Segelas teh hangat yang masih mengepul uapnya bertandang di atas meja. Arsen yang menaruhnya kemudian duduk bersila berhadapan dengan Petra. "Jadi ... lo mau cerita ada apa?"
Petra menyesap teh hangat yang disediakan, kedua matanya masih menghindari tatapan Arsen yang menunggunya bicara. Di wajahnya itu tertera jelas bahwa ia sedang tidak ingin membahas perihal ia tidak mau pulang.
Arsen mengangguk-anggukan kepala. Ia menatap lurus ke arah Petra. "Kalau nggak mau cerita nggak apa-apa kok. Oh iya terus gimana? lo mau tidur sama gue aja?"
Mendengar itu membuat Petra tersedak teh hangat yang masih diminumnya. Segera ia menaruh gelas yang ia genggam ke atas meja. Cewek itu batuk-batuk dan memukul-mukul pelan dadanya agar berhenti batuk. Petra langsung melotot ke arah Arsen yang senyum-senyum sambil berdengus geli. "Nah gitu dong berekspresi, lo kayak mayat hidup tau nggak. Tapi serius deh, lo nggak mau pulang beneran?"
Petra menggoyang-goyangkan gelas berisi teh hangat yang ada di genggamannya, tatapan matanya terkunci pada gerakan air teh yang bergolak di dalamnya. Lagi-lagi pandangannya jelas menghindari Arsen. Arsen langsung tahu bahwa jawaban dari pertanyaannya adalah tidak, Petra tidak mau pulang.
Tetapi ada apa?, batinnya mengernyit tidak mengerti.
"Lo nggak berniat buat nginep di sini kan?" Ia mengangkat sebelah alisnya. Cowok itu mencondongkan badannya ke depan dan menopang dagunya.
"Y-ya nggak mungkin lah," jawab Petra dengan gelengan kepala cepat. "Gue cuma nggak mau pulang."
"Terus lo mau tidur dimana kalau nggak mau pulang?" tanya Arsen melembutkan suaranya. "Di jalan? Di rumah Damar?"
Petra melipat dahinya lalu memiringkan kepalanya singkat. "Gue penasaran, kenapa lo dari tadi bawa-bawa Damar mulu?"
Cowok itu memberikan seringaian usil, kedua tangan miliknya masih menangkup menopang kepala. Ia memutar bola matanya ke atas, pura-pura berpikir. "Hmm ... Kenapa ya? Karena lo keliatannya lebih tertarik sama Damar?"
Nyali Petra menciut mendengarnya. Kalau mereka berdua berada di permainan catur, sekarang ini bisa dikatakan bahwa ia sedang berada dalam posisi skak, gara-gara Arsen. Degup jantungnya seperti kesetanan, Petra mendelik, "Ng-ngawur lo! Gue nggak tertarik."
Arsen terkekeh ringan, kemudian ia mengangkat kedua bahunya. "look, you're so defensive right now. Lo tau Petra? Apa yang lo pikirin atau rasain selalu tergambar jelas lewat ekspresi lo. "
Melihat wajah sok manis dari Arsen membuat Petra melengos, ia berdengus. "Emangnya lo ngerti apa tentang gue?"
Cowok itu menggeleng. "Nggak ngerti apapun, yang gue tau lo tuh dingin, jutek, galak, keras kepala, terus banyak pikiran, kadang wajah lo gampang kebaca kalau lagi mikir. Lo mikir apa sih kayaknya wajah lo garang mulu."
Arsen menatap Petra yang geleng-geleng ringan dan memberikan tatapan bahwa dirinya tidak seperti itu. Sehingga cowok itu kemudian mengangkat kedua tangannya dan bahunya. Ia mengangguk. "Oke, gue ngawur kok, gue belum kenal lo. Abaikan aja yang tadi. Oh ya, lo suka ikan nggak?"
Kernyitan timbul di dahi Petra, seperti menampilkan tanda tanya besar kenapa pertanyaannya malah menyasar ke ikan. Arsen mengangkat dagunya menunggu jawaban. Sedikit bingung untuk menjawab, Petra hanya mengeluarkan gumaman tanpa memberikan jawaban yang jelas.
Cowok di hadapannya itu berdengus kemudian berdiri sambil menarik pergelangan Petra, menyuruhnya untuk bangun. Beberapa detik kemudian Arsen menyadari kalau Petra tidak suka ditarik seperti itu sehingga ia cepat-cepat melepaskan genggamannya. "Sorry ... gue kebiasaan. Ayo bangun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Paradigma
Teen FictionTentang mereka, dua orang dengan dua cara pandang. Yang merelakan kebahagiaan untuk mengejar mimpinya, dan yang merelakan mimpi untuk bahagia. "Mungkin karena paradigma kita yang berbeda, rasa kita tak dapat menyatu." Forursmile.2017 P.s : ini teen...