#48

273 29 12
                                    

Ravela meremas ponselnya lalu membuang ponsel itu ke sembarang arah. Ponselnya membentur lantai cukup keras. Tapi Ravela tidak peduli. Bukannya memungut ponselnya, Ravela malah kembali menangis. Kesedihan, kekesalan, dan kekecewaannya bercampur menjadi satu karena Rangga. Di saat penting seperti ini Rangga malah mengabaikan teleponnya.

Beberapa detik setelah itu, tubuh Ravela terasa terguncang bersamaan dengan ketukan pintu kamar yang masih menjadi penyangga tubuhnya.

"Ra, buka pintunya, Ra. Sebenarnya ada apa, sih? Ra, buka pintunya, bunda mau masuk tuh," kata Lana di luar sana. Lana menatap Bunda Mila, tatapan tak tega seorang anak karena bundanya kini terlihat murung.

Bunda Mila tidak tahu apa yang terjadi pada putrinya saat ini. Saat naik ke lantai dua, Bunda Mila dikejutkan oleh isak tangis yang terdengar begitu parau dari kamar Ravela.

Tidak ada orang lain yang tahu, kecuali Rafael dan Joya. Bunda Mila yakin bahwa mereka pasti tahu sesuatu tentang Ravela. Tapi sayangnya kedua orang itu malah pergi entah kemana.

Lebih tepatnya, Joya mengejar Rafael. Rafael nekat ingin menemui Rangga ke rumahnya dan berniat untuk menghajar cowok itu. Melihat keadaan emosi Rafael yang tidak stabil tentu saja Joya tidak bisa berdiam diri. Joya tidak mau Rafael melakukan hal bodoh hanya karena masa lalu.

"Rara, sayang, jangan kaya gini dong, nak. Cerita sama bunda, Rara ada masalah apa? Jangan bikin bunda khawatir kaya gini," suara Bunda Mila terdengar gemetar. Bunda Mila sungguh takut kalau putrinya sampai kenapa-kenapa.

Dalam hati Bunda Mila sedikit bersyukur. Malam ini suaminya tidak pulang ke rumah karena harus menjalani dinas di luar kota. Jadi suaminya itu tidak perlu tahu dan tidak perlu merasa khawatir pada putrinya. Bukannya ingin menutupi sesuatu, tapi Bunda Mila hanya tidak mau kalau suaminya sampai ikut terbebani oleh masalah yang ada di rumah. Apalagi suaminya adalah sosok papa yang sangat peduli dan menyayangi anak-anaknya.

Lana kembali mengetuk pintu kamar Ravela, berusaha untuk memutar gagang pintu pun percuma karena pintu sudah terkunci rapat dari dalam. "Ra, gue mohon buka pintunya!" Lana sedikit membentak.

***

Rafael meringis kesal. Murka dengan semua hal yang terjadi di dalam hidupnya. Benci ketika dia harus dihadapkan dengan situasi sulit dan nantinya akan menyakiti hati orang-orang yang dia sayang.

Joya menghela napas, menatap Rafael yang masih terlihat gusar. "Rara cinta sama Rangga, lo harusnya sadar akan hal itu. Sekarang Rara pasti terpukul banget karena dia nggak percaya sama pengakuan lo," kata Joya lembut tapi tetap terdengar tegas.

"Argh! Tapi kenapa harus Rangga, sih? Kenapa?!" Rafael membalikkan tubuhnya, matanya yang kecil itu memicing tajam menatap Joya.

"Raf.."

"Rara nggak boleh cinta sama Rangga. Pokoknya nggak boleh, gue yang akan halangin mereka."

"Raf!"

"Joy! Harusnya lo ngerti, Rangga itu nggak pantes buat Rara. Rara terlalu baik."

Joya berdiri, matanya masih menatap lurus pada Rafael. "Tapi nggak gini, Raf. Dengan lo bersikap kaya gini, itu sama aja bikin Rara semakin terluka. Lo mau nyiksa hatinya Rara?"

"Tapi gue lebih nggak rela kalau Rangga yang nyakitin hatinya Rara," ucap Rafael sendu.

Joya memajukan langkahnya dan berhenti tepat di depan Rafael. Joya menepuk pundak Rafael yang lebih tinggi darinya, sambil tersenyum Joya berkata, "Kasih kebebasan buat Rara memilih. Sebagai kakak, tugas lo sekarang itu cukup melihat. Lo boleh aja ada di samping adik lo, tapi bukan berarti lo bisa ikut campur tentang hatinya."

You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang