Rio.
Pria itu selalu saja mengganggu ketenangan hidup Naya. Pria itu selalu mengusik pikirannya, mengusik kehidupannya, mengusik orang sekitarnya. Naya benar-benar tidak ingat sejak kapan pria seperti Rio masuk ke dalam kehidupannya.
Kedamaian. Itu saja hal yang dibutuhkan Naya. Ia ingin sejenak ketenangan dalam hidupnya. Ia lelah harus seperti sekarang ini.
-0o0-
Naya berlari mencari Max, ia tidak dapat berlari kencang karena kakinya masih terasa sakit. Tapi dia terus berusaha karena tidak ingin kehilangan jejak Max.
Di sana dia! Naya menemukan Max sedang duduk di depan sebuah danau. Max duduk jongkok sambil merundukkan kepalanya.
Naya mengerti perasaan Max saat ini, apalagi Naya sudah pernah melihat Max menangis karena merindukkan mamanya. Melihat itu saja Naya cukup yakin jika Max sangat mencintai mamanya lebih dari apapun itu.
Naya berjalan dengan hati-hati mendekati Max. Ia tidak ingin kedatangannya menganggu Max.
"Tidak usah mengendap-ngendap, aku tahu itu kau," kata Max sambil mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah Naya.
"Ba ... bagaimana kau tahu?" tanya Naya gelagapan karena usahanya sia-sia.
Max hanya diam dan menundukkan kembali kepalanya. Naya kemudian duduk disamping Max.
"Kau marah padaku?"
"Untuk apa aku marah?" tanya Max masih merundukkan kepalanya.
Naya melempar batu ke danau. "Karena aku membentakmu tadi," ujar Naya.
Max mengangkat kepalanya. "Aku tidak marah, aku bersyukur kau dan Drean menghentikanku, jika tidak mungkin aku sudah menjadi pembunuh."
Naya mengehela pajang napasnya. "Syukurlah kau sadar."
"Kau mendengar semuanya, bukan?" tanya Max sambil menoleh ke arah Naya.
"Hmm." Naya berdehem mengiyakan. "Tapi aku jujur tidak mengerti sama sekali apa yang kalian bicarakan," jawab Naya meyakinkan Max
Max melempar sebuah batu ke danau dengan sekuat tenaga. "Ini soal pria itu, pria yang pernah aku ceritakan dulu."
Naya menatap Max ragu. "Papamu?" tanya Naya ragu.
"Dia bukan papaku, jangan sebut dia papaku. Sangat tidak pantas untuknya," tutur Max kembali melempar batu ke danau.
"Ke... kenapa?" tanya Naya tidak yakin karena dia takut menyinggung hati Max.
"Karena dia kejam."
"Kejam? Apa maksudmu?"
Max menatap Naya sambil tersenyum. Naya hanya menatap bingung tidak mengerti.
"Suatu saat kau akan tau, Nay." Max kemudian berbaring dan menutup matanya.
Naya hanya mengangguk mengerti, mungkin memang bukan sekarang waktunya bagi Max menceritakan masalahnya pada Naya. Sama halnya dengan Naya yang hingga kini masih merahasiakan masalahnya pada yang lain.
"Berbaring lah di sini," ajak Max sambil menepuk tempat di sebelahnya.
"Tidak, itu kotor," tolak Naya namun Max langsung menarik Naya berbaring di sebelahnya.
Naya tidak menolak atau bangkit kembali, justru ia langsung terkagum melihat langit yang bertabur bintang. "Waw, indah," ujar Naya kagum.
Max tersenyum saat melihat Naya terpukau. "Indah bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, Time And Sorry
Teen Fiction"Masa lalu itu seperti kertas yang telah ditulis, saat kau mencoba untuk menghapusnya maka masih akan terlihat samar bekasnya." Me,time and sorry . . . Hingga tiba waktunya perlahan-lahan membuat semua kisah masa lalu terbuka kembali...