XXIV: Setelah Delapan Tahun

9.6K 780 18
                                    

Zula's POV:


"Zulaaa!" Teriakan Bunda terdengar dari luar pintu kamar.

Aku yang sedang mengaitkan jarum pentul di kerudung segera menyelesaikannya dengan cepat. "Iya, Bun! Bentar lagi!" Setelah selesai memakai kerudung dan merapihkan penampilan, aku keluar kamar dan di meja makan sudah ada Bunda, Nini, dan Aki yang siap dengan piring dan sendoknya.

"Perawan lama banget sih dandannya." Ujar Nini sambil menyendok nasi dan lauk ke piring untuk diberikan kepada Aki.

Bunda hanya tersenyum tipis. "Pulang sore kan, Zu? Bunda mau minta anter kamu ke pasar, ya. Mau beli bahan kue." Aku hanya mengangguk kecil dan mulai menyendok nasi dan lauk untuk sarapan.

Aki memperhatikanku sejenak. "Kamu teh dari dulu mukanya segitu-gitu aja. Umur dua puluh tiga kaya anak SMA aja. Itu apalagi mata kamu, kaya anak SD."

Aku hanya tertawa kecil. "Gapapa, dong. Jadinya kan awet muda. Di sekolah juga ketemunya sama anak-anak kecil terus. Jadi, Zulanya juga kebawa muda terus."

Nini ikut angkat bicara. "Kamu bisa sabar gitu ngajar di SLB? Kan, anak-anaknya bukan kaya anak-anak di sekolah biasa. Pada susah gak kalau diajarin?"

Aku melebarkan senyuman. Mengingat aktivitasku setahun belakangan ini sebagai guru di salah satu sekolah luar biasa (SLB) di Bandung. Pekerjaan yang menguras kesabaran luar biasa, namun menghasilkan perasaan bahagia yang luar biasa pula.

"Ya gitulah, Ni. Tapi Zula seneng. Nini kalau ngajar di sana juga awet muda, deh!" Kataku disertai seringai tawa kecil kearah Nini.

Nini menyuapkan sesendok nasi kemulutnya. "Ah, darah tinggi Nini pasti naik. Nini kan gak sabaran. Bukannya awet muda malah tambah banyak kerutannya atuh." Ujarnya dengan aksen sunda yang kental.

"Ngomong-ngomong soal sekolah, kamu kan ngajar ketemu anak kecil melulu. Terus kapan kenal sama bujangnya?" Kata Aki angkat bicara.

Aku tersedak kecil dan meneguk air putih. "Jodoh mah pasti bertemu, Aki. Ngomong-ngomongin bujang melulu, nih. Cariin aja duluan buat Bunda." Ucapku sambil melirik Bunda.

Bunda mendesis pelan dengan tatapan kesal. "Bunda mah gak mau nikah lagi. Kan, mau ketemu Ayah lagi nanti di surga." Ujar Bunda diakhiri senyuman.

Aku ikut tersenyum. Teringat olehku perkataan Bunda beberapa waktu yang lalu. Pasangan di surga nanti kalau perempuan itu suami yang terakhir dinikahinya di dunia. Bunda gapapa jomblo sampai meninggal. Yang penting, disurga nanti bisa jadi pasangan Ayah lagi.

"Kamu udah dewasa lho, Zu. Gak kepikiran ke sana?" Ucap Bunda lagi.

"Ke sana kemana?" Titurku pelan.

"Ya... menikah lah." Jawab Bunda pelan.

Aku menarik napas pendek dan menyelesaikan sarapan dengan cepat. Setelah selesai menghabiskan makanan aku bangkit dari kursi kemudian mencium tangan Bunda, Aki, dan Nini bergantian. "Aku berangkat, ya. Assalamualaikum!" Tuturku sambil berjalan keluar pintu.

Samar-samar, terdengar celotehan Bunda, Nini, dan Aki. "Si Zula teh kalo di singgung-singgung nikah aja langsung kabur begitu." Itu suara Nini.

Tentang Davin: Jarak [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang