15 part 2

86 4 0
                                    

Joo Eun akhirnya ikut main, Nyonya Kwon mencari kartu Kwang, Ji Woong berbisik pada Joo Eun agar bisa menjual kartu Kwangnya, Joo Eun mengeluarkan tiga kartu yang sama, giliran Nyonya Kwon yang mengeluarkan kartunya, Ji Woong mengeluarkan kartunya meminta kartu Ssang Pi, Nyonya Kwon mengeluh Ji Woong mendapat bom dan mengambil Ssang-pi. Ji Woong tertawa bahagia.
"Ji Woong, tapi bukannya tidak sopan memanggil ibu Joo Eun, dengan panggilan "Ok Boon"?" kata Joon Sung merasa jengah
"Tidak apa-apa. Di Amerika kan memang begitu." Kata Nyonya Kwon
"Ok Boon, giliranmu. Mami Ma'am, go...." kata Ji Woong
Terdengar bunyi bel rumah, Joon Sung memberitahu Nyonya Kwon sudah pesan daging babi tadi. Joo Eun mengeluh padahal sebelumnya sudah memberitahu ibunya untuk tak memesan makanan berlemak. Joon Sung ingin mengambilnya tapi Joo Eun menolak karena seorang Penjual kartu Kwang-lah yang harus berdiri lalu berjalan ke pintu rumahnya.
Young Ho membawa sebuket bunga dan juga seplastik daging babi dengan wajah tegang memberitahu sudah membawa kiriman pesanan sepaket daging babi. Joo Eun melonggo menanyakan berapa total harganyanya, Young Ho tak tahu karena orang yang mengantar tak mengembalikan uangnya.
Joo Eun menyadarkan otaknya lalu menanyakan alasan Young Ho datang kerumahnya, terdengar teriakan Nyonya Kwon memanggil anaknya. Young Ho pikir harus menyapanya walaupun hanya sebentar saja. Joo Eun setuju lalu meminta Young Ho mengikutinya, lalu teringat sesuatu.
"Oh ya, ibuku memakai bajumu, jadi jangan tertawa, oke?" kata Joo Eun, Young Ho menarik tangan Joo Eun untuk memegang dadanya.
"Aku tak mungkin bisa tertawa sekarang." Ucap Young Ho merasa sangat tegang dan jantungnya berdegup kencang.
"Kenapa kau jadi gugup begini? Dia hanyalah ibuku saja." Bisik Joo Eun
"Dia bukan sekedar "hanya" saja, tapi dia adalah ibu Kang Joo Eun dan Baru pertama kalinya aku begini." Tegas Young Ho tetap merasakan sangat tegang mengatur nafasnya, lalu menanyakan apakah penampilanya sudah tampan. Joo Eun mengangguk. Nyonya Kwon kembali berteriak memanggilnya.
Nyonya Kwon, Joon Sung, Ji Woong melonggo melihat kedatangan Young Ho dengan sebuket bunga dan juga seplastik daging babi. Joon Sung mengerti dengan melihat Young Ho datang, berarti harus pergi tapi Ji Woong menolak karena memiliki kartu two-go
dan Joon Sung punya kartu Pi-bak. Joon Sung langsung menarik managernya untuk segera pergi lalu pamit pada Nyonya Kwon.
"Tidak perlu mengantar kami.... Tolong ramahlah pada kakak kami." Kata Joon Sung memohon pada Nyonya Kwon
"Ok Boon, dia adalah pahlawanku. Jadi, jangan galak padanya. Dan aku akan datang besok. Aku adalah Go-Stop yang pro." Ucap Ji Woong sebelum pergi dengan bahasa inggrinya
"Dia ngomong apaan, sih? Datanglah besok." Ucap Nyonya Kwon pada keduanya.
Young Ho berbisik mengucap syukur karena memakai jas dan hampir mengunakan pakaian yang mirip dengan Nyonya Kwon. Joo Eun melirik ibunya lalu menahan tawa, Nyonya Kwon menanyakan pada anaknya siapa pria yang datang, apakah pengantar makanan, Young Ho langsung menaruh plastik daging babinya diatas meja. Joo Eun mengeluh ibunya itu memang pura-pura tak tahu.
Nyonya Kwon lalu menyuruh Young Ho untuk duduk. Young Ho duduk seperti minum teh memperkenalkan namanya, Nyonya Kwon memandangi Young Ho dari atas kebawah, Joo Eun memberitahu ibunya kalau itu adalah pacarnya.
"Apa kau pria yang akan selalu membuat Joo Eun-ku tertawa itu?" tanya ibu Joo Eun, Young Ho terlihat kaget lalu membenarkan.
"Baguslah kalau begitu." Ucap Nyonya Kwon, Young Ho dan Joo Eun terlihat binggung dengan tanggapan Nyonya Kwon.
"Apa ibu tak terlalu simple sebagai orang tua pihak wanita?" kata Joo Eun
"Aku sudah bertemu dengannya dan dia berjanji membuatmu selalu tertawa.
Hanya itu sudah cukup. Apa lagi memangnya?" jelas ibunya, Young Ho bernafas lega lalu memberikan sebuket bunga untuk calon ibu mertuanya.
Nyonya Kwon menerimanya dengan memuji bunga itu sangat cantik. Young Ho tersenyum memberitahu kalau ia jago main Go-Stop. Nyonya Kwon pun mengajak mereka main bersama, Joo Eun tersenyum karena Young Ho bisa diterima ibunya.
Joo Eun mengantar pacarnya pulang, Young Ho meminta Joo Eun tak usah mengantar karena sudah larut. Joo Eun mengangguk setuju dan mereka bisa telponan. Young Ho pun setuju dengan mengedipkan matanya. Joo Eun menoleh sebentar tak ingin ibunya melihat lalu memberikan lemparan lesum pipinya.
Young Ho menerimanya merasakan dadanya terasa lemah, Joo Eun tersenyum lalu melambaikan tanganya untuk masuk. Young Ho menahanya melihat kedalam rumah, lalu memberikan kecupan dikening Joo Eun dan pamit pulang.
Soo Jin duduk dengan menekuk kakinya di atas tempat tidur, terdengar suara pintu terbuka dan buru-buru menghapus airmatanya. Woo Shik pulang berteriak memanggil Soo Jin lalu masuk ke kamar, dengan membawakan bubur karena pacarnya pasti belum makan. Soo Jin meminta maaf karena sedang tak nafsu makan sekarang.
"Meskipun kau tak napsu makan, kau harus memaksanya." Ucap Woo Shik, Soo Jin melihat tas lain yang dibawa Woo Shik, didalamnya ada sepasang sepatu bayi.
"Aku melihatmu di rumah sakit tadi,
Karena kau pergi ke bagian Ob/Gyn." Akui Woo Shik alasan membeli sepatu bayi mengira Soo Jin hamil.
"Aku tidak hamil, Tak ada alasan kenapa aku bias hamil dan aku tak ingin hamil.
Jika untuk sekarang, aku masih belum siap sama sekali. Aku masih ingin berkarir. Menikah, dan punya anak...
Bukankah akan menghalangi pekerjaanku?" kata Soo Jin dengan mata berkaca-kaca
Woo Shik binggung dengan ucapan Soo Jin lalu melihat cincin pemberiannya dilepas, dengan mata melotot menanyakan apa sebenarnya yang terjadi dan berpikir pacarnya itu sakit. Soo Jin marah kalau memang dirinya tak hamil bukan berarti sedang sakit. Woo Shik menatap Soo Jin terlihat sangat pucat.
Soo Jin meminta agar Woo Shik pulang saja, mengaku karena banyak perkerjaan sangat menumpuk seminggu ini. Woo Shik heran melihat sikap Soo Jin berubah drastis. Soo Jin berteriak menyuruh Woo Shik pulang dan menegaskan hanya karena cincin saja,
belum berarti Woo Shik bisa seenaknya.
Woo Shik berusaha memegang tangan Soo Jin untuk menanyakan apa sebenarnya yang terjadi. Soo Jin menghempasnya dan berteriak memohon agar Woo Shik segera pulang. Woo Shik mengerti melihat pacarnya
memang butuh istirahat lalu keluar dari kamar.
Tangis Soo Jin tumpah setelah Woo Shik keluar dari kamarnya.
Flash Back
Dirumah sakit, Dokter memberitahu Soo Jin terkena Polikistik Ovarium Syndrome, yaitu Dinding rahimnya telah menipis dan lemah, dengan ovulasi normal dan konsepsi akan sulit. Serta tes darah menunjukan gizi dan mineralnya sangat rendah.
"Aku memang sedang diet cukup lama." Jelas Soo Jin
"Ah, itu sebabnya. Menstruasi anda juga tak teratur dan anda juga mengalami anemia. >Sudah berapa lama anda
mengkomsumsi obat antidepresan?" tanya dokter
"Apa obat itu punya efek tertentu?" kata Soo Jin, Dokter memberitahu tiap obat punya efek tertentu.
"Tapi, sudah 2 bulan aku tak mengkomsumsinya lagi.Sekarang, aku hanya meminum obat anemia." Ucap Soo Jin
"Mungkin anda akan kesulitan untuk punya anak.</i> Apa anda akan segera menikah? Setelah menjalani pengobatan,
kondisi anda mungkin akan membaik." Jelas Dokter,
Soo Jin meremas jari kiri dengan cincin pemberian Woo Shik, dengan mata memera menahan tangis lalu bertanya
Berapa lama pengobatannya dan Apa masih mungkin memiliki anak. Dokter merasa Hasilnya tergantung bagaimana kondisi tubuh pasien jadi mereka tak bisa menjamin, tapi menurutnya masih ada harapa. Soo Jin menghapus air matanya seperti merasa tak bisa percaya dengan harapan.
"Mungkin wanita lain akan bisa, tapi apa dengan kondisiku ini masih ada harapan?" ucap Soo Jin pasrah.
Soo Jin duduk diam menatap sepatu bayi pemberian Woo Shik dan mengingat dengan kondisinya yang memiliki kesusahan untuk hamil. Woo Shik melonggarkan dasinya dengan wajah gelisah menyetir mobil mengingat ucapan Soo Jin dirumahnya.
"Aku tidak hamil. Tak ada alas an kenapa aku bisa hamil. Dan aku tak ingin hamil.
Jika untuk sekarang, Aku masih belum siap sama sekali dan masih ingin berkarir.
Menikah, dan punya anak...Bukankah akan menghalangi pekerjaanku?"
Woo Shik penasaran apa sebenarnya yang terjadi dengan Soo Jin sampai mengucapkan kalimat seperti itu lalu melihat cincin pemberiannya dilepas. Soo Jin marah kalau memang dirinya tak hamil bukan berarti sedang sakit. Woo Shik menatap Soo Jin terlihat sangat pucat.
Soo Jin meminta agar Woo Shik pulang saja, mengaku karena banyak perkerjaan sangat menumpuk seminggu ini. Woo Shik heran melihat sikap Soo Jin berubah drastis. Soo Jin berteriak menyuruh Woo Shik pulang dan menegaskan hanya karena cincin saja,
belum berarti Woo Shik bisa seenaknya.
Joo Eun berbaring dilantai sementara ibunya tidur diatas tempat tidurnya, Pesan Young Ho masuk ke dalam ponselnya "Setelah melihat wajah ibumu,sepertinya aku harus berhati-hati. Oh ya, selamat malam." Joo Eun tersenyum membaca pesan dari pacarnya.
"Apa kau sudah sampai di rumah? Aku mau tidur sekarang." balas Joo Eun
"Kang Joo Eun, kau sangat mirip dengan ibumu." Tulis Young Ho duduk diatas tempat tidurnya.
"Ya, semua orang bilang begitu. Terima kasih untuk hari ini. Aku merasa lega sekarang." Balas Joo Eun, Young Ho tersenyum lalu terdiam sejenak setelah membacanya.
"Mungkin keluargakulah yang akan menyulitkanmu, Kang Joo Eun." Ucap Young Ho menyadarinya. Joo Eun menarik nafas mengingat keluarga Young Ho adalah Chaebol.
"Aku bukan wanita yang lemah. Aku sudah bahagia melihatmu kembali,
semuanya akan baik-baik saja. Mimpi yang indah, Pelatih. Kita akan bertemu lagi besok, 'kan?" balas Joo Eun, Young Ho tersenyum membacanya.
"Kita harus kencan besok, Kang Joo Eun!" tulis Young Ho
Joo Eun menanyakan kemana mereka akan pergi, Young Ho mengusulkan mereka akan pergi ke luar Seoul. Joo Eun berusaha mengerti lalu menyuruh pacarnya segera tidur dan mimpi yang indah. Young Ho mereka Karena Kang Joo Eun-lah yang akan munculdi mimpi, pasti akan gelisah memberika icon menangis. Joo Eun tertawa membacanya.
Nyonya Kwon mendengar mengejek seperti merasa jadi muda lagi, Joo Eun melihat ibunya berbicara dengan mata tertutup lalu memanggil ibunya. Nyonya Kwon bertanya apa yang ingin dikatakan anaknya. Joo Eun engan membicarakan lalu menyuruh ibunya kembali tidur saja. Nyonya Kwon memiringkan tubuhnya untuk tidur dengan lelap, Joo Eun terdiam dengan wajah sedikit tersenyum.
Joo Eun berlari keluar apartement dengan membawa koper dan mengajak Young Ho untuk segera pergi. Young Ho melihat Joo Eun membawa koper berpikir pacarnya akan pergi ke luar negeri, Joo Eun mengingat Young Ho yang mengajaknya keluar dari Seoul. Young Ho memutuskan ingin memeriksanya lebih dulu, Joo Eun panik karena Young Ho membuka begitu saja kopernya diatas kap mobil.
"Wow~ Apa kau mau melakukan malam yang "imut nan seksi nan hangat", ya?
Semakin hari, kau menjadi berani juga." Ejek Young Ho melihat banyak pakaian dalam didalam koper.
"Kupikir, kita akan menginap, aku kan wanita yang teliti." Balas Joo Eun
"Maaf merusak impianmu, tapi ini hanyalah perjalanan sehari. Aku yang akan menyimpannya." Ucap Young Ho memasukan koper ke dalam bagasi, Joo Eun hanya bisa mendengus kesal.
Keduanya menaiki tangga kuil, Joo Eun sedikit kaget bertanya apakah tempat itu adalah makam ibu Young Ho. Young Ho mengangguk, Joo Eun panik takut syal yang digunakan warnanya terlalu Pink lalu bertanya apakah pakaian sudah terlihat sopan. Young Ho merapihkan rambut pacarnya mengatakan kalau sudah terlihat sangat cantik, lalu mendorong Joo Eun untuk segera masuk ke dalam kuil.
Joo Eun melihat papan nama bernama
Seo Ji Yeon dan sebuah syal belum selesai dirajut berwarna orange, matanya melirik Young Ho tak percaya pacarnya itu merajut sendiri syal yang dipakainya. Young Ho tak menjawab, menyuruh Joo Eun memBerikan penghormatan untuk ibunya.
"Ibu mertua.... Aku adalah Kang Joo Eun.
Aku akan menemani anak ibu hingga dia bisa hidup dengan bahagia dan tetap seksi. Tolong restui aku dan Tolong restui hubungan kami. Terima kasih karena ibu telah melahirkan anak yang tampan. Terima kasih banyak." Kata Joo Eun, Young Ho melirik saat Joo Eun menyapa ibunya yang terdengar tulus lalu memeluknya supaya tidak menangis.
Joo Eun menumpuk batu lalu berdoa dan tersenyum melihat syal yang digunakan ternyata hasil dari tangan pacarnya sendiri. Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya dengan nomor tak dikenal
"Pengacara Kang Joo Eun, aku nenek Young Ho, Lee Hong Im.Jika kau tak sibuk,
aku ingin bertemu denganmu besok."
Young Ho datang, Joo Eun buru-buru memasukan ponselnya sambil bertanya apakah Young Ho sudah selesai
memberikan penghormatan untuk ibunya. Young Ho mengangguk lalu bertanya balik apa yang sedang dilakukan Joo Eun didepan tumpukan batu. Joo Eun menunjuk dua tumpukan batu didepanya.
"Ah, menara batu. Tapi, apa begini cara
membuat menara batu?" ucap Young Ho melihat hanya ada dua tumpuk batu yang dibuat Joo Eun.
"Kan tidak aturan kita harusmembuatnya menjadi tinggi. Untuk apa tinggi-tinggi jika hanya akan jatuh? Dua saja sudah cukup! Hati punya Pelatih, Dan hatiku." Jelas Joo Eun menunjuk ke bagian batu besar milik Young Ho dan yang atas miliknya.
"Sepertinya, hatiku memang besar, ya?" kata Young Ho bangga, Joo Eun pikir pacarnya itu tak suka. Young Ho tersenyum kalau ia menyukainya lalu mengeluarkan tangan untuk mengajak pulang.
Joo Eun menanyakan kemana sekarang mereka akan pergi. Young Ho menegaskan banyak orang bilang itu
"kencan" dan mengaku paling tidak suka kedinginan, tapi apabila berjalan sambil
berpegangan tangan ia rela, Joo Eun tersenyum memuji pacarnya itu jadi romantis sekarang. Young Ho merasakan udara dingin mulai menusuk kulit lalu mengajak Joo Eun untuk membuat hari ini menjadi hangat. Keduanya berjalan menuruni tangga sambil bergandengan tangan.
Keduanya berjalan ke taman dengan kerlap kerlip lampu yang sangat indah, Joo Eun kembali dengan kesukaan makan es krim walaupun musim dingin dan menyodorkan pada Young Ho untuk mencobanya juga, Young Ho awalnya menolak tapi demi sang pacar memakan es krim milik Joo Eun.
Joo Eun keluar dari toko dengan banda micky, dengan genit memanggil Young Ho "oppa". Young Ho memegang setangkai bunga mawar dengan lampu merah menyala. Joo Eun mengajak Young Ho menaiki kereta rusa lalu selfie, Young Ho terlihat kaku akhirnya bisa tersenyum dengan gaya imut mengikuti Joo Eun.
Keduanya berjalan dengan syal yang melingkar dileher bersama-sama, semua orang yang melihatnya seperti menahan tawa, Young Ho masih memegang bunga mawar pemberian Joo Eun.
"Jika sedang kencan begini, kita harus terlihat tersipu malu, bukankan begitu...Saking bahagianya, aku mungkin bisa jadi gila sekarang?" ungkap Joo Eun
"Kencan memang menyulitkan. Tapi tunggu, Kau bilang tadi saking
bahagianya kau bisa jadi gila?" goda Young Ho,
Joo Eun tak ingin membahas dan mengajak Young Ho pergi, tapi Young Ho menarik menanyakan alasan Joo Eun mau menjadi gila. Joo Eun memukul mesra pacarnya yang tak peka, Young Ho tersenyum mengaku akan menjadi gila juga.
Joo Eun melihat ada sepasang pria dan wanita disebuah lorong, lalu mengusulkan mereka menuliskan nama mereka juga. Young Ho menolak tapi Joo Eun berjalan membuat syalnya pun menarik itu mendekat. Di sebuah tempat dengan bentuk love ada banyak kertas yang tertempel dengan beragam jenis tulisan, Joo Eun tertawa melihat Young Ho yang lucu sekali.
Young Ho seperti memikirkan apa yang akan ditulisnya. Joo Eun mengejek pacarya itu bahkan sampai tak tahu apa yang akan ditulisknya padahal ia
langsung tahu apa yang akan ditulis. Young Ho menyuruh Joo Eun diam saja karena yang dituliskan itu adalah perasaan tulusnya dan menegska mereka harus menuliskan perasaan tulus. Joo Eun ingin melirik tulisan Young Ho,akhirnya keduanya saling membalikan badan dan menuliskan perasan tulus keduanya.
Joo Eun berdiri menunggu Young Ho, mengingat saat digedung Gahong, Nyonya Lee lewat dan membuat semua orang membungkuk lalu ketika diacara pengangkatan Young Hoo sebagai wakil Presdir dan juga pesan yang dikirimkan Nenek Young Ho "Pengacara Kang Joo Eun. Aku nenek Young Ho, Lee Hong Im.Jika kau tak sibuk, aku ingin bertemu denganmu besok."
Young Ho akhirnya keluar, Joo Eun mengeluh pacarnya yang merasa sulit hanya menulis keingian seperti mengerjakan essay, Young Ho menyindir Joo Eun menulis keinginan seperti sangat mudah layaknya ucapan yang biasa dikatakanya. Joo Eun pikir tak aka susah karena hanya menuliskanya, Young Ho tersenyum kembali mengandeng Joo Eun untuk kembali berjalan.
Joo Eun berpura-pura kalau jari-jarinya juga kedinginan, Young Ho seperti tak peduli. Joo Eun memberikan petunjuk kalau pacarnya itu setidaknya memberinya cincin dari tutup botol Soju karena sudah bertemu dengan ibunya, Young Ho tetap saja diam, Joo Eun hanya bisa menghela nafas karena Young Ho memang bukan pria yang romantis.
Young Ho berhenti berjalan melirik pacarnya, Joo Eun menegaskan kalau ia bukan wanita yang matre, Young Ho mengatakan Joo Eun sudah menerimanya, tapi malah berpura-pura tidak tahu. Joo Eun terlihat binggung. Young Ho menarik rajutan berbentuk bola yang ada diujung syal.
Joo Eun melihat Young Ho berjalan mundur dengan menarik benang dari syalnya, mulutnya melonggo melihat sebuah cincin didalamnya. Ketika ingin mengambilnya, Young Ho menurunkan benangnya membuat cincinya langsung meluncur turun ke arahnya.
"Aku ingin memasangkan cincin ini padamu, jadi kau harus datang ke sini." Kata Young Ho memegang cincin lalu membentangkan tanganya. Joo Eun berlari lalu memeluknya dengan mata berkaca-kaca mengumpat pacarnya yang bisa membuatnya haru.
"Kang Joo Eun, mungkin kau akan terluka...mungkin saja kau akan melalui masa-masa sulit. Meskipun begitu, aku ingin hidup dengan Kang Joo Eun... selamanya." Ucap Young Ho menatap Joo Eun.
Joo Eun mengangguk dengan mata berkaca-kaca, Young Ho memasangkan cincin di jari manis tangan kiri pacarnya dan menegaskan bahwa "Kang Joo Eun, kau adalah milikku sekarang."
Dua kertas berbentuk love, tertempel berdampingan tertulis "Harapan Kang Joo Eun: Young Ho. Pelatih.... Harapan Kim Young Ho: Oh My Venus, Kang Joo Eun" Young Ho memeluk Joo Eun tak ingin dilepasnya lagi, seperti membalas semua rasa kangen dan kesabaran Joo Eun menunggunya selama ini.

Oh My VenusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang