"Petra...," panggil cewek duduk di belakangnya. Petra menoleh ke belakang tanpa ekspresi.
"Hm?"
"Kan kita fisika sekelompok nih." Perempuan dengan rambut di kuncir itu tampaknya bingung harus memulai dari mana. Ia menggaruk pelipisnya. Ia melirik teman sebangkunya yang biasanya lebih banyak berbicara.
"Kita bagi tugas ya." Cewek berambut pendek itu menimpali tanpa ragu. "Lo mau bagian apa Pet?"
"Tugas yang mana?" Dengan datarnya Petra bertanya, hal itu membuat cewek berambut pendek menarik napas.
"Yang itu loh, minggu lalu tugas kelompok disuruh bikin rancangan praktikum sama referensi kapasitor." Cewek rambut itu tersenyum. "Bagi tugas aja yuk, karena Arsen nggak ada di sini, ntar dia sisanya aja."
Petra menghela napas. "Udah nggak usah. Udah gue kerjain, tinggal kumpul."
Kedua perempuan di hadapan Petra melunturkan senyumnya. Keduanya kini saling pandang. Bingung.
Yang dikuncir menatap Petra. "Ng ... Pet? Semuanya udah kamu kerjain atau gimana?"
Petra mengangguk. "Iya udah semua kok tinggal dikumpul aja."
"Kok lo nggak bagi tugas ke kita sih? Kita kan jadi nggak enak," celetuk yang rambut pendek. Petra menatap nametag-nya yang bertuliskan Latania Alisa.
Petra mengangkat bahunya. "Gue lebih tenang kalo gue yang ngerjain semua sih. Nggak guna juga bagi-bagi tu--"
Perempuan dengan rambut pendek tampaknya kurang suka dengan ucapan Petra barusan. Ia melipat dahinya. "Emang kenapa kalo bagi-bagi?"
Petra diam.
"Emang kenapa kalo kerjain bareng-bareng? Ini kan tugas kelompok!" Tania menegaskan kembali pertanyaannya agar Petra tersudut.
Petra sebenarnya enggan menjawab. Tapi ditanya seperti itu terus membuat Petra gerah. "Gue lebih percaya diri kalo ngerjain sendiri."
BRAK!!!
Tangan Tania menggebrak meja hingga seluruh perhatian murid di kelas mengarah kepadanya. Teman sebelahnya yang rambutnya di kuncir, Oryza, mencoba menggoyang-goyangkan lengan Tania.
"Tan udah Tan."
Tania tidak menghiraukan Oryza, matanya menatap Petra tidak suka. "Maksud lo apaan? Lo ngerti kan bedanya kelompok sama individu?"
Petra mengangguk pelan. "Emang salah ya?"
Tania mendelik panas. "Gue tau lo pinter dan ngeremehin kita yang bego."
Yang dilabrak hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Kalau saja Tania tahu apa yang ia harus hadapi, kalau saja cewek itu juga merasakan rasanya dikejar-kejar oleh nilai seperti saat ini.
"Apa lo pikir kita semua sebego itu dan cuma bisa ngerusakin nilai lo?" Emosi Tania meledak.
"Tania udah." Oryza mencoba menghentikan sahabatnya yang terlanjur membentak dengan wajah memerah. "Lo diliatin banyak orang Tan."
Tania berhenti sebentar, melihat sekelilingnya, kemudian kembali menatap wajah Petra dengan tajam. Atmosfer di antara keduanya tidak terasa baik, saking tidak bagusnya sampai yang lain bisa merasakannya tanpa harus bertanya. Suasana diam, tetapi begitu penuh tekanan.
Laras yang baru masuk kelas menatap kerumunan pertengkaran Petra dan Tania langsung menarik tangan Petra ke sisinya. "Kenapa ini?"
Tania menatap Laras sinis. "Hebat juga lo tahan sama orang kayak dia." Cewek itu menunjuk Petra dengan emosi. "Tuh kasih tau temen lo, sebego-begonya orang bukan berarti dia nggak berguna."
KAMU SEDANG MEMBACA
Paradigma
Teen FictionTentang mereka, dua orang dengan dua cara pandang. Yang merelakan kebahagiaan untuk mengejar mimpinya, dan yang merelakan mimpi untuk bahagia. "Mungkin karena paradigma kita yang berbeda, rasa kita tak dapat menyatu." Forursmile.2017 P.s : ini teen...