Naya bergegas meraih tas yang ada di atas kasurnya, dengan langkah tegesa-gesa ia berjalan keluar kamar dan menuruni tangga sambil memasukkan beberapa barangnya yang masih ditangan. Ia lalu berjalan menuju rak sepatu dan meraih snekers putih.
Belum sempat ia mengikat tali sepatunya, ponselnya untuk kesekian kali berdering karena ia hanya terus mengabaikan panggilan-panggilan masuk tersebut, namun Naya akhirnya pasrah dan memilih mengangkat panggilan tersebut.
"Iya, aku sedang bersiap pergi," jawab Naya langsung tanpa perlu mendengar pertanyaan yang akan dilontarkan kepadannya.
"Jika dalam 20 menit kau tidak datang ke sini maka pergilah sendiri, Nay."
"Iya, aku segera bera-"
Tuut...
Naya melihat layar ponsel nya, panggilan itu sudah terputus. Ia kemudian hanya dapat menghela napasnya dan bergegas mengikat tali sepatunya. Diliriknya jam tangannya sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh. Naya benar-benar terlambat setengah jam, ini karena dia terlambat bangun lagi hari ini karena pulang terlalu larut semalam.
Hari Naya akan pergi untuk berlibur dengan teman-temannya, seperti yang telah mereka renacanakan saat sebelum liburan sekolah tiba. Untung saja kali bukan hanya wacana saja, mereka akhirnya berlibur bersama. Mereka akan berlibur di sebuah villa milik kakek Lumna yang terletak di dekat kebun teh.
Naya kemudian meraih koper kecil miliknya di ruang tamu, dia lalu mengedarkan pandangan pada seisi rumah seolah berpamitan pada rumahnya. Naya menarik kopernya keluar rumah, di luar sana ada Linda yang sedang sedang sibuk merapikan tanaman.
"Kamu sudah mau pergi, Sayang?" Linda berjalan mendekati Naya sambil membersihkan tangannya dengan kain bersih yang telah ada didekatnya.
Naya mengangguk. "Aku pergi dulu," ujar Naya lalu menarik kembali kopernya tanpa menatap wanita itu.
"Mau mama antar?"
"Tidak perlu, aku bisa berangkat sendiri."
"Tapi-"
"Aku pergi dulu."
Linda menahan tangan putrinya. "Kamu masih belum mau membahas apapun dengan mama?" tanya Linda sambil menatap punggung Naya yang sama sekali tidak membalikkan badan padanya.
Naya hanya diam, ia tidak berniat menjawab apapun saat ini. Lebih tepatnya dia sedang tidak membahas apapun sampai sekarang ini. Naya memang sudah mencoba kembali berkomunikasi dengan mamanya, namun seolah komunikasi mereka terasa begitu berjarak, tidak seperti dulu. Banyak hal di kepala Naya yang tidak dapat ia uraikan satu persatu sehingga ia memilih tidak terlalu banyak membahas apapun dengan mamanya.
Linda melepaskan genggamannya. "Yasudah tidak apa-apa. Kamu hati-hati di jalan ya, Sayang."
Linda medekati putrinya, mengecup hangat kepala putri satu-satunya itu. "Mama akan merindukkanmu," tutur Linda dengan suara bergetar karena harus menahan matanya yang telah berkaca-kaca.
Naya mencoba menahan dirinya untuk tidak membuat dirinya terbawa suasana sehingga semakin lebih sulit nantinya. Jujur dia rindu banyak hal akan dirinya dan mamanya, bagaimanapun hanya mamalah satu-satunya anggota keluarga yang dimilki Naya saat ini. Ia bertekad akan menyesalaikan semua ini dengan cepat, dan kembali seperti semula.
Aku juga akan merindukkan mama, batin Naya lalu mengendarai mobilnya meninggalkan rumahnya.
***
Naya sampai di rumah Veno, tempat ia dan yang lainnya berjanji untuk berkumpul bersama sebelum mereka berangkat ke tempat yang akan mereka tuju. Baru saja Naya keluar dari mobilnya, Veno telah menyambut di depan mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, Time And Sorry
Teen Fiction"Masa lalu itu seperti kertas yang telah ditulis, saat kau mencoba untuk menghapusnya maka masih akan terlihat samar bekasnya." Me,time and sorry . . . Hingga tiba waktunya perlahan-lahan membuat semua kisah masa lalu terbuka kembali...