13. [Dia Inkonsistensi Berjalan]

96 8 7
                                    

Arsen memasang ekspresi ngilunya ketika melihat Petra dengan wajah merah sibuk mengibas-ngibaskan tangannya di depan mulut yang 'hah-hoh-hah-hoh' kepedasan. Cowok itu menyodorkan botol minumnya di hadapan Petra. "Eh, sorry gue nggak tau kalau lo nggak suka pedas. Padahal saus doang, kenapa bisa keliatannya seram banget muka lo ya?"

Dengan cepat Petra menyambar botol tersebut dari tangan Arsen dan mereguk hampir setengah isi botol. Lidahnya yang terasa panas sedikit membuat rongga mulutnya tak nyaman sehingga ia harus mengeluarkannya selama beberapa saat, persis seperti anak anjing. Ia melirik ketus Arsen yang hendaknya ingin tertawa. Petra melotot. "Jangan ketawa lo!"

"S-siapa yang ketawa?" Arsen yang sudut bibirnya sudah gatal karena merasa geli dengan tingkah cewek di hadapannya ini, mendatarkan ekspresi wajahnya kembali. Takut-takut buku-buku tebal yang ada di atas meja Petra kembali bersua dengan pucuk kepalanya.

Petra memegang perutnya yang sakit.
Sepertinya ulah asam lambungnya yang tinggi karena kelaparan dicampur dengan pedas cabai yang mau tidak mau tertelan walaupun dalam jumlah sedikit. Perut Petra memang sedikit sensitif dengan sesuatu yang pedas. Ia mengumpat, "Sial."

"Eh, lo kenapa?" Ekspresi Arsen berubah seketika melihat Petra yang sedikit meringis dan memegangi perutnya.

Petra menggelengkan kepala, ia mengibaskan tangannya sebagai isyarat untuk mengusir kehadiran Arsen. Alih-alih pergi, cowok itu malah menurunkan posisi kepala sehingga bertumpu pada bagian luar lengannya untuk mencari-cari kedua bola mata Petra. Ia menempatkan tatapannya tepat ke dalam hitamnya pupil Petra, mencoba mencari-cari penjelasan.

Arsen tampaknya ingin memperlihatkan rasa bersalahnya sehingga ia melembutkan tatapannya. Bibirnya yang kecil itu mengerucut. Wajah manis Arsen seperti berbicara kepada Petra untuk menjawab pertanyaannya yang tadi.

Namun sayangnya Petra terus mengusir Arsen dengan gestur tangannya tersebut.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Arsen lagi. Suaranya melembut.

"Wah ada apa nih?" Suara Damar yang sengaja dikeraskan terdengar dari depan pintu. Ia kembali sambil menenteng plastik nasi bungkus di tangannya.

"Nggak tau pacaran aja tuh berdua," sahut Yudhis laki-laki yang duduk di dekat pintu sambil mengangkat kedua bahunya. Suara Yudhis disambut oleh beberapa suara lain yang kurang begitu terdengar tetapi kurang lebih memiliki makna yang sama.

Damar berjalan menghampiri meja Petra, kemudian beralih menatap Arsen seperti menanyakan ada apa. Sedangkan Arsen yang mengerti tatapan Damar hanya bisa garuk-garuk kepala. "Kayaknya gue bikin anak orang sa--ADUH."

Arsen sedikit menjerit ketika pahanya mendadak di cubit kecil namun keras oleh teman sebelahnya saat ini. Ia melotot ke arah Petra. "Kok gue dicubit? Pelecehan ini!"

Astaga! Itu mulut lemes sekali.

Petra mengambil napasnya lalu melambaikan tangannya agar Damar tidak usah memikirkan apa yang diucapkan oleh Petra. Namun sepertinya Damar terlalu peka atau ia terhubung secara lahir batin dengan cowok bernama Arsen ini, sehingga Damar langsung membulatkan matanya.

"Lo sakit Pet?" Damar menaruh kedua tangannya ke atas meja dengan badan yang ia condongkan ke arah Petra.

Sontak suara Damar mengundang perhatian murid yang masih berada di kelas, terutama Egra sebagai ketua kelas. Ia menoleh, "Lo sakit? butuh obat?"

Petra menghela napasnya sambil memaksakan untuk tersenyum. "Ah, cuma sakit perut biasa kok Gra. Nggak biasa makan pedas."

Arsen mengatupkan kedua telapak tangannya di depan wajah. Ia memejamkan mata. "Sorry banget, gue nggak tau kalau lo nggak bisa makan saus sambal. Sebagai permintaan maaf gue, terimalah nasi bungkus milik Damar ini secara gratis."

ParadigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang