Aku terus memandang Justin yang sedang memperbaiki mobilnya. Sangat disayangkan. Seharusnya dengan wajah, tubuh dan penampilan yang dia miliki, dia bisa menjadi seorang supermodel atau seorang aktor. Tidak malah menjadi montir yang selalu berkelut dengan mesin-mesin kotor dan oli. Pria ini sungguh menyia-nyiakan apa yang dimilikinya.
Pandanganku beralih pada tiga orang lainnya. Wanita yang barusan ku ketahui bernama Shay Morgan, pria berkulit hitam Sam dan Van, pria berambut hitam sebahu. Mereka berempat sungguh terlihat berbeda dariku. Bukan hanya dari penampilan mereka yang brutal saja, melainkan juga cara bicara dan gaya hidup mereka yang terkesan tak terkontrol. Ku rasa tadi malam aku tidak mendapatkan mimpi buruk hingga aku harus berurusan dengan hal semacam ini. Sungguh sulit untuk dipercaya.
Dering keras dari sebuah ponsel di atas meja terdengar. Semua mata tertuju pada benda tersebut. Ku lihat Justin berdiri tegak di depan mobil hijau modifikasi yang mengagumkan. Dia membersihkan tangannya dengan sebuah lap yang telah ia sediakan kemudian berjalan menuju meja. Meraih ponsel tersebut.
"Halo." Katanya. Aku memperhatikan setiap pergerakan dari pria itu. Mendadak wajahnya menjadi waspada. Ku pikir dia terkejut akan suatu hal.
Justin diam dan mendengarkan lawan bicaranya penuh keseriusan. "Apa maumu?" Suaranya berubah menjadi serak dan mengancam. Lalu dia kembali terdiam. Matanya memandang tajam ke depan.
"Baiklah." Dia mengakhiri pembicaraannya dan memasukkan ponsel ke dalam saku celana jeansnya. Matanya beralih pada semua orang yang ada di ruangan ini, termasuk diriku. "Kita berangkat ke Queens sekarang." katanya. Aku membulatkan mata tak percaya. Apa dia baru saja berkata Queens?
Semua orang bergerak dengan tergesa. Justin mengambil jaket kulit yang di sampirkan pada sbeuah kursi berlengan. Shay mengambil jaket jeans hitam di sandaran kursi yang ia duduki. Aku berdiri dari dudukku. Sam berjalan menuju sebuah mobil yang terbungkus kain hitam, kemudian dia menyingkap kain tersebut. Aku sungguh terkejut mendapati sebuah mobil modifikasi lain yang terlihat menakjubkan. Mobil itu berwarna perak dengan dua garis biru di kap bagian depan. Lalu ada corak-corak biru lain di sekeliling mobil. Dari bentuknya, ku rasa mobil itu adalah Nissan atau Toyota? Entahlah, aku tidak pernah tahu tentang otomotif.
"Van, kau di belakang. Awasi setiap pergerakan Marks." Justin menginstupsikan.
Van mengangguk dan masuk ke sebuah pintu di samping garasi. Aku beralih pada Shay dan terkejut ketika wanita itu sedang mengisikan peluru pada sebuah senjata api. Mata wanita itu bertemu denganku kemudian dia tersenyum.
"Jangan terlalu terkejut seperti itu. Ini hanya sebuah senapan." Ucapnya dengan enteng.
"Apa.. itu legal?" Aku bertanya.
Shay mengangkat satu ujung bibirnya. "Bagaimana menurutmu?"
Ku rasa kepemilikan senjata di tangannya itu ilegal. Oh Tuhan. Dengan apa aku terlibat saat ini?
Justin menutup kap mobil yang tadi ia perbaiki. Shay berjalan di belakangnya dan menghampiri sebuah mobil yang lain. Sebenarnya berapa mobil yang mereka miliki? Mobil Shay berwarna biru laut dengan corak kilat di sampingnya.
"Shay bawa wanita itu bersamamu." Justin berucap pada Shay.
"Namaku Annie. Berhenti memanggilku dengan sebutan 'wanita'." Aku hanya ingin menerapkan sedikit sopan santun di sini. Ku rasa pria ini tidak pernah diajarkan sopan santun sebelumnya. Bukankah aku sudah menyebutkan namaku tadi. Aku tahu dia sengaja melakukan itu.
Justin memandangku. Dia mengangkat bahunya tak peduli, kemudian mengenakan jaketnya dan masuk ke dalam mobil.
"Hei, apa lagi yang kau tunggu 'Annie'?" Shay menekankan nama itu untuk mengejekku. Kemudian dia tertawa. Aku mendengus kemudian berjalan menghampirinya.