******Naya mengangkat satu alisnya. "Bantuan apa?"
Rio lantas tersenyum kecil ke arah Naya. Hal itu membuat Naya langsung mengerutkan keningnya.
"Bantuan yang sederhana, bisakah kau mundur beberapa langkah?" ujar Rio.
Naya hanya mengangguk mengerti dan melangkah mundur. Perkelahian itu pun terjadi, keduanya seperti tak bisa dipisahkan. Sesekali Naya bergedik ngeri melihat perkelahian yang bisa disebut tidak seimbang dari segi jumlah, namun tidak dari segi kemampuan.
'Apa yang harus kulakukan?' batin Naya yang mulai tak dapat menahan emosinya. Dilihatnya Rio mulai kehilangan banyak energi.
Memang sudah dasarnya seorang Naya tidak dapat berdiam diri saat melihat sebuah pertengkaran berada tepat di depan matanya.
Naya mengangguk sekali. 'Aku harus melakukanya,' batin Naya mantap.
Tanpa pikir panjang lagi Naya melangkah maju ke depan dan ikut mengarahkan tinjunya kebeberapa orang yang mulai menyerangnya, beberapa kali Naya mendaratkan tendangan mulusnya ke tubuh orang-orang tersebut.
Selang lima menit kemudian sebuah serine polisi berbunyi dan menggema hingga seantero gang kecil tersebut. Tanpa ba-bi-bu para gerembolan tersebut berlarian dengan cepat meninggalkan Naya dan Rio, mereka hilang dengan satu kali kedipan mata.
"Mau kemana mereka?" tanya Naya emosi yang mulai melangkah mengejar gerombolan tersebut. Namun Rio dengan sigap menahan tangan Naya.
"Biarkan saja," ujar Rio. Naya hanya mengembuskan napas dan menepis tangan Rio, ia mulai mengatur napasnya yang tidak stabil.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Rio.
Sedangkan yang ditanya hanya diam seribu bahasa dan merapatkan mulutnya. Naya kemudian memejamkan matanya dan menghembuskan panjang nafasnya.
Beberapa aparat kepolisian menedekati mereka dan menanyakan kondisi keduanya. Mereka lantas mengangguk meyakinkan polisi tersebut bahwa mereka baik-baik saja.
****
"Aku sungguh tidak ingin berhubungan dengan polisi lagi," Keluh Naya yang baru melangkah keluar dari kantor polisi.
"Kenapa?" tanya Rio bingung.
"Aku benci saat harus dilemparakan banyak pertanyaan yang hanya membuat kepalaku pusing," jelas Naya sambil memijat kepalanya.
Setelah kejadian tadi pagi Naya dan Rio terpakasa harus memberikan kesaksian dan penjelasan tentang kejadian tadi, meskipun Naya menegaskan tidak ingin memperpajang masalah ini, namun apa daya kepolisian tetap meminta mereka melakukanya.
"Apa kau lapar?" tanya Rio mengalihkan topik.
Naya menoleh ke arah Rio dan menatap tajam ke arahnya.
"Kenapa? Aku hanya bertanya," kata Rio yang melihat ekspresi tak bersahabat dari Naya.
"Bukan itu masalahnya, sekarang aku bahkan ingin memakan orang," jelas Naya.
Rio tersenyum kecil mendengar jawaban Naya yang diluar dugaannya.
"Kalau begitu ayo kita makan disana," ujar Rio menunjuk di sebrang jalan dengan dagunya.
Naya lantas mengarahkan pandangannya ke tempat yang dimaksud oleh Rio. Baru saja Naya akan mengangguk mengiyakan, Rio lebih dulu menghilang di sampingnya.
"Kemana lagi orang itu?" geram Naya.
"Hey! Cepatlah kau bilang kau lapar," Sebuah teriakan terdengar di seberang jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, Time And Sorry
Teen Fiction"Masa lalu itu seperti kertas yang telah ditulis, saat kau mencoba untuk menghapusnya maka masih akan terlihat samar bekasnya." Me,time and sorry . . . Hingga tiba waktunya perlahan-lahan membuat semua kisah masa lalu terbuka kembali...