William menatap mobil ambulans yang semakin menjauh. Kenapa dirinya berubah menjadi panik saat melihat keadaan Nathan? Kenapa dirinya begitu marah saat Nathan menjadi keras kepala kepadanya? Kenapa ia melanggar janjinya sendiri bahwa ia akan selalu bersama dengan Feli dan akan menjauhi Nathan? Kenapa dirinya tidak bisa melupakan Nathan?
Begitu banyak kalimat kenapa yang bersarang pada pikirannya, dirinya hanya sedang buta pada perasaannya sendiri. Karena harga diri yang tinggi perbuatannya itu dapat mencelakakan orang yang sangat berarti bagi dirinya.
William berjalan dengan gontai menuju parkiran, tidak diacuhkan Feli yang terus mengikuti dan memanggil namanya.
"Will! Tunggu aku!" Feli berjalan dengan cepat untuk dapat menyejajarkan langkahnya dengan William.
Dengan wajah yang dingin William berhenti lalu berbalik menatap tajam Feli yang berada dibelakangnya.
"Ka-kamu kenapa? Kamu marah sama aku?" Ucap Feli dengan nada bergetar, memulai aktingnya.
Seakan tahu kesalahannya William menghela nafas dengan berat. "Enggak." William menggeleng pelan, lalu tersenyum dengan paksa.
"Kamu khawatir sama Nathan ya? Gimana kalau kita jenguk dia?"
"Enggak usah, kamu tau kan kalau Nathan sama aku akhir-akhir ini udah renggang." William membalikkan badannya menuju motornya yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Tapi dia kan-"
"Udahlah, cepet naik!" Suara William menaik 1 oktaf.
Dibelakang William, Feli mendengus menyalahkan perubahan William hari ini disebabkan oleh Nathan.
-Rumah Sakit-
Nathan duduk bersender pada kepala kasur rumah sakit, matanya menatap penuh harap pada pintu didepannya.
Sedari tadi pagi ia hanya sendirian disini, mamanya pergi bekerja dan berjanji pada nya kalau nanti ia akan cepat pulang.
Namun bukan itu yang Nathan harapkan, ia hanya menunggu satu orang yang sangat berarti bagi hidup nya. Mungkin Nathan telah salah mengartikan ucapan William kemarin
"Maaf ya, nanti kamu boleh mukul aku sepuasnya tapi kamu harus dibawa kerumah sakit dulu ya."
Hatinya telah bertekad bulat untuk menunggu kehadiran William, meskipun beberapa kali merasakan kecewa yang sangat amat. Nathan selalu menunggu William menjenguknya.
Tidak dipedulikan beberapa perawat yang sedari tadi pagi masuk untuk membujuknya makan, Nathan hanya menunggu William seorang.
Kecewa, itulah yang dirasakan Nathan sekarang ini. Bagaimana tidak? Waktu telah menunjukkan pukul 7 malam, William belum juga menampakan batang hidungnya.
"Nat, ayo makan. Kamu mau sembuh kan? Kalau gitu kamu harus makan." Sanny berucap dengan lembut pada anak satu-satunya yang ia miliki.
Nathan menggelengkan kepalanya dengan lesu, ia membaringkan tubuhnya membelakangi Sanny yang menatap sedih punggung Nathan.
Disaat Sanny berada di ujung kepasrahannya -karena tidak dapat membujuk Nathan makan- pintu kamar rawat Nathan terbuka, Elka datang sambil membawa sekantong buah ditangannya.
"Tante, gimana keadaan Nathan?" Elka menaruh kantong itu di meja samping Nathan.
Sanny menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Dia masih enggak mau makan."
Elka menatap prihatin pada Sanny, lalu menatap Nathan yang berbaring membelakangi mereka. Kesal, itu lah yang Elka rasakan karena Nathan tidak ingin makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Wish [boyxboy]
RomanceWarn : gay, homo, yaoi Dirinya berubah sejak ia datang, ia mulai menghindariku, menjauhiku, dan akhirnya dia menjadi membenci diriku. Semua ini karena dia yang datang mengubah semuanya. Nathan dan William sudah berteman dekat sejak mereka kecil. Ta...