2 9
_______Salah nggak sih, kalau Dara cuma diam? Apa karena semalam, dia dimarahi Ayahnya, jadi tidak bisa berpikir jernih? Bukan jorok juga sih yang dimaksud. Tapi, di kepala Dara seperti ada gulungan benang ruwet yang membuatnya harus mau memisahkan benang lain untuk bisa meluruskan satu benang. Intinya, Dara tidak yakin barusan yang ngomong itu Benaya.
Ya ... siapa tahu itu Benjamin. Tidak! Jangan gila, Dara ... itu tambah nggak mungkin.
Sedari tadi, omongan Benaya sudah ngelantur. Dara tidak paham pasti alasan Benaya, kenapa mau menceritakan hal itu. Mungkin karena benturan keras di perutnya berpindah di kepala cowok itu. Makanya jadi ngelantur.
Takut egois? Tanya Revran? Menceritakan tentang Vera? Yang benar saja. Itu seperti bukan Benaya. Apalagi cowok itu menyuruhnya untuk jangan terlalu baik sama cowok. Terakhir cek, seseorang yang mengatakan hal itu artinya cemburu. Dan kata 'cemburu' tidak akan pernah ada pada diri Benaya untuknya.
Ia jadi ingat semalam. Dimana setelah pulang, Dara dikejutkan oleh ayahnya yang sedang nonton televisi di ruang keluarga. Sambil nyemil kuaci dan menyediakan air putih di cangkir. Dara yang waktu itu membawa kotak--atau lebih tepatnya, tas--P3K langsung menjatuhkannya saat ayahnya sudah menatap tajam. Siap menyemburkan lahar panas di tengah malam yang dingin. Bahkan Dara masih ingat ucapan ayahnya itu.
"Kenapa keluar malam?" Awalnya, ayahnya hanya menunjukkan ekspresi datar. Namun matanya tidak bisa dikatakan datar seperti ucapannya.
Dara yang mendadak kaku itu melangkah maju. "Tadi, Dara bantu obatin teman di dekat gang. Terus ke puskesmas," ucapnya jujur, juga takut.
Teguh, ayah Dara, membereskan letak kuaci dan memasukkannya di kantong plastik. Masih membiarkan anak perempuannya duduk di hadapannya.
"Kamu perempuan. Jangan keluar malam. Teman bisa menjerumuskan kamu. Walaupun dia kelihatan baik, tapi bisa saja dia yang diam-diam menancapkan pisau di punggungmu. Siapa dia? Seorang laki
atau perempuan?" Ayahnya memang seperti itu. Dingin, kaku, tapi diam-diam sangat khawatir kepadanya. Dara tidak tahu kenapa, tapi semenjak kenal Benaya satu tahun yang lalu, omongan pedas ayahnya sangat mirip dengan Benaya. Jadi, setiap ayahnya ngomong lumayan pedas, dia ingat Benaya."Dia cowok, Yah. Ba--"
"Baik? Ayah dan Ibu kayaknya nggak pernah ajarin kamu buat keluar malam seorang diri? Ada Ayah. Kalau memang teman kamu butuh bantuan, bantu sama Ayah." Selain khawatir, Teguh juga sangat protektif. Pada apapun itu yang menyangkut anaknya. Baik anak pertama maupun kedua. Tapi terkadang Dara sedikit kesal karena ayahnya mendadak seperti memiliki kekuatan untuk menebak sesuatu tanpa bukti yang jelas. Membuatnya sakit hati saat mendengar omelan ayahnya yang tidak sesuai pada fakta.
"Iya, Yah," jawab Dara pelan.
Teguh meraih remot televisi yang tergeletak di dekat kursi kecil milik anak bungsunya. Lalu mematikan siaran malam yang kebanyakan diisi sponsor rokok atau sinetron tidak mutu. "Siapa dia? Pacar kamu?" Nah kan, mulai menduga-duga.
Dara mengulum bibirnya. Teguh masih memerhatikan Dara yang terlihat tidak nyaman. "Bukan. Dia cuma teman sekelas, Yah."
"Kenapa kamu bela-belain datang? Untung hari ini Ayah nggak lembur. Kalau lembur, kamu mungkin udah sampai pagi nggak pulang-pulang."
Dara diam-diam menggigit pipi bagian dalam. Tidak menjawab lagi ucapan ayahnya itu.
"Ayah belum selesai, Ra. Ingat. Kamu tidur, jangan pikir Benaya. Kalau mau makan dulu. Jangan sampai kamu masuk rumah sakit lagi karena asam lambung. Ayah nggak suka dan Ayah tahu kamu belum makan sedari tadi." Teguh memerhatikan Dara. Entahlah, tanpa istrinya memberi tahu pun, Teguh tahu kalau anaknya belum makan. Karena Dara sangat suka menunda makan. Pernah dulu sewaktu kelas enam SD, Dara masuk rumah sakit karena pola makannya yang tidak teratur. Asam lambung. Apalagi tanpa sadar, Dara meminum cola. Menyebabkan asam lambungnya tambah naik. Dibilangi satu kali, masih bandel. Sampai Teguh serta istrinya, Salwa, pernah marah hanya karena menyuruh Dara makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benaya dan Dara
Teen Fiction[Sudah tersedia di toko buku] Diterbitkan oleh Elex Media Komputindo Dimulai dari aksi Dara yang meminta Benaya untuk menjadi pacarnya, semuanya mendadak berubah. Benaya sebenarnya tidak membenci Dara, begitu pun sebaliknya. Namun saat keduanya...