5. [Karena Kamu Adalah Sebuah Katastrofe]

128 13 7
                                    

Petra menghela napas ketika menjejakkan kakinya ke dalam kelas. Rok abu-abunya tampak basah karena hujan di luar, sedangkan rambutnya yang dikuncir kuda tampak lepek dan lembab.

Di tempat duduknya, Laras tertawa ngakak melihat penampilan Petra. Sedangkan Petra merengut kesal sambil memanyunkan bibir.

"Hari Selasa emang bawa sial," keluh Petra membanting tas ranselnya dengan keras.

Laras memperkeras tawanya. "Kalo buat gue mah surga, bisa duduk sama cogan."

Dengan alis yang dinaik-turunkan, Laras menggoda Petra yang masih dalam keadaan setengah basah. Sedangkan yang digoda cuma bisa bersungut sebal. "Awas lo macem-macem sama dia."

Laras kembali tergelak. Puas ia tertawa pagi ini. "Macem-macem ah."

"Nggak gue anggep temen baru tau rasa," cibir Petra. Tawa Laras makin menggelegar.

"Gosh ... Kemana Petra sahabat gue yang anti-cowok. Sumpah enggak ngerti kenapa tiba-tiba lo jadi begini." Laras geleng-geleng kepala. "Kayak kesambet apa gitu."

"Gue juga enggak ngerti, sumpah." Petra mengeluarkan buku paket fisikanya.

"Dasar cewek labil," ucap Laras sambil mengacak rambut Petra dengan gemas. "Ewh. Basah." Merasakan basah di telapak tangannya, cewek itu memasang tampang jijik sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

Petra tertawa. "Suruh siapa."

Bunyi bel masuk adalah pintu neraka buat Petra, sedangkan jam pelajaran pak Andalas adalah nerakanya. Petra mengatur napasnya, batinnya jadi tidak tenang.

Pak Andalas adalah guru yang sangat mengutamakan efisiensi waktu. Jadi, siswanya sudah tidak heran lagi ketika bel masuk berbunyi, langkah lelaki paruh baya itu terdengar.

"Ya selamat pagi anak-anak," ucap guru itu sambil menaruh tasnya di atas meja.

Petra sendiri hanya diam mematung ketika Arsen menjatuhkan dirinya di bangku sebelah. Petra menengadahkan tangan, meminta buku tulis biru mudanya. Memang, kemarin sore Petra meminjamkan bukunya agar dipelajari, tapi cewek itu yakin betul, kalau ...

"Udah dibaca?"

"Belum." Petra menghela napas. Cewek itu yakin betul kalau cowok di sampingnya ini sama sekali tidak menyentuh rangkuman yang susah payah ia buat.

Dua kali. Petra sudah duduk dengan Arsen selama dua kali. Dan rasanya cewek itu mau kabur saja dari pelajaran fisika. Arsen sendiri dari tadi tidak bisa lepas dari 'cewek-cewek'nya di belakang. Pak Andalas yang seringkali memelototi Petra karena 'konser' milik teman sebangkunya mengganggu pelajaran membuat konsentrasinya buyar sudah. Petra benar-benar tidak kuat.

Brakkk!

Hingga pada satu titik cewek itu sudah tidak kuat lagi, Petra menggebrak meja dengan keras. Keras sekali sampai-sampai puluhan pasang mata yang ada di kelas ini, semua tertuju padanya.

Tentu saja, Petra malu. Pelajaran baru berlangsung setengah jam tetapi ia sudah mengacaukannya. Muka cewek itu merah padam, panas. Marah campur kesalnya bercokol dalam hati.

"Ada masalah Petra?" Pak Andalas mengangkat alisnya. Tatapannya semakin membuat Petra gelagapan.

"Anu pak."

Pak Andalas sepertinya menunggu penjelasan Petra. Cewek itu malah menunduk. Di sampingnya, Arsen tersenyum kecil. Sebuah senyum penghinaan yang minta ditampar.

Karena malu berat, cewek itu lari keluar kelas. Meninggalkan tiga puluh orang lain yang melihatnya aneh.

Petra kabur ke kamar mandi. Dadanya naik turun, mencoba menahan malu. Ia berniat melupakannya, tapi kejadian tadi seolah terus berputar di kepala Petra, membuat cewek itu memukul-mukul kepalanya sendiri dengan kesal. Arsen nyebeliiin ... ini semua karena dia.

ParadigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang