Nine.

67 4 0
                                    

(Deva pov)

Aku dan Amel sekarang ada di taman belakang sekolah, karna cuman tempat ini yang paling sepi jarang anak-anak yang datang. Aku tak tahu apa yang menyebabkan ku menangis, setiap ku melihat muka Rena ku selalu ingat kajadian hari itu.

"udah dong Dev jangan nangis gue ngerti kok" ucap Amel menenangkanku. Aku diam sambil menutup mukaku dengan kedua tanganku. Ku sedikit tenang saat Amel mengelus punggungku.

Namun elusan itu tak berlangsung lama. Saat ku ingin mendongakkan kepalalu, ku merasa ada yang membawaku kedalam pelukan. Aku tak tahu siapa dia, namun yang pasti ku hafal dengan aroma parfum ini. Keano!

"Dev, kalo lu mau nangis-nangis aja disini, dipelukan gue, gue rela baju gue basah asal lu bisa lebih tenang" ucap Keano sambil sesekali mengusap punggung dan rambutku.

Tapi aku tak merasakan perasaan nyaman itu sama sekali, perasaan yang muncul saat Dafa memelukku dan menenangkanku. Ku berharap Dafa yang saat ini memelukku dan menengangkanku. Kamu kemana Daf.

Dengan perlahan ku melepaskan pelukan Keano, tangisan telah berhenti saat Keano membawaku ke dalam pelukkannya.

"Udah tenang?" Tanya Keano yang ku jawab dengan anggukkan. " lu gausah sungkan Dev kalo mau cerita pas ada masalah gue bakalan dengeri dan mungkin gue bisa bantu sebisa gue" lanjutnya sambil memegang ke dua bahuku.

Lagi-lagi hanya ku balas dengan anggukkan, ku agak malas berbicara dengannya terlalu sok perhatian.

Ku menunduk saja, lebih baik ku melihat sepatu biru navyku ini dari pada melihat mukanya. Pasti kalian mengira Keano itu jelekkan? Item? Terus tompelan atau giginya obsite? Itu semuaa salah.

Kenao itu ganteng, ganteng banget malah, dengan rambut coklat terang alaminya, alis tebal yang berwarna hampir senada dengan rambutnya, bibir merah muda yang agak sedikit tebal namun terlihat seksi, hidungnya yang mancung dan kulit putih langsatnya.

Perempuan mana yang tidak akan melihatnya saat ia berada di keramaian. Namun itu tak berpengaruh kepadaku, aku sama sekali tak memiliki perasaan kepadanya. Kadang aku merasa terganggu apa bila ia tiba-tiba datang ke hadapanku, memelukku saat ku nangis dan mengatarku samapai kekelas.

Mungkin bagi murid perempuan di sekolahku, aku siswi yang beruntung. Tapi tidak menurut ku. Kurasakan cengkraman di bahuku mengeras, Keano kenapa? Ku dongakkan kepalaku ku melihat raut mukanya berubah menjadi kesal pandangannya mengarah ke sebelah kirinya.

Ku ikuti arah pandangannya, disana di balik pohon ada siswa yang sedang memperhatikan kami bertiga. Tapi aku tak tahu siapa dia.

"Lu yang di balik pohon meningan keluar dari pada gua samperi" teriak Keano.

Geram karna cowok itu tak keluar dari persembunyiannya, Keano berlari ke pohon itu dengan rahang mengeras dan tangannya terkepal hingga buku jarinya memutih.

Aku dan Amel hanya saling pandang ketika melibat Keano berlari ke arah pohon itu. Tiba-tiba suara Keano yang diiringi suara tonjokkan itu membuat aku dan Amel bergegas menyusul Keano.

"Eh anjing maksud lo apaan ngintip-ngintip kayak gitu hah?" Ucap Keano dan *bug*bug*.

Dan betapa kagetnya aku saat melihat siapa yang di gebukin oleh Keano. Dia Dafa.

"Stop No stop!"teriakku yang langsung membuat Keano menghentikkan pekerjaannya.

Ku lihat Dafa bajunya sudah berantakan, ujung bibirnya berdarah, rahangnya lebam. Cukup Keano udah keterlaluan.

"Daf lu gapapakan?" Tanyaku sambil berjongkok di depannya.

"Ga kok gue gapapa, aduh" jawabnya dengan memaksakan senyumnya.

Someone In My PastWhere stories live. Discover now