Sepi.
Itu kata yang terlintas pertama saat Naya melihat ke belakang tenda yang dimaksud Diyon. Tidak ada siapa-siapa di sana, tapi sepertinya beberapa menit yang lalu ada seseorang di sana karena banyak botol minuman tergeletak begitu saja ditinggalkan pemiliknya.
Entah roh apa yang membisikkan ke telinga Naya sehingga kakinya perlahan berjalan masuk ke dalam hutan. Meskipun hutan ini terbilang aman, namun tetap saja jauh ke dalamnya pasti masih ada binatang menghuni di dalamnya.
Gelap dan sunyi. Hanya sesekali suara jangkrik terdengar dan beberapa burung hantu saling bersahutan.
Aku pasti sudah gila! Apa sebenarnya yang aku lakukan di sini? batin Naya menyadarkan dirinya sendiri.
Bukannya berjalan mundur, Naya justru berjalan masuk lebih jauh. Suara jangkrik perlahan-lahan hilang seiring datangnya sinar rembulan yang mulai menerangi langkah demi langkah Naya.
***
"Apa kalian melihat, Naya?" tanya Lumna pada yang lainnya saat menyadari Naya tidak lagi bersama mereka.
"Bukankah tadi dia duduk di sini?" tanya Veno.
Drean bangkit dari duduknya. "Ayo cari dia!" ujar Drean.
"Ah! Biarkan saja dia, tidak ada siapapun yang bisa melukai dia. Percayalah padaku," kata Maya.
"Tapi di sini cukup berbahaya saat malam," tutur Drean.
"Naya itu tidak akan apa-apa," ujar Maya berusaha meyakinkan yang lainnya.
Maya menghela panjang napasnya setelah melihat yang lain masih khawatir dengan Naya. "Oke, kita cari Naya," kata Maya pasrah.
"Tunggu, dimana Max?" tanya Lumna saat menyadari Max menghilang untuk kesekian kalinya dari hadapan mereka.
"Max? Ah, dia mengatakan padaku jika dia terkena diare. Karena itu ia sering menghilang tiba-tiba," jelas Drean.
Semua mengangguk mengerti. Jadi, itu sebabnya Max sering pergi dan datang secara tiba-tiba.
"Dia ingin tetap terlihat keren, namun nyatanya dia tetap hanya manusia biasa," kata Lumna sambil menggelengkan kepalanya.
"Lalu apa kita harus menunggu dia?" tanya Maya.
"Sebaiknya tidak usah, bagaimana jika dia tiba-tiba sembelit di tengah jalan? Siapa yang akan repot nantinya?" tutur Lumna.
"Baiklah, ayo kita pergi," ajak Drean memimpin langkah mereka.
Maya dan yang lainnya berjalan masuk ke dalam hutan, berbekal cahaya dari handphone mereka dan menyorot jalanan yang akan mereka lewati.
"Jangan ada yang berpencar. Oke?" ingat Veno. Semuannya mengangguk serentak
"Bukankah tempat ini begitu sepi?" tanya Lumna.
"Kau benar," jawab Maya setuju. "Apa kalian yakin Naya masuk ke dalam? Untuk apa dia ke sini?"
"Siapa yang tahu," jawab Drean singkat.
Mereka semakin masuk ke dalam hutan. Rembulan semakin tinggi, membuat cahayanya menyelinap di balik dedaunan. Suara burung hantu semakin jelas terdengar bak orkestra.
***
Baiklah, aku akan kembali saja, batin Naya mulai mengambil langkah mundur dan memutar tubuhnya.
Tepat saat itu juga dia melihat ular tak jauh di depannya, ukurannya memang tidak begitu besar. Namun, Binatang berbisa itu hanya berjarak beberapa meter darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, Time And Sorry
Teen Fiction"Masa lalu itu seperti kertas yang telah ditulis, saat kau mencoba untuk menghapusnya maka masih akan terlihat samar bekasnya." Me,time and sorry . . . Hingga tiba waktunya perlahan-lahan membuat semua kisah masa lalu terbuka kembali...