#17

411 41 0
                                    

Rangga mengusap wajahnya setelah sambungan telepon terputus. Dalam hati Rangga berdecak kesal karena rasa gugup yang tiba-tiba saja menguasai dirinya saat berbicara dengan Ravela. Gudang penyimpanan topik pembicaraan seakan tertutup rapat dan kuncinya hilang entah kemana.

Rangga terlonjak kaget, ponsel yang masih dalam genggamannya itu hampir saja terlepas. Getaran dari ponselnya berhasil membuat Rangga terkejut, pasalnya hati dan pikiran Rangga masih tertuju pada Ravela.

Terdengar desahan kecewa saat Rangga melihat notifikasi yang masuk dalam ponselnya. Rangga berharap nama Ravela yang muncul dalam notifikasi chat Line-nya itu, tapi ternyata malah nama Lana Anindita yang tertera di sana.

Eh?

"Lana siapa?" gumam Rangga dengan tangan yang sibuk mengotak-atik ponselnya. Sebuah nama baru yang belum masuk ke dalam daftar pertemanannya itu mengirim dua pesan singkat untuk Rangga.

Karena penasaran, Rangga melihat foto profil orang itu. Foto seorang gadis yang sedang duduk dengan kepala sedikit menunduk, tangan gadis itu nampak menyingkap rambutnya yg terurai. Rambutnya hitam pekat, tidak terlalu panjang. Wajah gadis itu tidak terlihat jelas karena wajahnya tertutup oleh bayangan rambutnya sendiri.

Lana Anindita: Hai Rangga :D

Lana Anindita: Lagi apa? hehe..

Dua pesan itu langsung membuat Rangga mengerutkan dahinya. Seumur hidup, Rangga tidak pernah mempunyai teman yang bernama Lana.

Tak lama, sebuah pesan kembali masuk ketika Rangga masih membuka ruang obrolan itu.

Lana Anindita: Gue Anin. Gembul, lo nggak lupa sama gue, kan?

Rangga ber-OH panjang ketika Lana mengirim pesan untuk memperjelas identitas dirinya. Rangga juga baru ingat kalau nama depan Anin itu adalah Lana dan dia adalah sahabat Ravela. Pasti Ravela yang telah memberikan kontaknya pada Lana.

***

Rafael berjalan menaiki anak tangga. Setelah Joya pamit pulang, Rafael memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Dia ingin memanfatkan waktu untuk beristirahat, karena jarang sekali Rafael bisa pulang siang seperti sekarang ini.

Rafael melewati kamar Lana yang berada di depan tangga, kamar itu bersebelahan dengan kamar Ravela. Sedangkan kamar Rafael berada di seberang kamar Ravela yang bersebelahan dengan kamar Vano.

"Jadi, tadi Rangga maksa lo?!" suara Lana yang berasal dari kamar Ravela itu membuat Rafael menghentikan langkahnya. Rafael sudah memegang gagang pintu kamarnya, bersiap untuk masuk. Namun, nama Rangga yang disebut-sebut oleh Lana itu membuat Rafael mengurungkan niatnya.

"Ya gitudeh, Lan. Setelah dia tau gue trauma sama mobil, dia langsung narik gue ke parkiran," kali ini Rafael mendengar suara Ravela.

Karena kelewat tanggung, akhirnya Rafael melangkah mendekati kamar adiknya itu. Dia berdiri di depan pintu yang menyisakan sedikit celah untuk mengintip. Di sana Rafael melihat Ravela dan Lana sedang duduk berhadapan di tepi tempat tidur. Ravela nampak membelakanginya, sehingga hanya raut wajah Lana yang tertangkap jelas dari celah pintu.

"Terus gimana lagi?" terlihat wajah Lana yang nampak penasaran.

"Gue masuk ke mobil dia, terus dia kunci pintunya dari luar, dan dia bener-bener bawa mobilnya sampai ke pinggir jalan depan kampus..."

Terdengar suara Ravela yang mendesah kesal, "Tanpa gue jelasin, lo pasti tau seberapa besar takutnya gue sama mobil. Sampai-sampai tadi bayangan itu muncul lagi, Lan. Gue bener-bener takut."

You AreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang