Ada beberapa kemungkinan yang berkecamuk dalam pemikiranku saat ini. Yang pertama, bagaimana aku bisa bertahan dengan sumua kekacaun hidup ini?. Yang kedua, akankah aku mendapatkan kehidupanku yang semestinya kembali?. Sekarang aku percaya, aku memang tidak ditakdirkan untuk bersama pria ini. Aku tidak akan memungkiri bahwa aku menyukainya. Ada sesuatu tentang dirinya yang membuatku tertarik. Bukan hanya satu hal melainkan banyak hal. Dia hampir sempurna dalam berbagai hal. Kecuali dalam perasaan ganjilnya yang lebih suka ia sembunyikan. Dia adalah banci. Seorang pria yang mengkhianati perasaannya sendiri terhadap wanita yang disukainya.
Tidak ada kebohongan saat aku berfikir bahwa mungkin aku memang menyesal telah menyetujui penawaran Justin untuk menetap bersamanya. Aku memang seharusnya meninggalkan tempat ini dan aku akan melakukannya. Secepatnya. Tapi tidak malam ini. Aku akan sesegera mungkin meninggalkannya setelah Nicola kembali kepada kami. Dialah tujuanku yang sesungguhnya.
Kejadian tadi siang membuatku menjaga jarak dengan Justin. Aku tidak ingin berpura-pura untuk akrab dengannya karena dia juga menjaga jarak dariku. Meskipun menyakitkan, tapi itu yang terbaik untuk saat ini. Akan terasa lebih menyakitkan bagiku jika dia mencoba untuk akrab dan bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa diantara kami.
Pantulan diriku di cermin membuatku mengerang pelan. Apa yang terjadi pada diriku? Kemana dia pergi? Aku merasa bahwa sosok yang ku pandang kini bukanlah diriku. Aku mengenal dengan baik diriku sendiri. Aku tahu dia akan selalu menghindar dari sekecilpun kekacauan yang mencoba mampir dalam hidupnya. Tapi lihatlah sekarang, bahkan dia mampu bermain api dengan berbagai macam bahaya yang tentu dapat mengancam nyawanya. Aku tegaskan sekali lagi. ITU BUKANLAH DIRIKU.
Sial. Aku merindukan Lottie. Aku ingin memeluknya dan menangis di pelukannya. Hei, untuk apa aku menangis? Aku tidak memiliki alasan yang tepat untuk menangisi pria macam Justin. Ya, mungkin aku memiliki perasaan suka padanya, namun itu belumlah cukup umtuk menjadi alasan untuk menangisinya. Dia bukan siapa-siapa bagiku. Dia hanya pria gila yang tak sengaja ku kenal. Dan mulai sekarang aku akan mulai menerapkan bahwa dia hanya pria asing untukku.
Ku dengar suara berisik dari lantai bawah. Aku tahu Justin dan yang lain sedang mempersiapkan segalanya untuk memasuki rumah Idone. Justin yang ku pikir dia mengkhawatirkanku menyuruhku untuk tetap berada di rumah. Kali ini aku tidak akan berargumen dengannya. Ku pikir semakin aku jauh darinya, semakin baik untuk kami. Aku sadar dia tidak mengharapkanku, sehingga aku akan mencoba untuk juga tidak mengharapkannya di mana itu hanya akan menyakiti diriku sendiri. Pengalamanku dengan Terry tidak akan membuatku terjerumus kembali dalam luka karena cinta. Aku telah mempelajari perasaanku dan aku akan lebih menjaganya. Aku tidak ingin kembali terpuruk, apalagi dikarenakan alasan yang sama.
Aku mencoba untuk memantapkan diri di depan cermin, kemudian aku memutuskan untuk turun. Ku pikir akan terasa sangat ganjal jika aku tidak mengantarkan mereka. Setidaknya berkata 'semoga beruntung' kepada mereka semua. Aku sadar akan peranku di tempat ini.
Semua sedang berada di dalam garasi ketika aku menemui mereka. Aku menemukan Van baru saja memasukkan dua buah laptop ke dalam mobil. Di sampingnya ada Sam yang memasukkan sebuah tas hitam besar berisi penuh dengan senjata ke dalam bagasi. Aku sudah melihatnya tadi. Kemudian mataku menyeberangi ruangan dan melihat Justin serta Shay sedang berbincang. Justin terlihat serius memberitahu sesuatu pada Shay dan wanita itu kebanyakan hanya menganggukkan kepala.
Aku berlajan menghampiri Van. Dia tersenyum padaku dan aku membalasnya. Kemudian aku membantunya memasukkan beberapa peralatan mirip mikrofon dan beberapa alat yang elektronik yang tak ku ketahui apa gunanya.
"Semua sudah siap?" Aku mendengar suara Justin. Dengan enggan aku berbalik menghadapnya.
Dia memandang kepada semua orang yang berada di garasi dan sedikit bertahan lebih lama padaku. Aku hanya diam dan membalas pandangannya dengan acuh. Sudah ku katakan, situasiku dengannya sejak siang tadi sungguh canggung.