seventeen ;mingyu

14K 1.2K 17
                                    

Kim Mingyu, dia temanku ah tidak. Dia musuhku yang sangat menyebalkan.

Kenapa aku mengatakan dia itu musuhku? Karena apapun yang aku lakukan, akan menjadi sebuah kompetisi jika Mingyu datang menemuiku.

Aku tidak tahu persis, kenapa tiba-tiba kami menjadi rival. Yang jelas, aku sedikit membencinya karena akhir-akhir ini ia mengusik kehidupanku yang semula menyenangkan.

Kami sering bermain basket. Dan setiap kompetisi yang mendapatkan skor terendah maka ia harus mentraktir pemenang tersebut.

Dan kalian tahu? Menurutku, aku lah yang sering mentraktirnya. Jelas saja, postur tubuhnya memang seperti pemain basket.

Tapi tidak jika urusan menulis. Ketika seongsaengnim memberikan tugas merangkum beberapa halaman, ia akan menawarkan diri untuk memulai perang.

Dan aku akan mengalahkannya dengan waktu 10 menit, waktu yang lumayan cepat untuk menulis 15 halaman.

"Traktir aku! Kau kalah denganku tadi."

Aku menemuinya di koridor sekolah dan menagih hutangnya. Aku tahu ia berusaha menghindariku sebab aku selalu membeli banyak sekali makanan, memanfaatkan yang ada sebelum hilang.

"Ya, ya, ya! Beli apa saja, tidak lebih dari tiga ribu won."

"Dapat apa di kantin dengan tiga ribu won? Kau ini gila, ya? Biasanya kau akan menghabiskan uangku sebanyak lima belas ribu won setiap kalah bermain basket."

"Itu salahmu karena tidak membatasi uangnya."

"Hei, kenapa aku yang salah? Yang penting sepuluh ribu won."

"Aku tidak mau."

"Sudah lima ribu won yang kurelakan! Ayolah!"

Cih! Baru kali ini aku memohon padanya. Kuakui Mingyu memang sangat pelit terhadap uang, padahal ia termasuk dari keluarga chaebol sama sepertiku.

Ia memutar bola matanya. Oke, aku berhasil. Lambungku akan senang karena terisi dengan baik nantinya.

-

Tapi 2 hari ini ia tidak masuk sekolah. Mingyu bukanlah seorang yang sering membolos atau pun seorang yang senang dengan ajakan orang tuanya pergi ke acara-acara bisnis.

"Tumben sekali, tuan Mingyu tidak mengantar anda."

Bibi Jung melepaskan almamaterku. Aneh memang, kami rival tapi menurut orang lain kami seperti seorang teman, ah sahabat.

Ponselku berbunyi, pesan dari ibuku. Dengan malas aku membukannya. Kupikir ia akan mengajakku ke pesta para pembisnis yang sungguh membosankan, namun tidak.

Mataku terbelak ketika ibu mengatakan jika Mingyu sakit. Keluarga kami memang sangat dekat, jadi mereka pikir kami bersahabat, kenyataannya.

Aku harap kau segera menjenguknya.

Sial. Menjenguk musuh sendiri? Bukankah itu sesuatu yang gila? Aku tahu sebentar lagi pasti paman Yoo akan datang, ibuku menyuruhnya untuk mengantarkanku.

imagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang