Rainy Afternoon

252 20 0
                                    

-"It's scary how much I care and how much you don't."-

****

"Persebaran agama ke Nusantara disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor perdagangan yaitu dengan cara..."

Suara guru sejarah yang sangat lantang itu terdengar memenuhi ruangan kelas. Seluruh kelas hening mendengarkan sementara Febby bergerak-gerak tak sabaran di kursinya. Meskipun buku catatannya terbuka lebar di hadapannya, ia sama sekali tidak berniat menulis apapun disana. Febby menggigit bibirnya beberapa kali, menunggu bel pulang berbunyi amatlah membosankan ditambah dengan pelajaran sejarah yang lebih membosankan. Inilah alasan mengapa ia lebih memilih masuk IPA daripada IPS, ia tidak suka dengan pelajaran yang terlalu banyak mencatat, menghapal dan sebagainya. Febby lebih senang dengan sesuatu yang menantang. Tapi apesnya karena kurikulum baru, meskipun ia masuk IPA, ia tetap harus mempelajari pelajaran IPS.

Febby menoleh ke belakang-ke arah kursi Arky tepatnya. Laki-laki itu sedang serius menyoret-nyoret sesuatu di bukunya. Febby yakin ia tidak mencatat pelajaran, pasti laki-laki itu sedang menggambar atau sejenisnya. Tak berapa lama, laki-laki itu mengangkat wajahnya sehingga ia dan Febby saling tatap. Febby mencoba menyeringai kecil, tapi Arky sudah mendengus duluan kemudian menundukkan kepalanya.

"Bener-bener tuh orang ya, gue udah baik-baikin, dia kok tengil banget!" Febby menggerutu kesal.

Sembari Febby bersungut-sungut, tak terasa bel sudah berbunyi memekakkan telinga. Terasa seperti oase bagi siswa-siswa yang kelelahan menghadapi full-day class seperti Febby dan yang lain.

Teman-teman sekelas Febby sibuk berkemas, begitu pula sama halnya dengan Febby. Ia harus segera menuju ruangan tata usaha dan nge-print tugas yang ia berikan kepada Arky kemudian memasukkannya ke dalam loker anak laki-laki itu. Seharian ini dia sama sekali tidak fokus belajar hanya karena memikirkan perihal tugas Arky yang ia ambil alih itu.

"Feb, lo bareng gue gak pulangnya? Gue gada temen pulang ni," ujar Chacha yang sudah berdiri dengan tasnya di samping Febby.

Febby menggeleng, "lo duluan aja deh, Cha. Ada yang mau gue kerjain soalnya."

Belum sempat Chacha membalas perkataan Febby, tiba-tiba sudah ada Rama menghampiri keduanya-menghampiri Febby tepatnya.

"Feb, lu langsung ke ruang OSIS kan?"

Terdengar suara Rama di belakang Febby disertai dengan sentuhan di bahunya. Febby segera menoleh ke arah si ketua kelas itu dan memasang wajah keheranan.

"Hah? Apa, Ram?" Tanyanya balik.

Rama berdecak kemudian terkekeh kecil, "lo lupa ya? Padahal kan udah gue ingetin tadi malem."

Dahi Febby semakin berkerut bingung, "gue-gue lupa, apaan ya emangnya?"

"Lo kan gue minta gantiin Thalia buat jadi sekretaris 2 di OSIS, jadi lo musti ngelapor ke ketos siang ini. Gue temenin, kok."

"Hah?" Febby membelalak.

Febby benar-benar tidak mengingat perihal itu, kalau begini,bisa-bisa ia tidak sempat mengerjakan tugas Arky.

"Lo seharian ini jadi lemot ya, Feb. Gue perhatiin lo dari tadi ga dengerin tu omongan guru di depan apalagi pas pelajaran sejarah."

Febby cengengesan, pipinya memerah karena malu sudah ketangkap basah oleh Rama.

"Ya udah, buruan kuy. Ketos udah nunggu kayanya," ajak Rama pada Febby kemudian berpaling ke arah Chacha, "oh iya Cha, lo duluan aja."

Chacha mengangguk sambil menghela nafas panjang. "Ati-ati lo ya, Feb. Jangan pulang sendirian, tar lo di-gep penunggu sekolah."

TS [3] Fixed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang