1 5
_______
Dara masih menunggu di ruang guru bersama Nia untuk mengambil adrefan foto kemarin. Seharusnya sih, Bu Amenah tidak perlu menyuruh untuk ambil karena Dara yakin foto itu pastinya juga untuk wali kelasnya. Atau paling mentok ya dipajang di mading tembok kelasnya. Untuk kenang-kenangan, sih, kata Bu Amenah. Sebagai siswa yang baik, ia menurut saja. Toh, lumayan, ia bisa mengambil salah satu foto Benaya yang sedang sendiri. Tersenyum menghadap kamera yang bisa dibayangkan Dara sedang menatapnya.
Semenjak acara free call waktu itu, Benaya agak lebih dingin. Kalau yang dia maksud dingin karena tidak membalas puluhan pesannya, Dara sudah biasa. Ini dinginnya yang nggak biasa. Tapi, Dara juga mengaku kalau sebenarnya Benaya itu dingin-dingin gimana gitu. Yang pasti bisa buat dia terkadang membeku karena malu. Apa mungkin karena Benaya sedang sariawan, ya? Mungkin saja. Soalnya waktu telepon itu, pacarnya tidak mengatakan apa-apa. Dan tadi saat di kelas, Benaya tidak mengatakan apa pun padanya. Boro-boro ngomong, untuk menoleh saja rasanya tidak kuat.
Pacarnya. Dara jadi senang sendiri sekarang, karena bisa memanggil Benaya seperti itu. Seperti menandai kalau dia milik kita, kan? Ia jadi tersenyum sendiri memabayangkannya.
Sedangkan Nia, langsung menggeplak lengan Dara karena saat disuruh masuk oleh salah seorang guru, Dara tidak masuk. Gadis berkucir biru itu langsung nyengir dan masuk ke ruang guru. Ke meja Bu Amenah, tepatnya. Dan betul saja, ia mendapati Revran sedang dikerubuti oleh guru-guru wanita di sekolahnya. Entah kenapa, Dara tidak tahu.
Bu Amenah yang menyadari kalau Dara sudah ada di sampingnya, lebih tepatnya di belakang Bu Ifa, ia memanggil Dara. "Heh, Dara, sini!" Tangannya mengayun-ayunkan di samping Revran.
Revran langsung menoleh ke samping kanan dan mendapati Dara sedang tersenyum kikuk. Nia ditinggalkan sendiri oleh Dara di belakang kerumunan guru-guru tadi, sedang membicarakan apa ... entah, ia tidak mendengar.
"Ini, lho, Revannya udah nunggu kamu. Ah, kamu itu lama banget tho, Dara ..." omel wali kelasnya sebal.
Biasa, Dara sudah merasa sangat biasa. Ia hanya tersenyum merasa sok bersalah. Padahal toh dirinya sudah tepat waktu, yaitu saat istirahat pertama. Memang terkadang wali kelasnya terlalu berlebihan. Revran masih menunduk, menatap Dara yang hanya angguk-angguk diomeli seperti itu. Lucu, menurutnya. Kalau dibayangkan, mungkin gadis itu sama seperti kucing emas yang berdiri tegak di etalase toko yang suka mengangguk.
Bu Amenah tidak menggubris Dara yang sedang mengangguk sambil tersenyum itu, ia malah mengambil tas karton yang ada di mejanya. Dan mengulurkannya di hadapan Dara yang langsung diambil oleh gadis itu. "Ini, tadi kakak kelasmu ini, yang antar ke sini," ucap Bu Amenah tanpa ditanya.
Dara memalingkan tatapannya ke Revran. Ia baru sadar, sedari tadi bau-bauan mint dan parfum lalu kopi bercampur di indra penciumannya. Dan ia semakin sadar saat menoleh ke Revran, ternyata wewangian itu bersumber dari sebelahnya. Dara tidak tersenyum atau apa, karena Revran sedang menatapnya seperti menilai sesuatu. Hanya, batinnya meneriakkan sesuatu.
Kenapa lo ngelihatin gue kayak mau bunuh gue, Kak?!
"Heh! Udah tho, lihatinnya. Biasa aja, gitu. Zina mata namanya," tegur Bu Amenah, entah marah atau apa kepada mereka—Dara dan Revran. Karena saat mengucapkan hal itu Bu Amenah menatapnya, Dara jadi merasa dituduh sudah apa tadi ... melakukan zina mata pada Revran.
Sial.
Revran tersenyum kepada Bu Amenah, yang langsung dibalas oleh gurunya. Dan Dara mencibir di dalam hati karena hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benaya dan Dara
Teen Fiction[Sudah tersedia di toko buku] Diterbitkan oleh Elex Media Komputindo Dimulai dari aksi Dara yang meminta Benaya untuk menjadi pacarnya, semuanya mendadak berubah. Benaya sebenarnya tidak membenci Dara, begitu pun sebaliknya. Namun saat keduanya...