Semakin kau memaksaku untuk memaafkannya, entah kenapa semakin besar goresan luka itu terukir.
--------------------------------------------
Brukk!
Tumpukan buku yang dibawa Naya terjatuh saat dia hendak membalikkan badan. Tubuhnya bertabrakan dengan seseorang di belakangnya.
"Agghh! Apa hari ini hari sialku?" tanya Naya pada dirinya sendiri sambil membereskan bukunya yang terjatuh di lantai.
Naya menengandahkan kepalanya untuk melihat wajah orang yang baru saja bertabrakan dengannya, kemudian menghela panjang napasnya.
"Hufft, kenapa aku selalu bertemu dengan kumpulan orang yang tidak berguna?" ujar Naya sambil bangkit berdiri.
****
"Siapa maksudmu dengan orang yang tidak berguna?" tanya seseorang di depan Naya.
"Siapa lagi jika bukan kalian berdua," jawab Naya enteng lalu berlalu meninggalkan mereka dengan beberapa buku yang telah dipilihnya untuk dibawa ke meja Nona Mika karena akan dicatat terlebih dahulu.
"Apa cuma dua ?" tanya Nona Mika memastikan.
"Apa? Cuma? Aggh, bagiku memilih dua buku itu sudah terlalu sulit dan kurasa itu juga sudah cukup, dan bagimu itu hanya cuma, Nona?"
Nona Mika tersenyum kecil melihat jawaban panjang kali lebar yang diberikan oleh Naya. Dia tau seharusnya dia tidak melontarkan pertanyaan itu yang jawabannya sudah dapat dipastikan sendiri.
Setelah Nona Mika mencatat buku yang dipinjaman oleh Naya, ia langsung meninggalkan ruangan itu dengan segera.
Dia berjalan santai menyusuri koridor menuju ke kelasnya. Baru saja Naya hendak melangkahkan kakinya pada anak tangga pertama seseorang mencekal tangannya.
"We need to talk."
Naya langsung memberontak dan berusaha melepaskan tanggannya. "Lepaskan tanganku!"
Namun seberapa kuat Naya berusaha tenaga orang didepannya jauh lebih kuat darinya.
"Aku tidak ingin berbicara pada orang jahat sepertimu!" tukas Naya sambil menatap tajam pada orang di depannya.
Erick. Siapa lagi jika bukan pria yang sudah beberapa tahun terakhir tidak ingin dilihatnya, pria yang hanya membuat memori buruk berputar kembali di otaknya, pria yang hanya jika terus dilihatnya hanya akan menambah goresan luka masa lalu yang semakin pedih dan tidak bisa diobati lagi.
Buuk..
Sebuah tinju mendarat dipipi Erick membuat tubuhnya terpental ke lantai. Tampak darah mengalir dari ujung bibirnya.
Naya menoleh ke arah lain melihat siapa yang sudah melakukan penyerangan tidak terduga itu.
"Rio? Apa yang kau lakukan disini?" tanya Naya setengah tidak percaya.
"Sejak dulu aku selalu penasaran apa hubunganmu dengan pria aneh ini," jawab Rio menatap tajam ke arah Erick yang berusaha bangkit sambil menyeka darah dibibrnya.
Naya langsung mendorong Rio mundur. "Pergilah dari sini! Ini semua bukan urusanmu, Rio!" kata Naya dengan irama tinggi.
"Jelas ini urusanku, dia selalu membuatku tidak nyaman melihat keberadaanya,"
Erick langsung mendecak kesal dan berjalan kembali mendekati Rio, namun Naya langsung mendorong Rio mundur dengan cepat.
"Berhenti mencampuri sesuatu yang jelas bukan urusanmu, dan sebaiknya kau pergi dari sini," ujar Naya dengan serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me, Time And Sorry
Teen Fiction"Masa lalu itu seperti kertas yang telah ditulis, saat kau mencoba untuk menghapusnya maka masih akan terlihat samar bekasnya." Me,time and sorry . . . Hingga tiba waktunya perlahan-lahan membuat semua kisah masa lalu terbuka kembali...