Mungkin ini adalah malam terbaik yang pernah ada dalam hidupku. Menghabiskan seluruh malam dengan kekasihku yang berbahaya namun menyenangkan. Aku masih belum bisa percaya bahwa aku sungguh melakukan semua ini. Menjalin hubungan dengan seorang pria yang bahkan tidak ku ketahui asal-usulnya. Bukan sekali aku pernah mendegar orang-orang yang mengatakan untuk selalu mengikuti kata hati karena hati tidak akan pernah berdusta. Jadi itulah yang sedang aku terapkan dalam hidupku. Aku mengikuti kata hatiku yang terlihat begitu menerima Justin. Dan ku harap aku tak akan menyesalinya. Ini adalah sebuah awal baru yang akan ku coba pertahankan. Setelah tahu bagaimana kehidupan Justin berjalan, aku juga merasa hubunganku dengannya tidak akan berjalan dengan normal dan mudah. Tapi aku akan siap untuk menghadapinya.
Dua minggu. Aku hanya butuh dua minggu untuk mendapatkan pengganti Terry. Terlihat sangat mustahil terjadi tapi nyatanya tidak mustahil bagiku. Sosok bahkan nama Terry sudah benar-benar lenyap dari dalam diriku. Bahkan aku seakan lupa bagaimana rupa pria tersebut. Dia sudah seribu persen tergantikan oleh Justin. Jangan panggil aku 'brengsek'. Ku rasa aku memang pantas untuk menghilangkan dia dari hidupku setelah melihat apa yang telah ia lakukan kepadaku.
Dan yang masih mengejutkanku adalah, bagaimana mungkin aku bisa move on begitu cepat? Ini adalah rekor tercepat yang pernah terjadi dalam hidupku. Tapi bukankah itu bagus? Aku memang sudah tidak membutuhkan Terry.
Hatiku tersenyum tak percaya di dalam sana. Aku tidak tahu apa ini akan masuk dalam ketergori ceroboh atau memang sudah saatnya bagiku menemukan pengganti pria brengsek tersebut. Terserah apa itu, aku hanya ingin menjalaninya dan menikmatinya saja. Lagi pula siapa yang akan menolak kebahagiaan yang sekarang ini ku dapatkan.
Lottie pasti akan sangat terkejut saat dia melihat Justin. Dan aku juga tahu dengan pasti bahwa dia akan memberikan ceramah yang panjang kepadaku. Bagaimana tidak. Di matanya aku terlihat seperti seorang pesakitan selama beberapa hari terakhir. Semua itu disebabkan oleh Justin. Kemudian sekarang tanpa ada persiapan ataupun sesuatu telah mengguncangkan dunia, aku membawa pria ini pulang. Ini akan menjadi sesuatu yang besar bagi dirinya.
"Kenapa rasanya berbeda?" Aku menoleh untuk memandang Justin. Alisku hampir bertautan karena mencoba mengerti maksud dari pertanyaannya. Berbeda? Apa yang dia maksudkan. "Pertama kali aku berjalan di lorong ini, aku berharap segera kembali ke mobilku. Namun kali ini, ku pikir aku ingin mobilku tertinggal di Brooklyn." Ada senyum yang menyertai ucapannya.
Aku sangat senang Justin mau mengantarkanku pulang. Bahkan dia tidak menolak ketika aku menawarinya untuk mampir. Meskipun demikian, ada yang kurang dalam dirinya dan membuatku merasa kurang memilikinya. Saat kami berada di publik atau tempat yang tidak hanya ada kami berdua, dia berlaku seperti orang asing. Bukan sepasang kekasih.
Aku ingat di mana aku dan Adam Segen (pacar pertamaku) baru saja meresmikan hubungan kami. Dia bahkan tak pernah melepaskan pegangan tangannya dariku saat kami bersama. Begitu juga dengan mantan pacarku yang lain. Mereka seakan mencoba memperlihatkan pada dunia bahwa aku milik mereka. Bahkan Terrypun begitu meskipun dia tidak terlalu memperlihatkannya di depan publik. Tapi Justin berbeda dari mereka. Dia lebih memilih memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dari pada menggenggam tanganku dan menjalin kehangatan bersamanya. Mungkin ini memang sebuah kebiasaan baginya. Aku akan mencoba untuk mengikutinya meskipun ini sungguh terasa ganjal.
Aku memberikan senyuman lebar kepadanya. Terlebih setelah mendengar kejujuran yang menyenangkan baru saja keluar dari mulut indah itu. "Mungkin karena memang kau mengharapkannya." Kataku mencoba menjawab serta menebak pemikirannya.
"Atau mungkin karena sesuatu menjadi berbeda saat ini." Dia benar. Sesuatu telah terjadi dan merubah pemikiranku serta pemikirannya. Tapi sesuatu itu tentu sesuatu yang baik, karena jika tidak, aku tidak akan menikmatinya.