Semua ini jauh dari perkiraan kami berdua.
Terlebih lagi aku, tentu saja, karena sebelumnya aku menganggap bahwa apa yang kami lakukan saat ini bakal berjalan mulus seperti biasa. Well, aku yakin sih Donghae juga sama terkejutnya denganku.
Tapi, namanya juga hidup, kita tidak tahu kapan kejutan itu akan terjadi, kan?
Ayah menjelaskan semuanya. Dan dengan semuanya maksudku benar-benar semuanya—mendetail, jelas, dan tidak berbelit-belit. Kalian ingat kan kalau sebelum kami pulang ke rumah paman kami pergi ke rumah lama kami yang dulu untuk 'menyelidiki kasus kematian ibu'?
Nah, sekarang ini, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga dan berpikir terlalu keras, kami langsung dapat jawabannya. Langsung dari sang saksi mata pula.
Awalnya Donghae memang terlihat gondok luar biasa—mengingat sebelumnya dia keras kepala banget mau sok-sokan merahasiakan tentang apa yang lagi kami lakukan dari ayah dan ogah-ogahan saat aku menyarankan untuk mengobrol dengan ayah. Tapi, setelah penjelasan yang panjang dari ayah, wajah Donghae terlihat sedikit melunak dan aku rasa dia mulai bisa menerimanya.
Sekalipun aku yakin dia masih menaruh rasa benci pada ayah kami. Hell, aku juga sih, sebenarnya.
Jadi gini, setelah ayah membukakan pintu dan mengatakan bahwa 'kita perlu bicara' itu, kami langsung duduk berkumpul di ruang tengah rumah paman. Tanpa banyak basa-basi, ayah langsung mengatakan apa yang selama ini aku harap bakal dia katakan.
"Ayah minta maaf."
Aku nyaris tidak mempercayai telingaku sendiri saat ayah ngomong begitu. Donghae malah membelalakkan matanya dan menatap ayah dengan tatapan terkejut. Sebelum aku sempat mengatakan apapun untuk membalas perkataan ayah, ayah sudah keburu melanjutkan;
"Aku nggak seharusnya meninggalkan kalian tanpa memberi tahu kalian apa yang lagi aku lakukan. Aku nggak seharusnya menghilang dari hadapan kalian. Aku sudah menyia-nyiakan satu-satunya hal yang penting yang tersisa dalam hidupku, dan aku benar-benar menyesal. Maaf."
Suara hembusan napas ayah yang berat jadi satu-satunya hal yang terdengar setelah dia ngomong begitu. Baik aku dan Donghae sama-sama memilih untuk menutup mulut kami, tidak memberikan komentar apapun dan membiarkan keheningan yang canggung menyelimuti kami. Paman—yang juga ada diantara kami—terlihat melakukan hal yang sama, tapi aku yakin banget bahwa dialah yang sudah memaksa ayah untuk ngomong begini.
Ingat percakapan mereka sewaktu di dapur tadi pagi, kan?
"Kurasa kalian juga sudah tahu tentang apa yang lagi aku lakukan disini. Ya, kita lagi menyelidiki orang yang sama."
Tuh, kan.
"Sekalipun Kim Taehyung terlihat masih muda, dia berbahaya. Kalian harus berhati-hati."
Donghae mengerlingkan matanya singkat sementara aku hanya menghela napasku.
Lagi, tanpa memberiku kesempatan untuk mengatakan sesuatu ayah sudah keburu melanjutkan.
"Kali ini kalian nggak hanya berhadapan dengan penjahat biasa. Kim Taehyung itu... dia... bisa dibilang agak—"
"Psycho?" tanya Donghae, dengan wajah datar dan kedua tangannya terlipat di depan dadanya.
Ha, akhirnya, salah satu dari kami ada yang buka suara juga.
Paman terlihat membelalakkan matanya tetapi tidak mengatakan apapun. Ayah hanya menatapku dan Donghae secara bergantian kemudian menganggukkan kepalanya pelan.
"Ya, dan aku rasa kalian juga sudah tau bagian itu."
"Tentu saja kita tau. Kita dapat informasi ini dari Hyukjae, orang yang selalu ayah hubungi beberapa tahun belakangan ini bahkan sampai lupa sama anak sendiri." kata Donghae sarkastis, membuatku langsung memelototinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning
FanfictionDisini, semuanya dimulai. Donghae dan Yuri akhirnya harus berhadapan dengan musuh terbesar mereka. Kali ini, mereka harus mengerahkan semua kemampuan mereka untuk mengungkap misteri kematian ibu mereka sendiri, ditambah lagi dengan kehadiran sosok d...