Change

83 5 5
                                    

-"When you let people in you get hurt, you always end up hurt."-

****

Setelah Alde mengantarnya pulang ke rumah Tiara menggunakan mobil laki-laki itu, Devina disambut kedua temannya dengan wajah kaget. Mereka memberondongi Devina dengan banyak pertanyaan karena melihat kondisi Devina yang lusuh dan wajahnya yang berantakan. Alhasil, Devina pun menceritakan seluruh kejadian yang ia alami malam itu, kejadian yang tidak disangkanya sama sekali akan terjadi. Devina menangis lagi, beban di hatinya, meski sudah berkurang tapi tidak sepenuhnya hilang. Masih ada rasa sakit yang ia rasakan begitu mengingat kejadian-kejadian yang telah lalu.

"Lo yakin mau ngelepas Arky?" Tanya Dinda pada akhirnya setelah Devina menutup ceritanya dan tangisnya mulai reda.

"Ngelepasin? Ngelepasin siapa? Arky? Lo becanda?" Balas Devina.

Dinda dan Tiara terdiam, mereka pun saling adu pandang satu sama lain.

"Apa yang harus gue lepasin dari Arky? Dapetin aja gak pernah, gimana caranya mau ngelepasin?" Devina tertawa getir "dari awal juga gue gak pernah dianggap sama dia."

Tiara merangsek maju. Perempuan berambut sebahu itu mengusap-usap bahu Devina. Ia menyandarkan kepala Devina di dadanya dan mengecup puncak kepala sahabatnya tiga tahun terakhir ini.

"Dev, jangan sedih-sedih lagi," gumam Tiara lembut "lo pantes dapetin yang lebih baik kok daripada Arky. Banyak kok yang mau sama lo, lo kan cantik."

Dinda mengangguk menyetujui. "Iya, Dev. Lagian cowo jutek kea Arky gitu kok disukain. Gue aja penasaran, jangan-jangan tu orang homo soalnya ga pernah deket sama cewe."

Ketiganya tertawa rendah mendengar guyonan Dinda.

"Gue sama Tiara tuh udah sering banget coba ngasi tau elo, Dev," sambung Dinda lagi "tapi lo tuh batu banget. Ya gimana, kita juga ga mau elo sedih terus dan jadi kaya sekarang ini."

Devina menatap Dinda sendu. "Maapin gue ya, Din, Tir," katanya dengan nada penuh penyesalan "gue berubah jadi orang yang bukan diri gue. Gue jadi gak dengeri omongan kalian, padahal maksud kalian tuh baik. Gue buta- gue buta gara-gara cinta!"

Tiara mengangguk. "Bener tuh kata Agnez Mo."

"Apaan emang?" Dinda menimpali.

"Cinta ini kadang-kadang tak ada logika," jawab Tiara sambil menyanyi membuat Dinda menempelengnya dengan kesal.

"Ye, itu bukan Agnez Mo yang ngomong!"

"Terus sapa?"

"Siti Badriah!"

Devina tertawa melihat gelagat kedua temannya. Ah, harusnya Devina cukup bersyukur. Hidupnya harusnya sudah cukup. Dengan segala yang ia punya ditambah sahabat-sahabat yang sangat memperdulikannya, ia seharusnya sudah merasa lengkap. Ia tak perlu mengejar-ngejar kebahagiaan semu yang ia letakkan pada Arky. Seharusnya Devina menyadari itu sejak lama. Seharusnya Devina bisa membuat bahagianya sendiri tanpa menggantungkannya pada Arky.

"Gue bakalan minta maap ke Arky sama Febby," kata Devina tiba-tiba.

Kontan saja Dinda dan Tiara langsung membelalak gak percaya. "Lo yakin, Dev?" Kata mereka berbarengan.

Devina mengangguk mantap. "Gue mau beli sepatu baru buat Arky besok pagi."

"Ye, kaya dia ga punya sepatu laen aja! Sepatu yang lo buang ke tong sampah juga udah buluk kok, Dev!"

Devina mendelik ke arah Dinda membuat perempuan bertubuh pendek itu langsung kicep. "Ini bukan soal sepatunya masih banyak atau ga, ini soal tanggung jawab gue. Gue ga mau Arky benci sama gue. Gue emang mau jauhin Arky- gak, maksud gue, gue ga mau ganggu dia lagi. Biar sepatu itu jadi kenangan terakhir dari gue buat Arky. Biar sepatu itu jadi salam perpisahan dari gue. Paling gak, Arky gak punya dendam lagi ke gue."

TS [3] Fixed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang