#51

343 24 7
                                    

"Aduh!"

"Aduh!"

Lana mendongakkan kepala, melihat siapa orang yang baru saja menabraknya. Mata Lana memicing, karena orang yang dia tabrak masih menunduk untuk mengambil selang infus yang terpisah dari tiang karena ikut terjatuh.

"Duh, Mbak, kalo jalan liat-liat dong. Infus saya sampai jatuh gini," kata orang itu protes.

Dahi Lana mengernyit. Gila nih orang, yang nabrak siapa, yang disalahin siapa, pikirnya dalam hati.

"Mas tuh yang jalannya nggak pake mata!" timpal Lana sengit. Dia langsung melempar tatapan tajam begitu orang itu menampakkan wajahnya.

Tatapan tajam Lana hanya sesaat. Karena pada detik berikutnya tatapan Lana berubah menjadi iba. Wajah pucat dengan mata sayu itu berhasil membungkam mulutnya agar tak mengeluarkan kata-kata kejam.

Orang itu, Dika, dia bergidik sebal, menatap Lana dari atas sampai ke bawah, "Ck!" Dika berdecak. "Cantik-cantik kok matanya sliwer, udah jelas kalo situ yang nabrak!"

Lana hanya diam, memikirkan sesuatu yang berkelibat di dalam otaknya. Wajah orang itu tak asing bagi Lana. Dia terus menyelami masa lalunya, berusaha mencari jawaban tentang orang yang sedang berdiri di depannya.

"Dika?" gumaman Lana membuat Dika diam tak bergeming. Dika menatap Lana heran, dari mana gadis ini tahu namanya?

"Lo Dika?" gumaman itu berubah menjadi pertanyaan yang sangat terdengar.

Tanpa sadar Dika mengangguk, kesadarannya tersita penuh oleh rasa bingungnya yang semakin memuncak. Cewek ini siapa, sih, Dika menggerutu kesal dalam hati.

"Beneran Dika? Dika Prasetyo?"

Dika mengangguk ragu. Ditatapnya Lana lekat-lekat, berusaha menemukan titik temu yang mungkin akan membuat Dika mengenali gadis itu. Mulai dari jidat, mata, hidung, turun ke bibir, sampai melihat tubuh gadis itu secara keseluruhan. Tidak asing memang, tapi tetap saja Dika tidak bisa mengingatnya.

"Lo inget gue nggak? Hm, kayanya lo lupa ya sama gue?" tanya Lana mengerjapkan matanya jenaka. Tingkah Lana memperlihatkan bahwa dia memang mengenal Dika.

"Lo siapa, sih? Kaya nggak asing, tapi gue lupa. Siapa ya... hmm.."

Lana menggelengkan kepalanya sambil terkekeh geli, "Beneran nggak inget? Kalo interview buat masuk ke Tirta Group inget nggak?"

Dalam sekejap mulut Dika ternganga, membentuk O besar. "Anindita, yah? Aduh, nama depannya gue lupa, yang gue inget nama lo Anindita, karena mirip sama nama mantan gue!"

Lana menepuk sebal bahu Dika, "Nama gue Lana! Sampe sekarang masih aja inget mantan."

Dika nyengir, agak malu juga karena yang dia ingat dari Lana hanya nama gadis itu yang mirip dengan nama mantan kekasihnya waktu SMA, Anindita Wiska.

"Sorry, Lana," kata Dika sambil menekankan nama Lana. "Oh ya, ngapain lo ada disini? Jenguk orang?" basa-basi bercampur penasaran. Tidak disangka kalau mereka bertemu kembali di tempat seperti ini.

Lana mengangguk, "Sodara gue abis kecelakaan."

"Ya ampun, kecelakaan dimana? Eh, ini sodara lo yang mana, ya? Seinget gue dulu lo pernah curcol punya banyak sodara."

Lana terkekeh geli mengingat betapa agresifnya Lana pada Dika sewaktu pertemuan pertama mereka. Di kantor Tirta Group, mereka bertemu karena sama-sama menunggu panggilan interview. Karena bosan, akhirnya Lana menggerutu. Gerutuan Lana mendapat respon dari Dika yang akhirnya membuat mereka saling berkenalan. Mereka menunggu sambil membicarakan banyak hal. Tentang keluarga, kesibukan, sampai masalah asmara.

You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang