#1

1.7K 78 36
                                    

Jakarta tidak pernah berbeda, di Senin pagi kota ini memang selalu macet. Seakan-akan seluruh kendaraan tumpah ke setiap ruas jalanan.

Setiap warga Jakarta yang sudah tahu keadaan ini pasti akan keluar lebih pagi agar aktivitas mereka tidak terhambat oleh kemacetan. Namun, berbeda dengan Rangga. Cowok berkulit putih ini selalu bersikap santai. Padahal di pagi hari ini ada mata kuliah penting.

Klakson-klakson kendaraan saling bersahutan di sekitar Rangga, hanya mobil Rangga yang tidak berisik. Pemilik mobil itu memang tidak pernah terburu-buru, justru sekarang ini ia malah asik membaca buku di tengah-tengah kemacetan.

Grek.

"Aw!" teriak seorang gadis terjatuh bersama dengan sepedanya.

Merasa mobilnya ditabrak oleh sesuatu, Rangga segera melirik kaca spion. Disana terlihat seorang gadis sedang berusaha bangkit bersama dengan sepedanya. Rangga mendesis perlahan, sepertinya mobil bercat silver itu dalam keadaan yang tidak baik.

"Eh! Lo kalo nyetir hati-hati dong! Gue udah minggir tetep aja lo serempet, bisa nyetir nggak, sih!" bentak gadis itu, matanya gahar menatap Rangga.

Rangga hanya melirik gadis itu sekilas, lalu matanya beralih memperhatikan badan mobilnya. Ada sedikit goresan di bagian belakang mobil itu. Tidak buruk, namun tetap saja akan membutuhkan biaya untuk memperbaikinya.

"Harusnya gue yang marah. Lo nggak becus bawa sepeda. Gara-gara lo mobil gue jadi lecet," ucap Rangga santai namun mencekam. Gadis itu mendesis saat mengetahui ada goresan di badan mobil itu.

"Aduh... mati gue!" gadis itu mendesis.

"Terus sekarang gimana?" tanya Rangga yang maksudnya adalah terus-gimana-sama-mobil-gue?

Gadis itu terlihat kebingungan. Disaat sedang terburu-buru ia malah dihadapkan oleh situasi yang memaksanya untuk bertanggung jawab. Bagaimana cara menggantinya? Gadis itu tak membawa banyak uang di dalam dompet.

"Ck! Yaudahlah, nggak usah diperpanjang. Sebenernya gue mau banget minta ganti rugi sama lo, tapi karena gue nggak punya banyak waktu, lo gue bebasin." ucap Rangga, matanya memandang gadis itu dari bawah sampai ke atas.

"Lo berdoa aja semoga lo nggak ketemu gue lagi. Karena kalo lo ketemu lagi sama gue, gue pasti akan minta ganti rugi," Rangga menghela napas, dan kemudian berlalu pergi bersama dengan mobilnya.

Gadis itu terdiam di tempatnya, dalam hati ia merasa sangat lega, sehingga membuat seulas senyum manis mengembang di wajahnya.

"Lo beruntung, Ra!" batinnya.

***

"Le, itu kelompok apaan?" Alesha yang sedang menulis sesuatu di papan tulis langsung menoleh.

"Kelompok tugas dari Bu Mona, katanya Bu Mona telat masuk, makanya gue disuruh nulis ini," jawab Alesha. Bisma dan teman-teman kelasnya mengangguk mengerti.

"Ra...ve...la? Le, Ravela siapa?" Bisma mengernyitkan dahi karena nama yang ditulis Alesha sama sekali tidak dikenalnya. Ditambah lagi nama itu masuk ke dalam kelompoknya.

Alesha lagi-lagi menghentikan kegiatan menulisnya, dia juga bingung kenapa nama itu ada di daftar nama kelompok yang dibuat oleh Bu Mona.

Alesha mengangkat kedua bahunya cuek, "Nggak tau, kakak tingkat kali, Bis."

"Yaelah, hari gini masih ada aja kakak tingkat yang nggak lulus mata kuliahnya Bu Mona," komentar Dicky, salah satu mahasiswa berkacamata yang duduk di barisan paling depan.

"Mendingan kalian tulis, deh, nama anggota kelompok kalian. Gue nggak mau ya kalo sampe ada yang nanya-nanya lagi," tegas Alesha.

Bisma mendesis malas dan kembali ke tempat duduknya. Jujur saja, Bisma sama sekali tidak berminat untuk menulis nama anggota kelompoknya. Apalagi di dalam kelompok itu anggotanya tidak ada yang asik, menurut Bisma.

You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang