1 - Salah

157K 6.6K 277
                                    


Diam.

Berpikir tentang nasibnya beberapa hari kemarin saat dia mengatakan hal yang tidak-tidak pada temannya yang dia suka. Seharusnya Dara hanya diam waktu itu, daripada membuat dirinya malu untuk bertemu dengan temannya. Dan kenapa, sih, mulutnya tidak mau berhenti berbicara waktu itu? Dara menepuk kepalanya, pelan. Dia sudah mempunyai berbagai cara untuk menghindar dari temannya, tapi itu tidak mungkin karena mereka satu kelas. Tidak mungkin Dara harus membolos setiap harinya hanya untuk menghindar dari temannya, tidak mungkin juga dia harus rela-rela pergi ke kantin saat pelajaran karena harus menghindari temannya, tidak mungkin dia harus membuat list berbagai ucapan untuk izin ke belakang kepada gurunya. Tidak, Dara tidak senekad itu.

Tapi, ini berbahaya. Dimana kamu berada di ruangan yang sama dengan orang yang kamu suka dan baru saja menyatakan—ralat, Dara tidak pernah mengatakan rasa sukanya. Lebih parah daripada itu, dia 'menembak' temannya. Yang tidak lain adalah Benaya, Si Mulut Pedas bertubuh tegap. Benaya yang selalu mengejeknya karena dia mendapat nilai empat di setiap pelajaran menghitung, termasuk Fisika. Benaya yang selalu mengejeknya karena ia menyukai teori Janet Sky dengan bukunya yang berjudul panjang. Benaya yang suka memberinya permen Milkita dengan berbagai macam rasa setiap harinya.

Dara menghela napasnya. Ya, Benaya Alghariz. Yang itu.

Kenapa dirinya bisa menyukai cowok itu, sedangkan lebih banyak cowok di luaran sana yang lebih aman dan tampan? Aman karena dia tidak pusing untuk memikirkan hal semacam ini nantinya. Bisa dibilang, Dara ini terjebak friendzone. Tapi, Dara tidak menyetujui ucapan friendzone. Karena cinta awalnya dari kenalan dan pertemanan. Dara mengacak rambutnya frustasi. Entah kenapa pikirannya jadi melantur pada hal itu dan tidak memikirkan cara bagaimana dirinya menghindar.

"Pelangi pelangi, alangkah indahmu. Merah, kuning, hijau, di langit yang biru. Mukamu kok lucu, mukamu kok bete. Kenapa, kenapa, bisa saya bantu?" Anang, Si Pentolan kelas XI MIPA 4 datang ke meja Dara dan Nia dengan menyanyikan lagu Pelangi-Pelangi dengan nada sumbang. Teman Anang yang selalu menemani, Cahyo dan Bangkit, itupun memegang botol plastik milik Dara sebagai mic Anang. Tak lupa, kentrung berwarna cokelat dengan stiker Avenged dibawa oleh Anang sebagai pengiring.

Dara merengut sebal sambil menatap Anang. Sedangkan sahabatnya, Nia, sudah menutup telinga. "Ish, rese ah, Mas," sahut Nia kesal. Bibirnya yang tipis sudah maju beberapa senti. Anang tidak peduli, toh dirinya tidak menganggu Nia. Dan jika Nia merasa terganggu, itu bukan salahnya.

"Lha wong aku nyanyiin Dara kok kamu yang sewot, Ni?" Anang mendumel pelan, tapi cukup jelas untuk didengar oleh Nia yang sudah akan pergi meninggalkan sahabatnya yang sedang dikerubungi. Dara menatap melas Anang yang sedang cengar-cengir sambil memegang kentrung. Bermakasud menyuruh Anang pergi karena suasana hati Dara sedang tidak bagus. Tetapi, cowok berkulit cokelat itu malah tetap berdiri diam di depan mejanya.

Anang menggoda Dara bukan berarti dia suka dengan gadis itu. Memang dasarnya saja Anang sangat suka menggoda cewek-cewek di kelasnya. Bahkan pernah sampai membuat salah satu cewek di kelasnya menangis dan melapor kepada guru Bimbingan Konseling. Alhasil, Anang dimarahi habis-habisan oleh guru tersebut. Ditambah, Anang selalu bandel jika urusan masuk-memasukkan seragam atasan. Dan membuat gurunya akan mengelus dada, mencoba sabar. Tetapi tidak sedikit kelakuannya yang seperti itu membuat beberapa teman di kelasnya merasa terhibur.

Anang memberikan cengirannya. Nia sudah berlalu beberapa detik setelah ia menampar lengan Anang dengan pelan. "Kenapa, Dar?" Anang menaik-turunkan alisnya sambil bertanya dengan nada super duper lembut.

Tidak menjawab, gadis berkucir biru itu malah menelungkupkan kepalanya di antara lekukan tangan. Matanya terpejam dan napasnya sangat berat. "Mas Anang daripada nggak jelas, nyanyiin gue lagu, dong," gumam Dara sedikit menguap—padahal masih terlalu pagi untuk sekadar menguap. Tapi semalaman Dara membaca selusin komik di kamarnya sampai subuh, lalu setelah itu salat dan tidur hanya satu jam. Itu rekor karena sebelumnya dia tidak pernah tidur sampai pagi. Dan akibatnya, ia mengantuk sekarang—dengan pikiran yang hanya tertuju pada Benaya.

Benaya dan DaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang