Zula's POV:
'Gue cinta sama lo, Zu. Tanpa karena, tanpa tetapi, dan tanpa pertanyaan lainnya.'
Kalimat yang Davin ucapkan di rumah sakit itu terus terngiang di otakku. Bahkan di saat doa seperti sekarang. Bunda menyenggol lenganku. "Kok bengong? Waktu-waktu mustajab begini bukannya doa." Kata Bunda memperingatkanku.
Kulirik jam dinding yang ada di ruang sholat dan sekarang sudah pukul tiga malam. Aku hanya mengangguk dan berusaha mengenyahkan kata-kata Davin. Ayah yang menyadari raut wajahku langsung bertanya. "Mikirin apa kamu, Zu?" Sekedar informasi, sudah seminggu belakangan ini hubunganku dengan Ayah sudah membaik.
Aku menggeleng dan melepaskan mukena karena sholat qiyamul lail memang sudah selesai dilaksanakan. "Enggak. Aku cuma mikirin hafalanku masih di Al-Mursalat dan belum nambah." Ayah menyipitkan matanya seolah tidak mempercayai ucapanku. Aku tidak peduli dengan tatapan Ayah dan segera keluar dari kamar sholat.
Saat tanganku menyentuh kenop pintu, suara berat Ayah terdengar. "Ayah tau kamu bukan mikirin itu." Katanya. "Kamu lagi suka sama seseorang dan kamu mikirin dia." Tukasnya.
Aku tidak membalas ucapan Ayah dan langsung berjalan ke kamar. Siapa yang suka sama seseorang, sih?
***
Davin's POV:
Jam menunjukkan pukul tiga pagi dan gue udah kebangun di jam-jam segini. Gue nyoba tidur lagi, tapi gak bisa. Akhirnya gue memainkan handphone dan mengecek sosial media yang gue punya. Tiba-tiba gue kepikiran buat nelpon Zula. Ya apa salahnya kalau dicoba? Ya walaupun kemungkinan diangkatnya kecil banget sih kalau inget respon dia di Rumah Sakit kemarin.
Tapi Davin itu pantang menyerah!
Jadi, gue menempelkan handphone di telinga kanan sambil rebahan di kasur. Gak lama telpon diangkat. Ini serius diangkat? Seri-
"Assalamualaikum."
Serius diangkat, guys. Ya ampun terhura. (ini bukan typo)
"Waalaikum salam. Lo... udah bangun, Zu?"
"Iya. Tadi abis qiyamul lail."
"Wah, sama dong."
"Kamu abis qiyamul lail?"
"Eh? I-Iya. Di mimpi."
Terdengar dengusan kesal Zula. "Ada apa telpon?" tanyanya langsung ke inti.
"Soal di Rumah Sakit-"
"Aku gak tau harus respon gimana, Vin. Tolong... jangan bahas itu dulu, ya."
Gue mengangguk. Oke, mungkin ini hal baru buat Zula. "Hm... mau dengerin lanjutan tentang cerita gue yang nggak seratus persen bener itu, gak?" Tanya gue untuk memecah keheningan.
"Boleh."
"Hmm. Gue cerita soal Mama, ya. Gue mulai tahu Mama sakit sejak kelas 1 SMP. Waktu itu kanker Mama masih stadium satu. Gue masih berharap Mama bisa diselamatkan. Lo tahu gak apa yang bener-bener gue suka dari Mama?" Tanya gue sambil ngecek Zula masih menyimak cerita gue atau enggak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Davin: Jarak [Completed]
Espiritual[BUKU PERTAMA DWILOGI TENTANG DAVIN] Karena sejatinya, akan ada masanya di mana setiap kisah cinta akan menemukan jarak dalam perjalanannya. Catatan: Ditulis ketika belum paham EBI dan teori kepenulisan. Banyak saltik dan ejaan yang belum benar.