Aku biasanya paling anti minum bir.
Jangankan minum bir, minum soda aja aku jarang banget. Dari dulu aku memegang prinsip bahwa meminum sesuatu yang, sekalipun rasanya enak banget, tapi bisa membuat tubuhmu rusak itu nggak baik—makanya, bentuk tubuhku ini selalu bagus meskipun aku agak jarang berolahraga.
Tapi untuk kali ini, aku membuat pengecualian.
Aku cuman sendirian di dapur saat ini, dan berhubung aku tahu paman menyimpan banyak persediaan wiski aku rasa nggak akan jadi masalah kalau aku buka satu. Toh, nggak akan ada yang tahu juga kalau aku lagi minum saat ini berhubung sekarang sudah tengah malam.
Ya, aku nggak bisa tidur. Hell, siapa sih yang bisa tidur setelah mendengar serentetan informasi yang nyaris membuat jantungmu copot dari tempatnya?
Perasaanku saat ini benar-benar kacau. Aku merasa marah—jelas, karena akhirnya aku tahu siapa pembunuh ibuku setelah sekian lama, tapi aku juga merasa kecewa. Nggak, aku nggak kecewa kepada ayah atau paman atau bahkan Yuri.
Aku kecewa pada diriku sendiri.
Maksudku, hello, yang benar saja, selama ini anak dari orang yang sudah membunuh ibuku berkeliaran dengan bebas bahkan sampai membayar biaya perawatan rumah sakitku segala—dan aku sama sekali nggak menyentuhnya. Dia jelas-jelas ada di depan mataku, dan nggak ada yang aku lakukan terhadapnya. Seenggaknya aku ingin memberikan satu pukulan di wajahnya yang mulus itu.
Aku jadi ngerti kenapa Dara dan Jimin bersikap sangat sinis terhadap cowok itu sekarang.
Sial, apa mungkin mereka juga sudah tahu kalau ayahnya Taehyung yang telah membunuh ibuku?
Aku menghela napasku kemudian menenggak sisa wiski yang yang ada di gelasku. Aku bahkan sampai nggak tahu sudah berapa gelas yang aku minum. Iya sih, aku memang bukan tipe orang yang kuat minum banyak, tapi kalau lagi dalam keadaan rungsing kayak gini, aku bisa kelewatan juga.Semoga saja aku nggak dapat hangover nanti pagi.
Aku hendak menuangkan sedikit wiski kedalam gelasku lagi saat sebuah ide terlintas di otakku. Ya, aku tahu ini ide yang agak goblok mengingat sekarang sudah tengah malam, tapi aku rasa aku butuh seseorang untuk diajak bicara, dan menurutku Dara adalah orang yang tepat.
Aku langsung meraih ponselku, berusaha dengan cukup keras untuk mencari nomor Dara mengingat penglihatanku mulai agak berkunang-kunang—sial, kayaknya aku mulai mabuk. Selama beberapa detik, hanya nada sambung yang terdengar dan aku mulai berpikir bahwa Dara mungkin sudah tertidur dan terlalu malas untuk mengangkat teleponnya, tapi kemudian aku nyaris melonjak kegirangan begitu nada sambung itu berganti menjadi sebuah suara.
"Halo?"
"Hai," balasku cepat. Shit, suaraku kedengaran aneh.
"Donghae kamu mabuk?" tanya Dara cepat.
Bingo.
Aku menggeleng—iya, tindakan yang bodoh memang, mana mungkin Dara bisa melihatku—kemudian menjawab, "Sort of."
"Ya ampun, jam berapa ini? Kenapa kamu malah minum-minum tengah malam begini?"
Aku terkekeh pelan. "Cuman minum sedikit, kok."
Aku bisa mendengar Dara menghela napasnya panjang. "Aku tau banget kamu jarang minum dan sekalinya kamu minum kamu hangover seharian."
Lagi-lagi aku terkekeh. Dara memang ngerti aku banget. "Nggak akan, aku jamin."
"Ada sesuatu?" tanyanya, membuatku terdiam selama beberapa detik.
"Donghae, aku tanya apa ada sesuatu yang terjadi?" tanyanya lagi, kali ini terdengar agak memaksa. "Kalau kamu cuman nelepon karena mabuk aku nggak bakal datang ke rumahmu nanti pagi. You're ruining my bedtime, ya know?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning
FanficDisini, semuanya dimulai. Donghae dan Yuri akhirnya harus berhadapan dengan musuh terbesar mereka. Kali ini, mereka harus mengerahkan semua kemampuan mereka untuk mengungkap misteri kematian ibu mereka sendiri, ditambah lagi dengan kehadiran sosok d...