Bab 19. Di Dalam Jeruji Besi

91 12 2
                                    

Rasanya lebih parah dari hilang ingatan, pengar yang pekat. Aku membuka mata dan melihat segalanya bercahaya dan buram. Mengedip-kedipkan mata untuk membiasakan mata di tempat terang. Terdengar pembicaraan ganjil yang rasanya sangat dekat.

"Ia benar-benar nekat," kata seorang perempuan. "Bagaimana jika Penjaga Waktu datang?"

"Papan permainannya hilang, mungkin Penjaga Waktu tidak akan datang," jawab seorang lelaki.

"Kita tetap harus menjalankan tugas juga. Hei, lihat, ia bangun," kata perempuan.

Aku menyipitkan mata dan menyentak bangun saat sadar berada posisi tidur meringkuk. Hal berikut yang kutahu, aku berada di dalam jeruji besi. Aku sendirian di dalam sini. Di mana Tom? Dilanda kepanikan yang mulai menjalar, seseorang berdeham. Kepalaku langsung menoleh.

"Evo?" Suaraku serak, bahkan aku tidak yakin ia mampu mendengarnya dengan jelas.

Evo berdiri di luar penjaraku, berjalan mendekat dan wajahnya menempel di terungku. Aku bangkit dan mendekat. Jeruji membentang di antara kami.

"Aku minta maaf," ucapnya menyesal. Jeruji membagi wajahnya menjadi beberapa persegi panjang. Benakku mulai mendaftar pertemuan-pertemuan tak terduga kami, di sekolah, di pekarangan belakang sekolah, di koridor sekolah dan di sirkus. Tapi sekarang ia di sini, berdiri di dekatku. Bukan sekadar kebetulan. Aku mengamati wajahnya dan mencari penyesalan yang ia maksud.

"Kau Polisi Waktu?" tanyaku tercekat.

"Aku melakukan apa yang bisa kulakukan. Ini adalah langkah terbaik untukmu. Jangan khawatir, kau akan baik-baik saja. Kau akan selamat," katanya.

Aku hanya menatapnya tak percaya. Dikhianati oleh orang yang paling dipercayai ternyata rasanya lebih sakit daripada kenyataan itu sendiri. Wajah Evo gelap seolah ingin meluapkan kemarahan. Tapi harusnya aku yang marah. Matanya melirik ke arah sebelah penjaraku. Tom berbaring namun tidak bergerak. "Kau pengkhianat, Evo! Jangan sekali pun menyentuhnya atau aku akan..."

"Itulah dirimu," katanya menyela ucapanku, "kau memiliki semangat hidup yang tinggi. Nikki yang selalu ingin melindungi keluaraganya. Apa kau bahagia dengan menjadi dirimu sendiri? Seseorang pernah berkata padaku bahwa takdir seseorang bisa berubah. Nikki, kau bisa mengubah apa pun jika kau ingin dan berusaha."

Aku menggeleng. "Kau tidak tahu apa pun tentangku!"

"Besok pagi, hukuman dari Perserikatan Polisi Waktu akan datang. Hukumanmu paling berat karena terbukti membuat tindakan menghasut pada seseorang. Ya, walaupun orang itu saudaramu sendiri," Evo tersenyum. Biasanya senyumnya mampu membuat aku tenang. Tapi kini rasanya seperti ia akan membunuhku secara cepat. "Ana akan melakukan dokumentasi tentangmu. Kita akan bertemu lagi. Secepatnya. Setelah itu, hanya akan ada kita berdua."

"Kau berbohong padaku!" teriakku. Suara itu bergema diseluruh dinding. Ia beranjak pergi dan aku hanya mengamati punggungnya yang berjalan menjauh hingga pintu tertutup.

Aku bersandar pada pojok penjara dan bertanya-tanya bagaimana cara keluar dari tempat ini. Ana mengambil kursi dan meletakkannya di depan sel. Selagi membuka buku, aku menoleh ke arah Tom yang bahkan belum bergerak sedikitpun. Obat apa yang diberikan oleh mereka hingga Tom tidak bangun sebelumku. Ana melempar senyum dan menyiapkan pulpen.

"Nikki, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Ana sambil meletakkan ujung pulpen di buku catatannya yang terbuka.

"Pertanyaan yang sangat lucu mengingat kalian sekarang menahanku di sini," kataku sambil mendongak ke langit-langit. Empat lampu linear fluorescent dua puluh watt yang ditata berbaris menerangi ruangan ini. Tidak ada jendela, hanya dinding kosong bercat abu tanpa pernak-pernik. Penjara yang sungguh membosankan. Aku kembali menghadap ke depan dan menemukan Ana mengamati dengan tak suka.

Nikki and The Journey in TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang