalu, laki-laki itu masih cuek saja ketika Petra pusing sendiri memikirkan nilai fisika.

ParadigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang