Angin bertiup kencang masuk melalui celah celah cendela bembawa dedaunan yang gugur, perlahan ku buka sedikit mataku ternyata sudah terang di luar sana, entah aku tadi tidur berapa lama yang jelas aku sangat menikmatinya
Disinilah aku sekarang menikmati rasa sakit ku dan lagi menikmati sisa hidupku ada beberapa selang melilit di tubuhku jujur aku merasa tidak nyaman dengan benda benda itu.
Suara tapak kaki mendekat ke arahku dan perlahan pintu tebuka dia seseorang yang kemarin kulihat menagis.
Mamah, matahnya masih terlihat sembab entah berapa lama ia menangis.
Aku sedikit melihat senyuman di bibirnya aku ingin membalas senyuman itu tapi rasanya sudah tidak ada tenaga lagi, tenagaku sudah habis.
Mamah menarik kursi dan duduk di samping ranjang ku.
" Luna...." perlahan dia mulai bicara suaranya masih terdengar serak.
Dia mengapai tangaku dan mengelusnya lembut, entah mengapa dia mulai menangis terisak isak sambil menyandarkan dahinya di tangan kananku.
Tangan kiriku bergerak dengan sendirinya ke arah kepala yang sedang tertunduk, ku elus dengan lembut perlahan kepalanya di angkat dan dia mulai menyekat air matanya.
"Mamah harus kuat...." tengorokanku rasanya sangat berat untuk berucap.
"Kamu salah seharusya mamah yang bilang begitu.... kamu harus kuat luna...." ucapnya airmatanya kini keluar lagi jujur aku tidak tega melihatnya menagis.
"Serahkan semuanya pada yang di atas..." ucapku menyerah
Aku sudah tidak mau berjung lagi ini adalah titik jenuhku, aku sudah serahkan semuanya pada yang maha pencipta yang terjadi terjadilah.
"Jika sesuatu terjadi pada kita yakinlah itu adalah jalan terbaik yang tuhan berikan untuk kita..." tambaku lagi mamah semakin menangis saat aku berucap demikian.
Tommy POV
Aku terkejut membaca sepucuk surat yang berada di meja rias luna, surat yang sedikit usang aku rasa dia menyimpannya sudah lama.
Surat dari putri yang mengatakan dia menyukaiku, dari mana luna mendapatkan surat ini, terlintas bayangan saat aku mengatakan bahwa aku mecintai orang lain dan mengajaknya untuk bercerai ohh tuhan pasti aku sangat menyakiti hatinya.
***Selesai menjemput Daniel aku pergi ke rumah sakit, sebelum ke kamar luna aku berbincang bincang dengan dokter tentang keadaannya, tidak ada perkembangan yang terjadi.
Sampai di kamar aku tidak melihat siapa siapa hanya selimut yang berserakan ku pandangi kiri kanan, tetap aku tidak menemukan sosok yang ku cari.
Aku berlari ke arah pintu kamar mandi saat mendengar suara seseorang sedang muntah muntah, ku coba membuka pintu namun gagal pintu di kunci dari dalam.
"Luna... Lun..." panggilku sambil mengetok ketok pintu dengan keras "buka pintunya biarkan aku masuk...." tidak ada jawaban dari dalam.
Ceklekk
Pintu di buka dari dalam aku melihatnya tersenyum bahkan untuk saat ini dia masih bisa pura pura tersenyum.
Aku berjalan mendekat ke arahnya perlahan pipinya yang tirus ku gapai aku mengelusnya dengan lemut.
"Tidak usah kuatir aku akan baik baik saja...." ucapnya sambil tersenyum entah melihatnya seperti ini rasanya sangat sakit di bagian dadaku.
"Berhentilah berpura pura.... aku tau rasanya sangat sakit..." aku sudah tidak bisa menahan diri lagi ku tarik tubuh mungil itu ke dalam pelukanku, aku bisa merasakan tulang tulang di tubuhnya, entah sejak kapan dia mulai menangis isakannya kini terdengar jelas di telingaku, tak terasa air mataku juga ikut keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
my wedding storys (END VERSION)
RomanceHidupku terombang ambing seperti layang layang yang putus dari benangnya, tidak tahu arah dan tujuan. Namun semuanya berubah saat kakak ku Helena memintaku untuk mengantikakan posisinya sebagai seorang ibu dan seorang istri, ku kira semuanya akan ba...