Bi Inem

84 21 0
                                    

"~baby i am sorry nowa isseodo nan lonely. . Saranghagin naega bujeokhan ga-bwa. Ireon, mothanan yeongsohal i am sorry .. ijen neowa naye story.. sarangiran naega bwabeonhang ga bwa.. ni gyeotte....!!" Ahra menaikan satu kaki keatas kursi, sambil mengancungkan jari telunjuknya ke udara, bersiap menyanyikan bagian reffnya.. ia berteriak sekeras-kerasnya.

"Isseodo baby!! I am so lonely.. lonely.. Lonely.. lonely.. lonely.. baby i am so lone..." ahra berasa ada diatas panggung.

"Ppakk!" Sebuah buku melayang dikepalanya. Hingga ia berhenti bernyanyi. #Tersangka : Via.

"Lama-lama gue budeg ra kalo lo kyagini terus." Omel via sambil memungut bukunya.

Mereka berdua sedang berada ditaman sekolah, disana terdapat beberapa buah pohon besar yang disediakan kursi panjang dibawah setiap pohon. Tahun lalu, ahra sudah dinobatkan menjadi penunggu salah satu pohon besar itu.

Ahra kembali duduk manis disamping via. Masih tetap bernyanyi tapi hanya terdengar bunyi ssh ssh shh ssh .. karna ahra berbisik.

Tanpa mereka sadari febri sedang mengendap-endap dibelakang mereka, bersiap mengagetkan salah satu dari 2 macan itu.

"bbbaaaaaa!" Sekuat tenaga febri mengagetkan ahra di bahunya, hingga tanpa sadar ahra terlempar dari kursi.

Via menoleh sinis, tanpa sedikit pun ada rasa terkejut.

"Hhahah, Bulan! Yaampun sorry bul." Febri langsung menuju tempat tergeletaknya ahra akibat dorongannya.

"Lo gimana sih feb! Minggir.!!" Raka meneriaki febri dan mendorong febri menjauhi ahra.

"Iiyya, sorry.. ." Febri duduk disamping via.

Ahra dibantu berdiri oleh Raka. Raka deg-deg-an, ada cairan di dahinya.

"Mati lo hari ini feb! Dorr!" Ahra mengarahkan telunjuknya ke febri, berhayal bahwa tangannya adalah pistol.

Febri refleks memegang dadanya."Aauu!! Gue tertembak! Vi-vi-a hhh hhh te-to-to-long ja-ga an-ak an-ak ki-taa hhh.. maa-aff i-i-in g-gu-ee! " nafasnya terengah-engah.

Brukk! Febri tewas!.

Hhuahahahahaa! Ahra tertawa jahat.

Via dan Raka yang menyaksikan kejadian amat dramatis itu hanya memandang jijik.

"Udah? Tamat dramanya??" Tanya via ke febri yang berpura-pura mati sambil duduk disebelahnya.

Febri segera bangun. Ahra berhenti tertawa dan cepat-cepat kembali duduk disebelah via.

Raka masih mematung ditempatnya berdiri.

"Feb, kalian ga punya kerjaan lainnya? Main ke apa ke kemana ke, yang penting jangan gangguin gue!" Via blak-blakan banget.

"Siapa yang gangguiin.. gue juga banyak kerjaan kali.. tuh si curut yang ngajakin gue kesini .." febri menunjuk raka dengan memonyongkan bibirnya.

Raka masih mematung ditempat. Memandangi ahra.

Mungkin karena akting ahra tadi raka merasa ahra bukan menembak febri tapi hati raka yang tertembak.

Ahra yang menyadari raka sedang menatapnya langsung memeriksa sela-sela matanya kali aja raka kygitu karena ada kotoran dimatanya. Tapi kenyataan mata ahra bersih! bersinar!

Karena penasaran, Ahra pun menatap balik mata Raka. Mereka bertatapan.

2 makhluk tuhan ini seperti saling berbicara dalam tatapan mata, hanya mereka yang tahu.

Febri yang menyadari hal itu bergantian melihat ke Ahra-Raka-Ahra-Raka-Ahra-Raka.

"Wahh kayanya ada yang ga beress nih." Via berbisik ke febri sambil senyum-senyum.

*****
Ahra pulang kerumah terkejut melihat pintu rumah yang tidak terkunci.

"Tumben mama pulang secepat ini, terimakasih kau sudah mendengar doa hamba mu ini ya tuhan.." ahra berucap di depan pintu.

Ahra tambah terkejut setelah membuka pintu, dilihatnya ruang tamu rumahnya sudah bersih dan rapi. Hal yang sangat jarang terjadi.

Ahra cepat mencari sarang laba-laba peliharaannya dibelakang sofa, sudak tidak ada! Semuanya bersih!

Didengarnya suara perempuan tua bernyanyi dari dalam rumah.

Perasaan ahra mulai ga stabil, muncul pikiran-pikiran negatif.

"Jangan-jangan rumah ini udah dijual mama!"

Ahra ragu, tapi dia memberanikan diri masuk lebih dalam.

Benar saja! Dilihatnya sosok wanita paruh baya sedang merapikan benda-benda yang berserakan diruang tengah.

"Permisi, maaf bu. Saya anak dari pemilik yang lama rumah ini." Ahra hampir menangis, ia tidak menyangka bahwa akhirnya rumahnya akan dijual.

"Oh?? Non Bulan ya? Kenalin non, saya bu inem, Juminem. Pembantu baru di rumah enon."

"Nama saya bulan aja ga pake non bu."

"Ahaha, non bisa aja."

Ahra tambah takut.

"Ibu, kayanya Ibu salah rumah deh, mama saya orangnya super pelit, ga mungkin mempekerjakan pembantu. Saya satu-satunya pembantu dirumah ini." Ahra menyombongkan kerjaan sampingannya dirumah ini, selain sebagai anak, ahra juga seorang pembantu.

Ahra langsung menelpon mamanya.

"Ma, gawat ma. Ada ibu-ibu ngaku kerja dirumah kita, padahal kan mama ga punya duit buat bayar pembantu." Ahra berkata dengan polosnya.

"Ngomong apa sih kamu bulan? Mama ga pernah ngasih uang banyak ke kamu bukan berarti mama ga punya duit. Mulai sekarang Bi inem yang bantu kamu beres-beres rumah ya. . Yang kamu bisa kerjain sendiri, kerjain aja sendiri. Udah ya, mama pulang ntar malam."

"Serius ma??"

"Satu lagi. . Kalo nyuci baju biar bibi aja ya, kamu nyuci baju kamu sendiri aja. Mama ga mau ada kejadian kaya kmarin lagi. Abis semua dompet papa seisi-isinya kamu cuci bersih."

"Hhuahahahahaaa, iyaa, bulan inget.. foto SMA mama yang ada disana luntur kan, terus muka mama jadi item-item gitu."

"Bulaaaan.."

"Ehh, iya iya sorry ma.. bulan tutup teleponnya ya.. bye mamaa.. fighting!!"

"Non, ma..." kata-kata bibi terpotong.

"Panggil bulan aja bi." Ahra langsung naik ke kamarnya. Ahra benar-benar risih.

*****
Seperti biasa, sebelum tidur, ahra selalu menyimpulkan kejadian-kejadian yang dilewatinya seharian penuh hari ini.

Di Kamar Bulan

"Apa jadinya yaa kalo gue suka sama temen sendiri.. gak! Gimana pun juga, Temen ya tetep temen!"

#sepertinya bulan mulai menyukai seseorang.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang