Negri sedang dalam carut marutnya. Setelah kemarin pasukan ibu kota yang berangkat, kini giliran pasukan Hainan yang dipimpin Selir Agung yang tengah mengatur taktik. Pertemuan dilakukan di tenda Gubernur, dilaksanakan bersama Gubernur beserta Selir Agung, dikawal oleh panglima Jing Er, dan beberapa pimpinan perwakilan dari rakyat yang suka rela menjadi bagian dari pasukan. Semetara yang di dalam sedang rapat, sisa rakyat Hainan yang lain disibukkan membuat senjata dan berburu sebagai cadangan makanan selama penyerangan.
"Kami kekurangan senjata, Yang Mulia. Senjata yang kita bisa buat disini sudah pasti kalah canggih dan kalah efektif untuk melumpuhkan musuh. Untuk itu kami mengubah strategi penyerangan, darinya ke pusat Hainan, menjadi ke istana Gubernur untuk memanfaatkan senjata yang ada disana…", ucap Panglima Jing Er menjelaskan. "Tapi apa tidak terlalu riskan jika mengambil senjata yang dijadikan umpan itu?", Gubernur bertanya. "Tentara yang berjaga di istana gubernur masih bisa kita lumpuhkan dengan sisa kekuatan yang kita miliki…", ucap Selir Agung menenangkan.
Dilain tempat, beberapa orang dari Serikat Dagang Hitam tengah berpesta melihat kesengsaraan Selir Agung dan berjalannya rencana mereka dengan mulus. "Bagaimana kalau besok istana gubernur tidak usah dijaga? Ku dengar dari mata-mata kita, besok pasukan Hainan akan menjarah senjata yang ada di istana gubernur. Bukankah malah bagus jika mereka tertangkap basah langsung oleh Kaisar? Omong-omong Kaisar juga sedang dalam perjalanan ke Hainan kan?". "Ah aku jadi tidak sabar melihat pertunjukan menggelikan ini". "Aku ingin melihat Kaisar sombong itu hancur! Sekalian pula keinginan Permaisuri terpenuhi agar Hainan sepenuhnya menjadi milik kita…".
Di balik jeruji besi yang tinggi dan beralaskan jerami kasar yang membuat kulit gatal jika menyentuhnya. Disitulah sekarang calon Putri Mahkota negri, Chana dan dayang setia ibunya, Dayang Tal meringkuk kedinginan. Dayang Tal yang mulai memasuki usia uzur hanya mampu terbatuk-batuk memecah keheningan di tengah khusyuknya Chana memanjatkan doa untuk ibundanya. "Yang Mulia… anda sudah semalam suntuk berdoa seperti ini… kami mohon hentikan dan beristirahatlah, Yang Mulia", ucap Dayang Tal mengingatkan. Namun ucapan tulus bawahannya itu tidak menghancurkan kekhusyukan doanya pada penciptanya. "Budha Yang Maha Penghasih… Hamba mohon kemurahanmu… lindungi ibunda… dimanapun dan apapun yang sedang beliau lakukan".
Pagi dengan cepat berganti malam. Segerah setelah taktik dibuat, pada malam harinya taktik itu dilancarkan. Semua sisa rakyat Hainan dan pasukannya melancarkan serangan menuju istana gubernur yang berhasil diduduki musuh. Tujuannya untuk menjarah kembali senjata yang ada di istana itu untuk melumpuhkan musuh. Meski sedikit ketar ketir karena jumlah pasukan yang semakin menyusut, tapi semangat mereka tetap tak pernah padam. Berangkatlah mereka dari hutan menuju istana gubernur. Senjata seadanya sudah dibawa digenggaman, begitu pula Selir Agung yang membawa pedang hasil jarahan dan bekal dari istana ibu kota. Barisan membawa obor berjajar rapih mengular dari tengah hutan menuju istana gubernur. Sesampainya di istana itu, betapa terkejutnya mereka mendapati situasi yang lengang tanpa penjagaan. "Yang Mulia! Sepertinya tidak ada satu orang pun yang berjaga. Mohon Yang Mulia memberikan titah…". "Rakyatku! Serbu istana gubernur! Ambil semua senjata! Ambil sebanyak yang kalian bisa! Demi Hainaaaaaaann!", serunya membakar semangat. Akhirnya mereka menjarah senjata itu satu per satu. Mendobrak semua ruangan dan menjarahnya satu persatu. Tak hanya senjata yang diambil, tapi juga beberapa sisa makanan yang bisa dan masih layak makan yang tertinggal di istana.
Di tengah proses penjarahan dan pengemasan senjata untuk dibawa lagi ke perkemahan, tanpa diduga beberapa pasukan masuk melalui pintu utama. Ternyata tentara ibu kota lengkap bersama Kaisar dan Putra Mahkota. Semua pasukan Hainan yang kaget melihat kedatangan Kaisar bersama pasukannya menjadi bingung dan berhenti melakukan aktivitasnya. "Selir Agung! Rupanya benar kau melakukan pemberontakan? Aku sungguh tidak percaya!". "Yang Mulia, anda salah faham. Kami sedang diserang oleh penjajah negri sebrang yang mencoba menduduki Hainan". "Omong kosong! Kau pasti bekerja sama dengan mereka! Jika tidak ada sangkut pautnya, kenapa kau meninggalkan istana secara diam-diam dan tidak izin kepadaku?". "Yang Mulia… sungguh bisikan setan telah membutakan anda…". "Sudah habis waktu basa-basi untukmu Selir Agung. SEMUANYA! SERAAAAAANG!!".
KAMU SEDANG MEMBACA
Empress Kwon
Ficción históricaSepasang bayi kembar perempuan dipisahkan oleh takdir yang berbeda. Jika takdir itu diibaratkan tali yang panjang, ternyata tali itu saling berpotongan dan berhimpit di suatu bagian. Bagaimana dan apa yang terjadi setelah mereka saling berpotongan d...