Chapter 22

1.3K 80 1
                                    

Aku dan Shay berjalan masuk ke dalam garasi rumah. Kedua tangan kami menenteng belanjaan yang tidak sedikit. Sebenarnya hanya dua macam benda. Namun cukup merepotkan juga membawanya.

Kami baru saja membeli dua kotak pizza papparoni dan keju berukuran besar di sebuah restoran bernama Victoria Pizzeria. Restoran yang jaraknya paling dekat dengan rumah Justin. Lalu kami juga membeli beberapa botol Red Bull. Aku ingat benar bagaimana tatapan penjaga kasir mini market yang ditujukan kepada diriku dan Shay tadi. Tentu saja dia merasa aneh ketika mendapati ada dua orang wanita membeli sepuluh kaleng minuman berenergi dalam sekali transaksi. Hell, siapa yang peduli. Urus saja hidup kalian sendiri.

Semua orang sedang sibuk di sini. Nic, Van dan Leo sedang mempersiapkan mobil yang akan kami gunakan nanti malam. Justin dan Young memiliki hal yang lebih ekstrim. Mereka sedang berkutat dengan berbagai macam senjata dan .... aku tidak tahu benda kecil yang sedang di pegang Justin saat ini.

Aku dan Shay berjalan menghampiri meja. Ku letakkan dua kotak pizza di atasnya dan Shay menempatkan satu kantong plastik besar berisikan sepuluh kaleng Red Bull di sampingnya.

"Delivery pizza petang hari." Teriakku. Semua orang kini memandang kami. Dengan segera mereka meninggalkan pekerjaan mereka dan datang menghampiri kami.

Aku tahu mereka sangat kelaparan sekarang. Mereka terlalu sibuk dengan persiapan yang mereka lakukan hingga melewatkan makan siang mereka. Sedang perut mereka hanya di isi oleh gin serta rum yang selalu setia berada di dalam kulkas sejak pagi tadi tanpa ada sedikitpun makanan yang masuk selain bacon – sarapan mereka. Mereka memang menginap semalam. Dan karena tidak ada kamar yang bisa menampung mereka kecuali kamar Nic – itupun hanya dapat menampung Shay – mereka tidur di sembarang tempat. Van tidur di sofa bersama Young, sedangkan Sam dan Leo tidur di jog belakang dalam mobil.

Aku membuka kotak pizza pertama. Sebuah pizza keju. Dengan cepat tangan-tangan panjang mulai terjulur untuk mengambil potongan pizza di depanku.

"Aku tidak pernah merasakan pizza yang senikmat ini." Van meracau sambil menggigit besar-besar pizza di mulutnya. Aku tertawa mendengar ucapannya. Dia nampak benar-benar menikmati pizza-nya.

"Pizza adalah makanan murahan. Apa gunanya uang jutaan dollar yang akan kita dapatkan jika kita terus memakan makanan sialan ini." Ucap Shay. Dia mengambil satu potong pizza dan membawanya berlalu sambil tangan satunya menenteng satu kaleng Red Bull.

"Benar. Aku akan menghabiskan seratus ribu dollar pertamaku untuk makan malam eksklusif di Per Se." Nic menimpali. Aku pernah mendengar tentang restoran tersebut namun belum pernah mengunjunginya. Sebuah restoran di bundaran Columbus, Manhattan yang katanya, harga paling murah dari menu sederhananya mencapai seratus lima puluh dollar. Harga yang sangat fantastis bukan?

"Kau harus mengajak seseorang untuk bisa melakukan reservasi. Setidaknya seorang pria, bagaimana kalau bersamaku?" Leo berjalan menghampiri Nic ketika aku merasakan tangan Justin memeluk perutku.

Aku membulatkan mata. "Apa adikku baru saja mencoba mengajak berkencan adikmu?" Aku menoleh untuk memandang Justin.

Pria di belakangku itu menampilkan senyuman lebarnya. Kemudian matanya memandang ke arah Leo. "Hei Boy, apa kau sudah punya cukup nyali untuk mengajaknya berkencan?"

Leo menegak Red Bull kemudian berdiri menghadap pada Justin. "Apa salahnya? Kau cukup berani mengajak kakakku berkencan." Tanggapnya. Lalu matanya berpindah padaku. "Hei sis, katakan bagaimana pandanganmu terhadap bad boy. Kenyataannya adalah semua wanita menyukai pria seperti kita." Jawabnya angkuh.

Aku menggelengkan kepala sambil mengulum senyum. Justin meriah daguku dan memberikan sebuah ciuman lembut kilat di bibirku. Aku suka cara dia memelukku dari belakang kemudian memberikan ciuman yang lembut seperti ini. Rasanya sungguh menyenangkan.

Do Not Compare (by Aulia Delova)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang