Chapter 1

983 65 6
                                    

Susan POV

Cahaya matahari memasuki kamarku. Menerobos dari sela-sela kecil dari ventilasi. Aku pun terbangun karena makin lama cahaya itu menjadi sedikit panas.

Ku lirik jam dinding. Pukul stengah enam. Aku pun beranjak dari kasurku. Hari ini adalah hari pertama aku kerja. Jika aku telat, itu akan sangat memalukan.

Oh, iya perkenalkan namaku Susan, umur 25 tahun, dan aku masih single. Aku tinggal sendiri dirumah peninggalan orang tuaku.

Orang tuaku sudah lama meninggal karena kecelakaan, Itu disaat aku masih Kuliah. Nenekku yang berada di Indonesia pun memintaku untuk tinggal disana bersama mereka, tapi aku memilih untuk hidup mandiri.

Ayahku asli orang Kanada. Kemudian dia bertemu dengan ibuku di Bali. Disaat itulah ayahku naksir dengan ibu dan melamarnya.

Setelah mereka menikah, mau tak mau ibuku juga harus ikut dan tinggal di sini, dan lahirlah aku sebagai campuran bule-indo.

Aku tak memiliki motor atau pun mobil. Niatnya aku memang sedang mengumpulkan uang untuk membeli kendaraan agar aku tak perlu naik transportasi umum.

Aku memasuki stasiun kereta bawah tanah. Pukul 6 lewat 5 menit. Kereta yang kutunggu pun tiba. Aku memasuki kereta tersebut. Setelah aku mencari-cari tempat duduk, akhirnya aku duduk didekat pintu keluar.

Disampingku ada seorang wanita cantik dengan rambut sepundak. Warna rambutnya juga unik, biru tua dengan sedikit warna pink disekitar poninya. Dia terlihat lebih dewasa dariku, walaupun menurutku dia seumuran denganku.

****

Sesampainya dikantor, aku diminta menghadap ke ruang kepala staf perkantoran.

Aku pun hampir terkejut karena orang yang menjadi ketua staf adalah seorang pria muda, mungkin dia lebih tua setahun dariku.

"Kau orang baru?" Tanyanya ketika aku baru saja menaruh bokongku di kursi yang berada didepan mejanya.

"Iya, pak. Saya orang baru." ungkapku.

Dia mengulurkan tangannya.

"Perkenalkan, aku Jackson Derby. Kepala staf dikantor ini."

Aku pun menjabat tangannya dan juga memperkenalkan diriku.

"Namaku Susan, Pak." ucapku.

"Jangan panggil aku 'Pak' panggil saja Jack, karena sepertinya kita seumuran."

"Uhm, tapi bagaimana ya... rasanya canggung sekali karena kita baru kenal." Ungkapku sedikit terbata.

Walaupun dia memintaku untuk memanggilnya dengan nama, tapi tetap saja aku tak bisa.

"Begitu ya, tak apa. Terserah pada mu sih. Semoga kau dapat bekerja dengan baik disini." Dia tersenyum. Senyuman itu membuat dia terlihat sangat ramah.

****

Hari pertama kerja lumayan melelahkan. Sesuai kemampuanku, aku di tempatkan di bagian Design Grafik.

Jackson Derby, entah kenapa namanya selalu terngiang dipikiranku.

Dia sudah beristri belum ya? Apa dia masih single? Kalau boleh aku mau nyalon jadi istrinya deh.

Itulah yang selalu muncul dipikiranku. Sebuah pertanyaan-pertanyaan aneh mengenainya. Itu wajar karena aku wanita. Dan umurku juga sudah diharuskan untuk menikah.

Tapi, masa iya dia mau denganku? Itu tidak mungkin. Dia kan Boss-ku, dan aku bukan siapa-siapa untuknya.

Aku pulang tepat disaat matahari terbenam. Aku pun cepat-cepat menuju ke stasiun kereta bawah tanah. Jalan yang ku lalui sangat sepi. Tak banyak orang-orang yang melewati tempat ini. Aku pun mempercepat langkahku.

Langkahku akhirnya terhenti ketika aku melihat 3 orang dengan pakaian serba hitam. Wajah mereka tak terlalu terlihat karena mereka mengenakan kupluk dikepalanya.

Ketika jarak kami hampir dekat, entah apa yang membuatku begitu penasaran, aku kembali menatap wajah mereka.

Ada dua bola cahaya merah sejajar, yang nampak seperti... mata. Sontak aku terkejut dan hampir menjerit.

Salah satu dari mereka membalikkan tubuhnya dan kini menghadapku.

Aku terbelalak ketika aku melihat wajah dibalik kupluk itu. Wajah baja dingin dengan mata berwana merah cerah.

Kedua orang yang mengikutinya itu pun juga menampakan dirinya. Aku hampir tak percaya dengan apa yang kulihat saat ini.

Robot-robot itu nampak mengerikan. Mereka menatapku dengan mata merahnya yang menyala. Aku terus berjalan mundur untuk menghindari mereka.

Salah satu dari mereka mengeluarkan sebuah senjata tajam dari tangan kanannya, yang ku yakini kalau itu adalah pedang.

Refleks, Aku berlari sekencang mungkin tanpa menoleh sedikit pun.

Tapi hari ini Dewi keberuntungan tak memihakiku. Aku tersandung dan terjatuh, mereka pun hampir dekat dengan ku. Aku hampir ingin menangis, tanpa sadar aku berteriak dengan keras

"TOLOOOOONGG!!!!!" jerit ku yang terdengar begitu pilu.

Ketika mereka hampir mendekatiku, dari arah belakangku muncul seorang lelaki, dia pun berdiri didepanku.

Dia membawa senjata laras panjang, namun bentuk senjatanya pun begitu aneh. Senjatanya terlihat seperti senapan-senapan yang pernah kulihat di film-film pertempuran di ruang angkasa.

Lelaki itu menembaki mereka satu persatu. Pelurunya pun bukan peluru timah, tapi laser.

Tak butuh waktu lama, Mereka tumbang dalam hitungan detik.

Lelaki yang menolongku itu mengulurkan tangannya.

"Kau tak apa-apa kan?" Tanyanya sembari membantuku untuk berdiri.

"A-aku tak apa-apa kok. Aku baik-baik saja. Terimakasih. Tapi, apakah kau bisa jelaskan tentang semua ini?" Tanyaku dengan penasaran.

"Aku akan menjelaskannya nanti. Tapi apakah kau mau kutemani pulang? Untuk berjaga-jaga jika nanti kau dihadang lagi oleh robot-robot itu."

Aku menerima permintaannya. Aku sempat shock dengan apa yang kuhadapi hari ini. Bertemu dengan robot-robot jahat yang hendak membunuhku, apa benar ini semua nyata? Atau aku hanya bermimpi.

Aku mencubit pipiku.

Sakit...

Ini bukan mimpi. INI KENYATAAN.

"Kalau boleh tau, namamu siapa?" Tanyaku memecah keheningan.

Dia tidak langsung menjawabku. Tapi, dia menatapku sambil tersenyum.

"Jazz. Namaku Jazz."

****

TRANSFORMERS PRIME : In Human FormTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang