Aku selalu benci kalau perasaan burukku benar-benar terjadi.
Dan seperti yang sudah kita semua ketahui, perasaan burukku selalu terjadi.
Hal pertama yang terlintas di benakku saat melihat beberapa orang yang tergeletak nggak berdaya di sepanjang koridor adalah,
Sebuah pertarungan baru saja terjadi.
Dan benar saja, nggak lama kemudian aku menemukan paman, dengan beberapa memar di tubuhnya yang sudah tua itu, tengah melilitkan sebuah kain di lengan ayah yang berdarah. Kalau dibandingkan sama paman, kondisi ayahku jauh lebih parah.
Sekalipun aku benci ayahku, hatiku agak sakit melihat ayahku babak belur begitu.
"Kalian nggak apa-apa?" tanyaku cepat, membuat paman langsung menoleh kearahku yang lagi berlari secepat the Flash menuju kearah mereka.
Paman mengangguk pelan dan aku bisa melihat dengan jelas kalau dia cukup kelelahan.
"Aku nggak apa-apa, ayahmu yang parah."
"Cuman kegores sedikit." sanggah ayah cepat.
"Nggak usah sok kuat, kamu digebukin barusan." kata paman, kemudian melanjutkan pekerjaannya.
"Hyunjae dimana?" tanya Jimin, yang daritadi mengikutiku dari belakang. Sepanjang jalan menuju kemari dia nggak berhenti bergumam, berdoa supaya ceweknya itu baik-baik saja—dan aku cukup terharu melihat rasa sayang cowok itu terhadap pacarnya yang begitu besar.
Aku jadi teringat diriku sendiri dan Dara.
"Dia di dalam, lagi merapikan barang-barangnya." jawab paman, dan tanpa perlu menunggu lebih lama Jimin berlari melesat memasuki sebuah ruangan dengan dinding kaca yang agak buram yang aku yakini sebagai ruang pusat kendali komputer—atau apalah itu namanya.
Maklum aja, aku agak gaptek.
"Sinyalnya jadi terganggu gara-gara alat yang Dara berikan, makanya kalian nggak bisa menghubungi kami barusan." kata ayah, membuat perhatianku kembali tertuju padanya.
"Alat itu juga mengacaukan sinyal CCTV, jadi selama beberapa menit tadi semua CCTV di tempat ini mati." lanjutnya.
"Di tempat ini saja atau di semua sudut gedung ini?" tanyaku.
"Kayaknya sih, semuanya." jawab ayah, dan dia meringis kesakitan begitu paman mulai mengencangkan lilitan kain di lengannya yang terluka.
"Kita harus cepat-cepat pergi dari sini." kata paman, kemudian dia membantu ayah untuk berdiri, dan sebagai anak yang baik aku juga ikut-ikutan membantu ayahku yang telihat sangat kesulitan hanya untuk sekedar mengangkat kakinya saja.
Ya ampun, ayahku digebukin separah apa sih?
"Yup, aku akan membawa kalian kembali ke rumah." kataku, membuat paman dan ayah membelalakkan mata mereka, dan sebelum mereka sempat memberikan kalimat penolakan aku buru-buru melanjutkan,
"Tugas kalian disini sudah selesai. Kalian terluka dan berlama-lama disini malah bikin kalian makin berada dalam bahaya. Jadi, nggak usah protes, oke?"
Aku tahu banget ayah dan paman sama-sama nggak setuju sama ideku, tapi berhubung aku tahu aku benar, mereka akhirnya menurut juga. Jimin keluar bersama Hyunjae nggak lama kemudian, dan aku bersyukur karena kondisi cewek manis itu baik-baik saja, tanpa luka dan lecet sedikitpun.
"Aku sudah dapat apa yang kita perlukan oppa." kata Hyunjae, dan aku cukup terkesan karena dia masih terlihat ceria. "Yah, memang agak susah sih menembus firewall mereka, tapi aku bisa. Nggak ada satupun yang terlewatkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning
FanfictionDisini, semuanya dimulai. Donghae dan Yuri akhirnya harus berhadapan dengan musuh terbesar mereka. Kali ini, mereka harus mengerahkan semua kemampuan mereka untuk mengungkap misteri kematian ibu mereka sendiri, ditambah lagi dengan kehadiran sosok d...