Donghae

167 24 2
                                    

Aku dan Yuri benar-benar berbakat jadi tukang cari barang yang hilang.

Oke, pekerjaan kami berdua memang detektif swasta, tapi keahlian kami dalam mencari barang hilang dengan cepat bikin kami jadi lebih mirip tukang cari barang. Apalagi, sekarang ini kami hanya perlu waktu sehari sampai barangnya ketemu dan kasusnya selesai.

Keren kan?

Setelah aku mengembalikan lukisan mahal itu ke tempatnya, Mrs. Jung langsung membawa Gong Hyojin dan Byunghun—dua komplotan maling lukisan itu—ke ruangan kepala sekolah. Awalnya Mrs. Jung memaksaku untuk ikut tapi aku menolak dengan alasan nggak mau terlibat lebih jauh. Well, menurutku, aku cukup membantu sampai disini saja, sisanya biar kepala sekolah yang urus.

Jadi, setelah berbincang sedikit dengan Wendy dan Taehyun—yang datang belakangan gara-gara sibuk mengurusi rekaman CCTV yang dihapus itu—aku dan Yuri memutuskan untuk meninggalkan area sekolahan. Iya sih, Wendy dan Taehyun sempat menahanku dan adikku supaya nggak pergi dulu karena mereka bilang mereka mau 'menjamuku'. Apalagi setelah Yuri keceplosan bilang bahwa aku alumni sini, membuat mereka berdua makin ngotot untuk menahanku.

Ribet banget.

"Biasanya kamu doyan dikasih jamuan gratis." kata Yuri, saat kami berdua lagi berjalan menuruni tangga menuju gerbang keluar sekolah.

Aku mengangkat bahuku kemudian menjawab, "Nggak kalo yang ngasih jamuannya anak kecil kayak mereka. Kasian."

"Sejak kapan kamu jadi baik begitu?" tanyanya sinis.

"Adikku sayang, dari dulu juga aku baik." jawabku, memberikan senyuman-ganteng-penuh-karisma andalanku, membuat Yuri mengerlingkan matanya.

Tapi serius, aku merasa kasihan dengan anak-anak itu—Wendy dan Taehyun—yang kelihatannya sibuk banget mengurus masalah ini. Mereka emang menjabat sebagai ketua dan wakil ketua OSIS sih, but hell, seharusnya masalah serius kayak gini jangan cuman mereka yang ngurus. Mereka juga punya kewajiban buat belajar dan nggak selamanya bisa disibukkan dengan urusan internal sekolah, kan?

Wow, aku bijak banget ya.

Rasa kasihan kepada kedua anak itu juga yang akhirnya membuatku memutuskan untuk nggak memasang tarif atas jasa yang aku dan Yuri berikan kepada mereka hari ini. Wendy memang bilang kalau urusan pembayaran itu sepenuhnya tanggungan sekolah, tapi aku yakin ujung-ujungnya mereka berdua juga yang bakal sibuk mengurusnya, jadi mending nggak usah sekalian.

Nggak apa-apa lah, untuk yang satu ini aku anggap sekedar membantu almamater sekolah, kok. Aku kan alumni yang baik.

Untungnya, Yuri sama sekali nggak keberatan dengan hal itu.

"Jadi, sekarang apa?" tanya Yuri, saat kami berdua sudah hampir mencapai gerbang sekolah.

"Kamu mau main-main ke rumah nggak?" aku balik bertanya, membuat Yuri mengerutkan keningnya.

"Rumah siapa?"

"Rumah kita lah. Rumah kita yang dulu." jawabku santai.

Yuri membulatkan matanya kemudian menatapku bingung. "Ngapain? Mau uji nyali?"

"Kurang lebih." aku terkekeh pelan kemudian melanjutkan, "Kan kalo uji nyali malem-malem serem, mendingan sekarang. Masih terang."

Yuri menghela napasnya kemudian menatapku dengan tatapan yang serius. "Aku tau kamu mau ngapain disana."

Nah.

"Kamu yakin kita bakal dapat petunjuk? Maksudku, rumah itu kan udah lama banget nggak di tempatin."

The Beginning Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang