"Naya!" sorak Maya sambil berlari kecil mendekati Naya.
Naya dan Diyon yang sedang berbincang langsung menoleh ke arah Maya.
"Ya sudah, kalau begitu aku pergi dulu, Nay." Diyon melangkah pergi, tapi Naya langsung menahan tangan Diyon.
"Lama banget sih, Nay."
"Ini sudah cepat, May," bela Naya. Ia kemudian menoleh ke arah Diyon. "May, kenalkan ini Diyon," ujar Naya yang membuat Diyon langsung terkejut, pasalnya Naya pernah berkata jika ia tidak ingin mengenalkan Diyon pada teman-temannya karena takut teman-temannya berpikir buruk tentang Diyon yang terkenal sebagai anak nakal.
Maya terseyum mengulurukan tangannya. "Maya," kata Maya sambil tersenyum ramah.
Diyon menatap Naya ragu. Naya hanya terseyum dan mengangguk. Setalah itu Diyon langsung menyambut uluran tangan Maya.
"Diyon."
"Diyon, ya? Hmm rasanya aku pernah mendengar namamu, tapi dimana ya?"
"Namanya memang pasaran, May," kata Naya yang langsung disambut dengan pijakan kaki Diyon. "Aw!" rintih Naya yang langsung menatap tajam ke Diyon. Sedangkan Diyon pura-pura tidak terjadi apa-apa.
Maya terdiam dan mencoba berpikir. "Ah! Benar, aku melihat namamu di papan black point!" seru Maya.
Diyon hanya mengelus tengkuknya karena malu. Orang-orang benar, Diyon terkenal karena namanya selalu langganan di papan black point. Namanya dan Naya selalu menjadi penghuni tetap papan tersebut.
"Ayolah, tidak usah malu, bahkan Naya yang selalu namanya ada di sana tidak pernah malu. Dia selalu berjalan dengan penuh percaya diri," kata Maya sambil menepuk lengan Diyon saat melihat Diyon tertunduk malu.
Naya yang merasa namanya telah dibawa-bawa langsung menoleh ke Maya. Maya hanya cengingiran.
Gadis ini berbeda. Sebelumnya tidak pernah ada yang mengatakan seperti itu padanya, batin Diyon kembali tersenyum kecil.
Naya senang melihat sikap Maya yang tidak meremehkan ataupun menghindari Diyon. Naya sangat bersyukur saat Maya berkenalan dengan ramah pada Diyon. Dia sangat bersyukur.
"Ayo, Nay. Semuanya sudah menunggu." Maya menarik tangan Naya pergi. "Oh ya Diyon, lain kali kita mengobrol lagi, ya?" sorak Maya.
Diyon mengangguk, tanpa sadar dia tersenyum melihat ke arah Maya.
Cantik, gumam Diyon.
-0o0-
"Apa kau pergi mandi?!" bentak Veno saat Naya datang bersama Maya.
"Memangnya kenapa?" tanya Naya tidak merasa bersalah.
"Kau ini!" Veno langsung mencubit kedua pipi Naya.
"Aw!! Veno lepaskan! Sakit!" rintih Naya. Mereka hanya tertawa dan tidak berniat menolong Naya.
Setelah beberapa lama Drean mengehentikan mereka. "Sudahlah, ayo kita pergi!"
Naya langsung menendang tulang kering Veno. "Rasakan itu!" kata Naya kemudian melangkah pergi menyusul teman-temannya.
"Naya!!!" Veno langsung berlari menyusul yang lainnya.
Mereka berjalan berkeliling di pinggir hutan. Semuanya masih hijau dan indah. Sangat berbeda dengan lingkungan tempat tinggal mereka yang di penuhi dengan bangunan pencakar langit. Mereka semua bisa merasakan segarnya udara yang mereka hirup saat ini. Suasananya juga begitu damai dan tentram.
"Ayo kita ke sungai!" ajak Lumna saat melihat sebuah sungai dengan arus sedang tidak jauh di depan mereka.
Mereka semua mengangguk mengiyakan, lalu berjalan menuju sungai tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, Time And Sorry
Teen Fiction"Masa lalu itu seperti kertas yang telah ditulis, saat kau mencoba untuk menghapusnya maka masih akan terlihat samar bekasnya." Me,time and sorry . . . Hingga tiba waktunya perlahan-lahan membuat semua kisah masa lalu terbuka kembali...