Yuri

308 26 6
                                    

Asal kalian tahu saja, aku ini bukan tipe cewek emosional.

Jadi, kalau saat ini aku merasa biasa saja sewaktu kami tiba di Mokpo, itu sudah wajar. Iya, aku memang kangen sama kampung halamanku, tapi aku tidak emosional kayak Donghae yang begitu kami sampai langsung memasang tampang sendu yang benar-benar idiot. Aku punya cara tersendiri untuk mengeskpresikan rasa kangenku, kok.

"Nggak ada yang berubah." gumam Donghae, saat kami baru saja melewati sebuah pertokoan yang menjual beragam makanan laut.

Aku mengangguk pelan. Yup, memang tidak ada yang berubah.

"Astaga, warung ramyun itu masih ada!" seru Donghae, menggunakan tangan kirinya untuk menunjuk sebuah kedai ramyun yang dihimpit oleh toko ikan.

"Nanti kita coba makan disana." kataku, sekedar menanggapi ocehannya.

Kemudian, hening tiba-tiba menyelimuti kami berdua. Donghae terlihat asyik menyetir sambil bernostalgia sementara aku menyibukkan diriku sendiri dengan ponselku. Klien kami yang baru—Son Seungwan namanya, baru saja meneleponku beberapa menit yang lalu, mengatakan bahwa dia sudah menunggu di sekolahnya. Donghae nyaris melonjak saat aku mengatakan bahwa SMA-nya Seungwan adalah almamaternya.

Oke, aku juga kaget sih, tapi aku tidak norak kayak dia.

"Ini namanya napak tilas." serunya, membuatku hanya bisa geleng-geleng kepala. Kayaknya otaknya jadi agak geser gara-gara jatuh kemarin.

Civic akhirnya berhenti di depan sebuah gerbang yang agak tinggi, dengan cat berwarna kuning cerah dan beberapa pohon tinggi di belakangnya. Di balik pohon-pohon itu, aku bisa melihat dengan jelas gedung sekolah yang menjulang tinggi. wow, berapa lantai sih sekolah ini? Tiga? Empat?

"Sialan, kok jadi bagus begini?" desis Donghae, membuatku terkekeh pelan.

"Biasanya juga gitu, kalau kita udah lulus sekolah baru di renovasi jadi bagus." timpalku.

Kami kemudian turun dari Civic dengan gerakan yang benar-benar kompak. Donghae mendahuluiku berjalan memasuki gerbang sekolah sementara aku mengikuti di belakangnya. Biarlah, kayaknya dia masih pengen bernostalgia.

Sepanjang jalan memasuki sekolah ini, aku bisa melihat beberapa anak yang lagi melakukan olahraga di lapangan depan, beberapa anak cewek yang lagi asyik menggosip di bawah sebuah pohon yang cukup rindang—wait, kenapa semua siswa ada di luar kelas? Memangnya ini jam istirahat?

Aku buru-buru melirik jam tanganku. Yup, jam sebelas siang. Ini memang waktunya istirahat.

"Jadi," suara Donghae membuat perhatianku langsung tertuju padanya. "Dimana cewek bernama Son Seungwan ini?"

Aku mengerutkan keningku, mencoba mengingat-ingat apakah Seungwan pernah menyebutkan sesuatu tentang tempat bertemu atau semacamnya.

"Ah, ruang OSIS, kalau nggak salah disitu." jawabku.

Donghae menghela napasnya. "Aku nggak yakin letak ruang OSIS-nya masih sama kayak dulu, jadi, mending kamu telepon dia aja deh."

Tanpa disuruh dua kali, aku langsung mengeluarkan ponselku untuk menelepon Seungwan. Tidak butuh waktu lama karena Seungwan langsung menjawab teleponku—dengan nada yang terdengar agak terburu-buru.

"Halo Seungwan, aku dan kakakku sudah sampai di sekolahmu ya." kataku.

"Oh, oke, eonni dan oppa tunggu di dekat air mancur aja, nanti aku jemput."

Aku menatap berkeliling kemudian melihat sebuah air mancur, letaknya persis di dekat cewek-cewek yang lagi sibuk menggosip di bawah pohon itu.

"Oke."

The Beginning Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang