#47

300 32 12
                                    

Rafael menyikut Theo. Theo hanya meliriknya sekilas, lalu matanya terfokus pada Faisal yang masih sok sibuk dengan tumpukan kertas yang cukup tebal.

"Gimana?" Rafael berbisik pada Theo.

Theo mengangkat kedua bahunya, "Lo lah yang ngomong, kan lo yang punya masalah sama dia."

Rafael berdecak, lalu memberanikan diri untuk memanggil Faisal. "Is!" panggilnya.

Theo menepuk jidatnya kasar. Menatap Rafael gahar. Sedangkan Rafael malah menatap Theo seraya meminta bantuan karena Faisal tidak menoleh padanya. Tentu saja Faisal tidak menoleh, cara Rafael memanggil Faisal saja sudah salah. Bukannya memanggil, Rafael malah terdengar seperti sedang mendesis.

"Panggil pake nama lengkap bego."

"Ah bego, lo aja sana yang manggil. Dia ngambeknya kaya cewek gitu, sih. Gue kan jadi bingung," jawab Rafael kesal.

Theo menatap Faisal beberapa saat, perlahan mulutnya mulai terbuka. Terasa slow motion, melihatnya saja Rafael sampai ikut deg-degan.

"Lo aja deh, Raf. Dia serem, kaya cewek lagi pms."

Gantian, kini Rafael yang menepuk jidatnya. "Dodol lo, ah, tega banget sama temen. Kalo lo yang manggil kan dia nggak bakal galak-galak amat, Yo."

Theo menggaruk tengkuknya karena terasa sedikit gatal, "Tapi kan dia pasti udah tau, maksud gue manggil dia tuh pasti karena lo."

Rafael berdecak kesal, "Dasar temen nggak setia kawan."

"Emang!" sahut Theo cepat.

Rafael menarik napas dalam-dalam. Lalu menghembuskan napasnya kasar. Tarik napas lagi, lalu dihembuskan kembali, tarik lagi, lalu tahan. Dalam sekali hembusan Rafael berkata dengan lantang.

"Fais gue mau minta maaf!"

***

Kelam, tak bercahaya. Hanya ada suara sayup yang terasa menggelitik telinga. Suara sayup yang semakin jelas terdengar, suara yang mampu mengiris hati. Mengikis perasaan yang sudah terpendam cukup lama. Perasaan yang telah disalah artikan, sehingga timbul satu masalah yang tak bisa dihentikan.

Rangga melihat dirinya sendiri, dia menarik tangan Kayla kasar meski gadis itu sudah memberontak.

"Rangga, lepas. Lo nggak bisa kaya gini, gue udah memilih, dan pilihan gue bukan untuk bersama lo."

"Tapi bukan berarti lo milih Rafael! Lo tau, gue sayang sama lo, kenapa sih lo nggak bisa nerima hati gue? Kenapa!" Rangga membentak Kayla sampai suaranya terdengar serak.

"Rangga, gue mohon, jangan kaya gini. Ah! Sakit, lepasin gue!" Kayla berusaha melepaskan diri. Tapi tenaganya tidak cukup kuat.

"Sakit? Hati gue jauh lebih sakit, Kay!" Rangga melihat jelas bahwa dirinya telah kehilangan akal di depan gadis yang dicintainya.

Cinta? Tidak, bagi Kayla itu bukanlah cinta. Rangga hanya terobsesi padanya karena pertemuan itu. Pertemuan yang membuat Rangga berpikir kalau Kayla hanya tercipta untuknya, bukan untuk yang lain, apalagi untuk seseorang seperti Rafael.

Pertemua mereka berawal saat Kayla sedang dalam bahaya, malam itu mobilnya dipaksa untuk berhenti oleh beberapa laki-laki yang tidak dikenalnya. Jika bukan karena Rangga, Kayla mungkin tidak akan selamat. Malam itu Rangga babak belur dan terluka cukup parah karena menyelamatkan Kayla.

Sejak saat itu hubungan mereka terjalin meski hanya sebatas penyelamat dan orang yang diselamatkan, tidak lebih dan tidak kurang. Namun, Rangga malah menyalahartikan semua perhatian yang Kayla berikan padanya. Rangga menganggap obsesinya pada Kayla adalah perasaan cinta yang jumlahnya tak terhitung.

You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang