14. [Eksplorasi Bawah Laut]

66 8 12
                                    

Petra menelan ludahnya, matanya berkeliling menelusuri setiap sudut ruang petak empat kali empat meter itu. Mereka kini berada di ruang tamu. Ada dua buah pintu yang berhadapan di sebelah kanan dan kiri beberapa meter dari pintu masuk, mungkin kamar atau kamar mandi. Sejujurnya bukan posisi ruangan yang menjadi perhatian Petra saat ini, tetapi tentang bagaimana Arsen bisa tahan setiap hari tinggal di sini.

Petra tidak menyebut tempat tinggal Arsen yang saat ini buruk atau tidak layak, hanya saja ia cukup terkejut ketika melangkahkan kaki masuk. Karena tempat ini begitu kosong. Sebuah meja pendek kayu di ujung ruangan seperti menjadi satu-satunya penghias di antara bersihnya dinding dan ubin.

Arsen yang sudah berada di dalam menyadari kecanggungan Petra dan menggaruk kepala belakangnya. "Sorry ya kalau nggak ada apa-apa di sini, gue nggak begitu sering ngabisin waktu di sini atau lo mau belajar di rumah Damar aja?"

Petra menggelengkan kepala cepat, tangannya ia lambaikan di depannya. "Eh, nggak usah. Di sini enak kok hawanya, bersih juga."

Cewek itu membenarkan letak kacamatanya, kemudian tersenyum bingung. Arsen terkekeh melihatnya, ia mengayunkan telunjuknya ke udara kosong. Laki-laki itu kemudian berjalan lebih dalam. "Lo harus tau Pet, lo orangnya nggak bisa banget bohong."

Petra menggeleng. "Nggak kok, gue nggak bohong ya, di sini bersih. Lo ngebersihin sendiri?"

"Kalau bukan gue siapa lagi?" jawab Arsen sembari membuka daun pintu ruangan di sebelah kanan. Laki-laki itu masuk dan menutup pintu. Meninggalkan Petra yang masih tidak percaya kalau Arsen yang biasanya agak dekil itu bisa bersih-bersih.

Beberapa menit kemudian Arsen keluar dari ruang tersebut. Seragam pramukanya telah berganti dengan pakaian yang lebih santai, sebatas kaus oblong berwarna merah cokelat dan celana kargo selutut bermotif army. Ia memeluk gulungan karpet di hadapannya. Kepalanya yang tertutup oleh karpet, ia miringkan sehingga terlihat.

"Petra, boleh minta bantuan?" pinta Arsen yang langsung disambut dengan Petra. Cewek itu mengambil sebagian gulungan karpet tersebut dan membantu menggelarnya di lantai. Setelah karpet bulu berwarna biru muda itu dengan cantik terbentang di atas ubin, Arsen segera mengangkat meja kecil yang berada di ujung ruangan tadi dan menatanya ke atas karpet.

"Kayak gini kan enak." Arsen tersenyum bangga melihat karpet dan meja yang terlihat rapi. Ia kemudian menoleh ke arah Petra. "Lo mau ganti baju nggak?"

Mendengar itu kedua mata Petra membola. Ia menelan ludahnya dan segera meletakkan kedua telapak tangannya yang disilangkan di depan dada. Tidak ada yang aneh dari ucapan Arsen, hanya saja Petra merasa sedikit tidak nyaman mendengarnya. Ia menggelengkan kepala dengan cepat.

Sikap lucu Petra yang ada di depannya itu membuat Arsen tertawa lepas hingga bahunya bergerak naik turun. "Gue kasihan liat lo keringetan abis jalan tadi. Lo mikir apa sih? Heran gue, emang isi otak kebanyakan baca buku fisika kayak gini?"

Bibir Petra mengerucut. Cewek itu berdengus kemudian membetulkan kacamatanya yang merosot. Mendengar ucapan Arsen membuat Petra ikut melihat baju seragamnya sendiri. Ia baru menyadari kalau baju seragamnya cukup lengket karena tubuhnya mengeluarkan keringat berlebih hasil dari sepuluh menit berjalan kaki. Petra berdecak sebal, sebelum akhirnya ia mengulurkan telapak tangannya.

"Yaudah, gue pinjem baju lo deh ya, nggak apa-apa nih?"

Arsen mengangguk dan menunjuk pintu tempat ia keluar tadi. "Itu udah gue siapin di atas kasur, tinggal pilih aja. Tenang aja itu baju baru semua kok belum sempat gue pakai."

Akhirnya Petra menurut dan melangkah ke arah pintu yang di maksud, namun suara Arsen yang memanggilnya membuat Petra kembali menoleh. Arsen menatap Petra. "Sekalian lo mau minum apa? Air putih dingin? Air putih panas? Air putih suhu tiga puluh derajat?"

ParadigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang