***
"A ... apa?" ujar Naya setengah tak percaya melihat apa yang ada di hadapannya."Apa kau tak tau ini tempat yang paling menguji kesabaran?" tanya Naya masih tak percaya.
Orang tersebut hanya menggelengkan kepalanya dan memasang wajah polos.
Naya mengacak rambutnya frustasi. "Ahh!! Demi seluruh laki-laki di muka bumi, kenapa aku harus bertemu dengan orang menyebalkan yang mempunyai ide gila ini?" kata Naya frustasi.
Orang di depanya hanya mengukir senyum kemenangan.
'ARENA PEMANCINGAN'
Tulisan besar berwarna merah itu terpampang indah didepannya. Namun matanya sangat ingin menyingkirkan pandangan dari tulisan itu.
"Apa kau tidak bisa membacanya?" tanya Naya sambil melipat tangan di depan dadanya, ia mulai berusaha mengontrol emosinya.
Lantas orang di depanya hanya menjawab dengan satu kali anggukan.
"Ah! Menyebalkan sekali!" Erang Naya sambil menghempaskan tanganya diudara.
Orang tersebut langsung menggenggam tangan Naya dan menariknya untuk masuk.
Seketika itu juga tubuhnya menegang, ia seperti diserang beribu-ribu volt saat jemari pria itu mengenggam tangannya.
Naya lansung menyadarkan dirinya. "Rio! Lepaskan tanganku!" bentak Naya seraya melepaskan tangannya.
Yap! Rio adalah pria yang tengah bersama Naya saat ini.
"Apa hobi kamu adalah memberontak?"
Naya hanya mendecak tak peduli dengan omong kosong Rio.
"Ayo masuk," ajak Rio kembali dan berjalan meninggalkan Naya di belakangnya.
Naya yang ditinggal langsung melongo. "Apa yang sebenarnya pria itu rencanakan?" tanya Naya bingung dan terpaksa harus menyusul Rio.
Arena pemancingan disini cukup ramai oleh pengunjung. Hal itu membuat Naya sulit menyusul Rio yang kadang berbaur dengan kerumunan orang.
"Ini alat pancingan mu," kata Rio sambil menyodorkan sebuah pancingan berukuran sedang.
Naya hanya mengambilnya dengan malas.
"Ayo ikut aku,"
"Sekarang kemana lagi?" tanya Naya malas.
"Apa kau ingin memancing diantara bapak-bapak itu?"
Naya langsung melirik kearah gerombolan bapak-bapak didepanya kemudian menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Rio hanya tersenyum kecil melihat kelakuaan Naya.
"Kalo begitu ikut aku,"
Naya menghembuskan panjang nafasnya. 'Semoga saja dia tidak membawaku ketempat aneh lagi,' harap Naya dalam hatinya.
Naya dan Rio berjalan kesebuah lorong yang berukuran sedang. Sesekali Naya berusaha menyamakan langkah nya dengan Rio karena takut tertinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, Time And Sorry
Teen Fiction"Masa lalu itu seperti kertas yang telah ditulis, saat kau mencoba untuk menghapusnya maka masih akan terlihat samar bekasnya." Me,time and sorry . . . Hingga tiba waktunya perlahan-lahan membuat semua kisah masa lalu terbuka kembali...