#33

399 39 1
                                    

Gemercik suara hujan mengisi kekosongan suasana kampus yang masih sepi. Di pagi hari dengan cuaca dingin seperti ini memang selalu membuat siapa saja malas untuk beraktifitas. Sampai-sampai banyak mahasiswa yang datang terlambat karena terlalu nyenyak terlelap di kasurnya.

"Maaf, Pak, saya terlambat," ucap seorang gadis yang hari itu mengenakan kaus lengan panjang bergaris putih biru dengan celana jeans hitam. Rambutnya nampak berantakan karena harus berlari di sepanjang koridor. Belum lagi dia harus mengayuh sepedanya dengan sekuat tenaga untuk sampai di kampus.

Bapak dosen dengan kumis tebal menggantung melirik gadis itu dari balik kacamatanya. "Tumben sekali kau terlambat, cepat duduk sana," kata Pak dosen itu dengan logat batak yang khas. Seluruh mahasiswa yang tadinya sibuk mencatat materi di papan tulis langsung menatap gadis itu sampai dia duduk di kursinya.

"Vel? Lo kok masuk?" Alesha menatap heran pada Ravela yang duduk di sebelahnya. Begitu pula dengan Rangga dan Bisma.

"Lo udah sehat? Udah nggak sakit?" Rangga melirik tajam ke arah Bisma. Karena seharusnya pertanyaan itu keluar dari mulut Rangga, bukan Bisma.

Ravela terkekeh kecil sambil mengeluarkan buku catatannya. "Udah kok, gue udah sehat."

Bisma dan Alesha mengangguk kompak sambil melanjutkan kegiatan menulis mereka yang sempat tertunda. Sementara Rangga, matanya masih setia menatap gadis yang baru saja duduk di sebelahnya.

Sebenarnya, meski tak menoleh, Ravela bisa melihat Rangga yang memperhatikannya lewat ekor matanya. Namun, Ravela enggan untuk menoleh dan menegur Rangga secara khusus. Entah kenapa jantung Ravela jadi bekerja tidak seperti biasanya. Perlakuan manis Rangga kepada Ravela di hari kemarin telah membuat hati Ravela luluh lantah. Perasaan aneh yang bersarang di hatinya seakan-akan mengoyaknya lebih keras lagi. Sehingga membuat Ravela tak berdaya untuk menghadapinya.

Rangga pun sama. Meski berulang kali ditepis, perasaan aneh itu masih tetap ada. Perasaan yang semakin hari semakin Rangga yakini bahwa itu adalah cinta. Ketika Ravela dalam keadaan tidak baik, perasaan khawatir akan menyelimuti hatinya. Ketika Ravela tersenyum dan bahagia, kehangatan menerobos masuk ke dalam hatinya. Kali ini Rangga tidak bisa lagi memungkiri kenyataan. Kali ini Rangga tidak akan menepis. Rangga benar-benar telah mencintai Ravela. Gadis yang telah membawa Rangga pada masalalunya kembali. Bertemu dengan Rafael dan semua rasa bersalah serta kesalahan yang Rangga anggap tidak akan pernah bisa termaafkan.

Ravela meringis kesal karena ekor matanya masih menangkap sosok Rangga masih menatapnya. Sungguh, Ravela tidak habis pikir dengan cowok itu. Kenapa dia terus menerus memperhatikannya? Apakah Rangga tidak sadar kalau perlakuannya itu telah membuat jantung Ravela seperti kena bom?

"Ra, lo beneran udah mendingan?"

Detak jantung Ravela tiba-tiba saja tak terkendali. Ravela menggigit bibir bawahnya, antara kesal dan juga malu. Kenapa jantungnya harus menjadi tidak normal seperti ini? Darahnya pun terasa berdesir hebat ketika merasakan bisikan Rangga yang masuk ke telinganya.

Sial. Ravela tidak mau salah tingkah! Ravela tidak mau terlihat bodoh hanya karena dia mencintai Rangga. Tuh, kan! Ravela mencintai Rangga! Ah, tidak-tidak. Ini tidak benar.

Ravela mendesah kesal. Tak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang menunggu jawaban darinya.

Mendengar Ravela mendesah seperti itu, Rangga berubah panik. Rangga berpikir bahwa gadis itu mungkin saja kembali sakit.

"Ra? Lo sakit?" kepala Rangga mendekat pada Ravela, berusaha menangkap raut wajah Ravela yang kepalanya tertunduk. Ravela kembali meringis. Dalam hati dia benar-benar ingin mengutuk Rangga.

"Eh, nggak kok, gue gapapa," jawab Ravela sambil terkekeh dengan wajah menggelikan.

"Plis, Ra! Lo nggak boleh salting!" gerutu Ravela dalam hati.

You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang