Rasanya kayak lagi main di film horror picisan.
Kalian tahu lah, ceritanya klasik banget gitu. Sekelompok anak muda bermodalkan nekat, iseng, dan nggak ada kerjaan masuk ke sebuah rumah tua yang sudah lama nggak berpenghuni. Terus, ujung-ujungnya mereka di teror sama arwah penasaran yang mendiami rumah itu lalu satu-persatu mati deh.
Bedanya, sekarang ini aku yakin banget nggak bakalan ada arwah penasaran yang meneror kami berempat. Lagian niat kami masuk ke rumah ini juga bukan karena sekedar iseng, kok.
Tapi tetep aja, rasanya kayak lagi main di film horror picisan.
Hal pertama yang menyambut kami begitu kami masuk kedalam rumah adalah bau busuk bangkai hewan yang luar biasa menyengat. Aku sempat berpikiran bahwa itu adalah bau busuk dari mayat manusia sih—yang omong-omong, langsung ditanggapi dengan death glare dari Yuri—tapi pikiran itu langsung lenyap ketika aku melihat bangkai anjing yang teronggok mati di sudut ruangan.
"Lebih baik kita berpencar." kata Dara, dan sebelum aku sempat membalasnya Yuri langsung menyerobot.
"Ide bagus. Aku dan Jimin periksa dibawah, biar eonni dan Donghae yang periksa lantai atas."
Jimin si anak pramuka itu menyunggingkan senyum lebarnya kemudian mengangguk begitu Yuri mengajaknya untuk masuk lebih dalam dan mulai menggeledah, meninggalkanku dan Dara berduaan seperti pasangan cupu.
Sial, adikku benar-benar ngajak ribut.
"Jadi, kita langsung keatas?" tanya Dara, mengulurkan tangannya untuk menggandeng tanganku.
Aku meraih tangan Dara, menggandengnya, kemudian tersenyum tipis.
"Yuk."
Kami lalu menaiki tangga yang letaknya ada di samping kamar mandi—atau yang dulunya merupakan kamar mandi. Bunyi kayu yang sudah tua terdengar jelas setiap kami menginjak anak tangga.
Berhubung pencahayaan disini minim, aku langsung menyalakan senterku begitu kami mencapai lantai atas dan mulai menatap berkeliling. Dara melakukan hal yang sama denganku nggak lama kemudian, dan dari dua cahaya senter begini, aku bisa melihat deretan pintu kamar—yang dulunya adalah kamarku dan kamar ibu—yang sudah agak reyot. Sama seperti di bawah, bau disini juga luar biasa menusuk.
Aku melangkahkan kakiku menuju kamar ibu—atau harus kukatakan TKP?—sementara Dara mengikutiku dari belakang. Tanpa menggunakan sapu tangan, aku memegang gagang pintu, membukanya, kemudian melongok perlahan kedalam kamar.
Dan seketika itu juga, bayangan dari malam saat ibu meninggal terputar kembali di otakku seperti sebuah film.
Disitu, tepat di dekat ranjang yang saat ini sudah nggak berbentuk sama sekali, aku melihat ibu terkapar di lantai, dengan darah menggenang di sekitarnya dan pisau tertancap di dadanya. Aku ingat banget, saat itu, ibu sama sekali nggak memejamkan matanya.
Matanya terbuka lebar, dan rasanya aku bisa melihat bekas air mata yang ada di pipinya.
Saat itu, aku memang belum begitu paham dengan konsep kematian dan sebagainya. Aku bahkan mungkin belum tahu betul bahwa itu adalah saat terakhir aku melihat ibuku. Tapi yang aku tahu pasti, semuanya berubah sejak saat itu.
"Hae? Kamu nggak apa-apa?"
Oh, shit.
Aku menoleh kemudian tersenyum kepada Dara yang saat ini lagi menatapku dengan tatapan khawatir. Sial, kayaknya tadi aku kelamaan flashback. Nggak lucu deh.
"Nggak apa-apa." jawabku singkat.
"Tadi dahi kamu berkerut gitu, aku pikir kamu sakit lagi." katanya. Ugh, seneng deh punya cewek manis yang perhatian banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Beginning
Fiksi PenggemarDisini, semuanya dimulai. Donghae dan Yuri akhirnya harus berhadapan dengan musuh terbesar mereka. Kali ini, mereka harus mengerahkan semua kemampuan mereka untuk mengungkap misteri kematian ibu mereka sendiri, ditambah lagi dengan kehadiran sosok d...