Chapter 21

6.6K 395 9
                                    

Di suatu rumah sakit ternama terlihat gadis cantik yang baru terbangun dari tidur lamanya. Badannya mengurus dengan wajah yang pucat.

Dia merasa asing berada ditempat yang membuatnya sedikit tak nyaman itu. Tenaganya yang terasa masih lemas membuatnya susah untuk bebas keluar-masuk ruang rawatnya, dia hanya berbaring lemah dengan selang infus yang selalu menempel di tangan mulusnya.

Saat sedang menonton televisi yang ada di dalam kamar inap. Tiba-tiba ada seseorang yang masuk. Gadis ini sedikit kaget tapi setelah melihat dengan saksama dia mulai rileks kembali sambil membentuk sebuah lengkungan pada bibirnya yang sedikit mengering. Senyum yang masih terlihat manis!

"Gimana, sayang udah mendingan?"

"Lumayan Bun. Tapi aku bosen nih." Gadis cantik yang bernama Prilly itu berkata dengan nada yang sedikit manja pada Bundanya.

"Sabar ya... bentar lagi juga kamu bisa bebas kaya dulu," ucap Bunda Uly sambil mengelus rambut anaknya.

Prilly memang sudah bangun dari komanya 3 bulan yang lalu, tetapi kondisinya yang masih lemah membuatnya harus menjalani rawat inap serta kembali memulihkan beberapa otot-ototnya yang terasa kaku karena lama tak digunakan.

Saat awal bangun Prilly kaget dengan keadaannya ditambah keanehan suasana dan 2 orang yang dirasanya asing pada saat itu.

"Kalian siapa?" ucap Prilly sambil menunjuk Bunda serta Ayahnya.

Kedua orang tuanya tercengang dan sangat terkejut saat melihat putrinya yang baru bangun dari tidur panjangnya bukannya kembali manja seperti dulu malah terlihat ketakutan dan aneh.

"Kita orang tuamu, Prill," jelas Bunda Uly sambil menatap Prilly dengan tatapan terluka serta tatapan kecewanya yang bercampur jadi satu.

"Memangnya aku siapa?" semakin sakit rasanya saat anak gadisnya bukan hanya melupakan orang tuanya tapi juga melupakan dirinya sendiri.

Bunda Uly seakan menahan air mata yang mendesak ingin keluar dari pelupuk matanya.

"Kamu Prilly." Orang yang mengatakan dirinya Ayah pada Prilly itu angkat bicara.

Prilly hanya menggelengkan kepalanya berulang kali sambil memegangnya, rasa sakit itu mulai terasa. Kepalanya terasa sangat berat.

Dokter menjelaskan bahwa Prilly mengalami amnesia karena benturan kepala yang cukup keras pada sesuatu hingga menyebabkan pendarahan yang waktu itu sempat di operasi. Dan inilah dampaknya. Prilly jadi amnesia.

Kedua orang tuanya mencoba menerima kenyataan, seiring berjalannya waktu mereka juga mencoba membantu mengembalikan memory otak Prilly yang hilang karena Dokter bilang kalau amnesia yang dialami Prilly ini bukan amnesia permanent jadi masih bisa disembuhkan secara perlahan dan tidak berlebihan mengingat sesuatu maka semuanya akan baik-baik saja untuk kondisinya.

"Tapi aku bosen banget." Prilly menatap Bundanya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kamu belum sembuh total, Prill."

Prilly menghembuskan nafasnya kasar. Menunduk dengan perasaan yang kecewa.

"Yaudah nanti kalo Ayah kesini kita berdua omongin sama Dokter gimana baiknya." Prilly mendongak dan kembali tersenyum saat mendengarkan ucapan Bundanya.

--SWM--

Ayahnya yang sudah selesai mengurus beberapa bisnisnya langsung terbang ke Singapura. Sekarang bukan hanya Bunda Uly yang menemani Prilly tapi juga Ayahnya.

Seorang Dokter yang berparas tampan meskipun terlihat sudah berumur itu masuk ke dalam ruang rawat Prilly, memeriksa kondisinya.

Lalu berkata bahwa Prilly sudah lebih baik dari sebelumnya dan setiap hari kondisinya juga makin membaik. Bunda Uly yang mengingat janjinya pada Prilly juga menanyakan apakah Prilly sudah boleh keluar dari rumah sakit ini? Dan jawaban Dokter itu membuat Prilly senang pasalnya dia diperbolehkan untuk rawat jalan saja, itupun hanya sebatas terapi untuk memulihkan otot-ototnya yang kaku serta melihat perkembangan memorynya. Apakah dia bisa cepat mengingat? Atau butuh waktu yang lama untuk mengingat semua kejadian yang pernah ia alami?

--SWM--

Keesokan harinya Prilly sudah siap untuk keluar dari ruangan yang bernuansa putih serta berbau obat-obatan khas rumah sakit.

Berjalan pelan dengan di tuntun oleh sang Bunda, Prilly akhirnya memasuki sebuah mobil.

"Kita pulang kemana? Bukannya kata Ayah sama Bunda kita tinggal di Jakarta?" tanya Prilly saat mobil sudah mulai berjalan.

"Ayah sewa appartement disini selama satu tahun. Sambil nunggu kamu sembuh total dan terapinya selesai baru kita balik ke Indonesia." Ayah Prilly menjelaskan.

"Ohh." Prilly hanya mampu ber-oh ria mendengarkan penjelasan Ayahnya.

Prilly yang sekarang memang berbeda. Bukan lagi Prilly yang manja, ceria, bawal, dan selalu berkata apa-adanya sebagai dirinya sendiri. Prilly yang sekarang cenderung diam dan tak banyak omong, sikapnya pun tak seperti dulu lagi. Semua terasa berubah!

Suasana mobil kembali hening hingga sampai pada apartement yang bisa dibilang mewah itu mereka bertiga melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemment dengan Bunda Uly yang setia membantu putrinya berjalan.

--SWM--

3 bulan juga telah berlalu dijalani Prilly untuk bolak-balik ke rumah sakit 1 bulannya untuk menjalani terapi sedangkan 2 bulan sisanya untuk sekedar konsultasi. Genap sudah 6 bulan ia tinggal di negeri orang ini dengan sang Bunda. Ayahnya hanya sesekali kesana karena urusan pekerjaannya semakin banyak.

Ingatan gadis itu belum sepenuhnya kembali, jika semua ada 100% maka dia masih mengingat 40% saja karena semua kenangannya ada di tanah airnya. Indonesia. Semua kejadian yang Prilly alami ada di Jakarta bukan di Singapura.

Dia hanya mengingat kedua orang tuanya, sebagian teman-teman sekolahnya, dan juga sahabatnya, Gritte dan Ali. Yap! Prilly mengingat bahwa Ali hanyalah sabahatnya, tidak lebih. Oh god! Apalagi ini(?) Ujian cinta untuk hubungan mereka lagi?

6 bulan juga Prilly bingung dengan sebuah kalung yang menghiasi lehernya. Kalung dengan bandul Aprill. Dia sempat mencari tahu tentang kalung itu kepada Ayah maupun Bundanya tapi mereka menjawab tidak tahu menahu. Karena Ali memberikan kalung itu saat mereka sedang berdua. Dihari yang membuat Ali kecewa dicampur bahagia.

Berbaring di tempat tidurnya Prilly memegang kalung itu lagi sambil coba mengingat siapa yang memberikan kalung itu dan apa ada makna di balik tulisan dalam bandulnya?

"Aprill," gumam Prilly pelan. "AliPrilly?" entah kenapa tiba-tiba terlintas dua kata itu dalam pikirannya.

Prilly melamun sejenak.

"Kalo ini bener singkatan dari AliPrilly sebenernya gue ada hubungan apa sama Ali?" belum selesai berpikir panjang tiba-tiba kepalanya kembali sakit dan membuatnya harus kembali rileks untuk meredakan rasa sakit itu.

--SWM--

Dikit yak(?) Gantung pula, eh, ini gantung apa nggak sih? Wkwkwkk maklumin ae lah otak lagi rada gimana gitu :"v bukannya nyelesain malah gue tambahin konflik dikit *gak lama kok* selaww-_- bhakks

Btw chapt yang ini full tentang Prilly semua...

Baca Aliando Imagine juga jangan lupa! Masuklah kedalam imajinasiku *apasih*

Votmment yak!

Stay With Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang